Rendahnya tingkat literasi mengakibatkan masyarakat mudah tergiur menanamkan uangnya pada produk investasi ilegal dengan iming-iming keuntungan tinggi dalam waktu singkat. Sementara di sisi lain, karena tingkat kemudahan dan kepraktisannya, banyak masyarakat yang terjerat pinjaman online (Pinjol) ilegal.
- OJK Jateng dan DIY Jadikan Desa sebagai Pusat Informasi Keuangan
- Pertumbuhan Ekonomi Positif, Literasi Keuangan Meningkat
- Ini Cara OJK Cegah Pinjol Ilegal, Libatkan Kades dan Lurah Jadi Agen Literasi Keuangan
Baca Juga
Berdasarkan survei Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun 2019, tingkat literasi keuangan yang merupakan indeks level pengetahuan masyarakat terhadap jenis produk keuangan di Jawa Tengah tergolong masih rendah yakni sebesar 47,38%, namun sudah lebih tinggi dibandingkan dari Indeks Literasi Nasional sebesar 38,03%.
"Hal ini mencerminkan masih perlunya edukasi kepada masyarakat tentang produk keuangan, khususnya produk investasi keuangan yang legal," kata Kepala OJK Regional 3 Jateng-DIY Aman Santosa, dalam webinar bertajuk Waspada Investasi dan Perlindungan Sekotr Jasa Keuangan di Era Digital, diikuti 1.500 guru SMA, SMK, Madrasah Aliyah, dan Pesantren se-Jawa Tengah, Kamis (26/8).
Aman mengungkapkan, OJK Kantor Regional 3 Jateng-DIY telah menerima pengaduan dan permintaan informasi dari masyarakat terkait pinjaman online sebanyak 64 laporan, Kantor OJK Yogyakarta 51 laporan, dan Kantor OJK Tegal 42 laporan. Satu diantara pengaduan tersebut merupakan pengaduan dari guru yang terjerat pinjol ilegal.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo memberi apresiasinya atas kegiatan yang diinisiasi OJK tersebut. Kegiatan ini diharapkan dapat memberikan pencerahan kepada seluruh masyarakat khususnya di Jawa Tengah agar tidak terjerat investasi bodong serta kalau memerlukan pembiayaan dapat memilih pinjaman online yang legal.
"Kalau ada permasalahan atau perlu informasi tentang investasi dan pinjaman online illegal, panjenengan bisa tanya atau hubungi OJK”ujar Ganjar.
Hadir pula menjadi narasumber Ketua Satgas Waspada Investasi (SWI) Pusat, Tongam Lumban Tobing, Kepala Departemen Perlindungan Konsumen, Agus Fajri Zam, dan Direktur Eksekutif Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Kuseryansyah.
Tongam L Tobing mengatakan, total kerugian masyarakat akibat investasi ilegal sejak 2011 sampai dengan 2021 mencapai kurang lebih Rp117,4 triliun. SWI telah melakukan penanganan terhadap 1.053 investasi ilegal, 3.365 Fintech Lending Ilegal, dan 160 gadai illegal.
Modus investasi ilegal yang saat tengah merebak, kata Tongam, diantaranya penawaran investasi dengan modus penanaman pohon jabon dengan pembagian 70% (pemilik pohon) 20% (pemilik tanah) 10%, penawaran investasi dengan imbal hasil tetap seperti produk perbankan, dan money game dengan sistem berjenjang dengan like dan view video aplikasi media sosial Tiktok.
Marak pula penawaran pinjol ilegal yang melakukan kegiatan usaha tanpa seizin OJK dan sering kali melakukan pelanggaran pidana yang merugikan masyarakat diantaranya penipuan dan penggelapan. Tak jarang pula, ditemukan proses penagihan tunggakan pinjaman yang dilakukan dengan penyebaran konten pornografi, pencemaran nama baik, manipulasi data, dan pengancaman.
Terhadap kelompok pinjol ini OJK bersama Satgas Waspada Investasi diantaranya Kominfo dan kepolisian, melakukan pemblokiran terhadap situs-situs pinjol tersebut dan pelanggaran tindak pidananya ditangani oleh kepolisian, pungkas Tongam.
Kepala Departemen Perlindungan Konsumen, Agus Fajri Zam mengimbau agar masyarakat terhindar dari jeratan pinjol ilegal, yang paling utama masyarakat harus memastikan 2L, yaitu logis dan legal. Harus diidentifikasi apakah penawaran produk yang disampaikan oleh pelaku usaha tersebut, masuk akal dan sesuai dengan kebiasaan atau peraturan yang berlaku serta mengidentifikasi apakah pelaku usaha dimaksud telah mendapatkan legalitas dari otoritas yang berwenang.
Direktur Eksekutif Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Kuseryansyah mengakui, maraknya pinjol illegal yang banyak merugikan masyarakat belakangan ini, sejatinya merugikan pihaknya, pelaku Fintech di Indonesia.
"Masyarakat tidak perlu khawatir dan ragu apabila meminjam melalui pinjol yang legal, karena pinjol legal secara perizinan telah terdaftar dan berizin dari OJK serta seluruh operasional, dan laporannya disampaikan secara rutin sesuai dengan ketentuan yang dikeluarkan OJK. Selain itu, kami pastikan juga bahwa pinjol legal tidak pernah mengambil data pribadi peminjam dan menggunakannya untuk tindakan tindakan yang melanggar hukum, karena sesuai ketentuan kami hanya dapat mengakses kamera, mikrofon, dan lokasi yang digunakan hanya pada proses verifikasi," pungkas Kuseryansyah.
- OJK Jateng dan DIY Jadikan Desa sebagai Pusat Informasi Keuangan
- Pertumbuhan Ekonomi Positif, Literasi Keuangan Meningkat
- Ini Cara OJK Cegah Pinjol Ilegal, Libatkan Kades dan Lurah Jadi Agen Literasi Keuangan