Mahasiswa UKSW Bertanya Soal Hukuman Mati ke Menkumham

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Prof Yasonna Hamonangan Laoly S.H., M. Sc., Ph.D., mengaku mendapatkan pertanyaan 'ngeri' saat mengisi materi di tengah kuliah tamu di Gedung Balairung Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga, Selasa (21/2).


"Yang lagi heboh saat ini, seputar hukuman mati. Hukuman mati apakah bertentangan dengan asas kebangsaan," tanya Dimas, salah satu mahasiswa peserta kuliah umum. 

Yasonna Laoly menyebutkan jika hukuman mati bertentangan asas kebangsaan ditegaskannya tidak. 

"Tetapi ada prinsip hak yang tidak dapat dicabut (onvervreemdbare rechten). Dalam konstitusi dan hukuman mati sudah pernah diuji dan itu yang dikatakan dan diuji dan dibuat alternatif," ungkap dia. 

Diakui, jika persoalan hukuman mati menjadi sebuah perdebatan panjang. Bahkan, ia  mengisahkan saat menempuh pendidikan di luas negeri menjadi pribadi menentang hukuman mati. 

"Saya, jujur saja, saat saya sekolah di Amerika saya mengambil Kriminologi saya berdebat karena saya salah satu orang yang tidak setuju dengan hukuman mati. Tapi sebagai Menteri Hukum dan HAM Saya hanya mengatur orang di lapas bukan untuk eksekusi, kewenangan eksekusi ada pada Jaksa," tandasnya.  

Menilik dari sejarah manusia, lanjutnya, cara melakukan hukuman mati ada yang paling sadis dilakukan dengan suntikan mati. Sedangkan, di Indonesia hukuman mati dengan cara ditembak. 

"Nah, tapi kalau mau diuji kembali apakah hukuman mati ini bertentangan silakan ke Mahkamah Konstitusi. Itulah yang dapat kita capai," pungkasnya. 

Yasonna Laoly juga menyinggung soal perundang-undangan materi muatannya berfungsi memberikan perlindungan guna menciptakan ketentraman masyarakat. 

"Dan, apakah semua peraturan perundang-undangan sudah memenuhi itu terserah melihatnya. Tidak ada yang sempurna, tentunya karena undang-undang dilahirkan melalui proses politik, undang-undang adalah keputusan politik antara dalam konstitusi kita antara DPR dan Presiden menugaskan menteri mewakili Presiden untuk membahasnya di DPR," bebernya. 

Namun pada prinsipnya, aku dia, undang-undang harus memuat asas kebangsaan, asas kekeluargaan, asas keadilan, asas kenusantaraan, asa kebhinekaan juga asas keseimbangan. 

"Sehingga terjadi harmoni bahwa peraturan perundang-undangan harus memuat prinsip-prinsip dasar itu memenuhi asas-asas itu setiap perundang-undangan ini tidak boleh nanti bisa nanti saudara lihat saudara nilai apakah undang-undang memenuhi sebabnya sekarang banyak undang-undang di Indonesia," pungkasnya.