Lanny Sekeluarga Tegaskan Rumah Tidak Dijual Saat Sidang di PN Pekalongan

Sidang kasus pidana sekeluarga jadi terdakwa di Pengadilan Negeri Pekalongan.
Sidang kasus pidana sekeluarga jadi terdakwa di Pengadilan Negeri Pekalongan.

Sejumlah fakta terungkap dalam sidang kasus pidana dugaan penyerobotan tanah dengan terdakwa satu keluarga di Pengadilan Negeri Pekalongan. Para terdakwa, Lanny Setyawati dan tiga anaknya menegaskan posisi kepemilikan rumah yang sekarang jadi sengketa di Jalan Kartini, Kota Pekalongan. 


Hal itu terungkap dalam agenda sidang pemeriksaan terdakwa yang dipimpin majelis hakim Agus Maksum Mulyo, Selasa (28/5) sore. Keempat terdakwa adalah Lanny Setyawati (74) dan tiga anaknya yakni Titin Lutiarso, Haryono serta Lilyana

Lanny menyebut sudah tinggal di rumah Jalan Kartini sejak 1982 dengan sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB).

"Selain rumah juga ada usaha bunga melati kerjasama dengan pabrik teh milik pak Hidayat (suami pelapor)," katanya di ruang sidang.

Ia bercerita suaminya, Lukito, pernah pinjam uang di bank untuk keperluan usaha. Lalu minta tolong pada Hidayat untuk menebus tiga sertifikat di bank. 

Rinciannya dua sertifikat untuk bidang di jalan Kartini yang ditempatinya saat ini dengan keluarga. Lalu satu bidang sertifikat di Jalan Bandung.

"Lalu dikasihkan (sertifikat tanah tiga bidang) sebagai jaminan utang, tidak dijual, itu terjadi tahun 1994. Yang jalan bandung sudah ditebus sekitar Rp 203 juta," jelasnya.

Dalam persidangan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mencecar satu keluarga terdakwa itu perihal pengetahuan tentang jual beli lahan antara Lukito dan Hidayat. Jaksa berulang kali bertanya untuk memastikan bahwa para terdakwa tahu bahwa rumahnya sudah dijual.

Jaksa membahas beberapa materi mulai dari para terdakwa tidak punya alas hak untuk bidang di Jalan Kartini. Lalu juga menyebut tentang akta jual beli dan sebagainya.

Para terdakwa bercerita ada beberapa kejadian bahwa sempat bertemu pelapor dan diminta membayar sewa sebesar Rp 5 juta per bulan. Pihak keluarga menolak karena merasa itu rumah mereka.

Kuasa hukum terdakwa, Nasokha merangkum sidang bahwa kliennya selama ini tidak tahu tentang perjanjian antara Hidayat dan Lukito. Bahkan seluruh ahli waris tidak dilibatkan dalam perjanjian itu.  

"Tadi JPU sempat menunjukkan surat kuasa jual, tapi akhirnya ditarik lagi kan karena tidak ada tanda tangannya," ujarnya.

Ia juga menyinggung status tanah SHGB milik kliennya yang tidak diperpanjang pada 2011. Artinya, tanah itu kembali ke negara dan saat ini berposisi status quo. 

Pihak prioritas yang berhak memperpanjang adalah penyewa pertama, dalam hal ini Leni sekeluarga. 

"Bahwa keluarga Lanny dan terdakwa tidak pernah melakukan perpanjangan SHGB, tidak pernah upaya menghalangi dan tidak tahu tanah itu dijual. Lalu soal Perjanjian tidak tahu semua,"ujarnya.

Nasokha yakin bahwa majelis hakim jeli, bahwa perkara yang sedang digelar ini lebih tepat ke perdata.Tidak tepat jika pidana, apalagi saat ini masih ada upaya hukum lain terkait keperdataan yang masih berlangsung.

Dalam sidang juga terungkap bahwa rumah para terdakwa pernah akan dipasang spanduk dijual oleh sopir pelapor namun tidak jadi.

Lalu juga sejumlah aparat yang mengaku dari Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Tengah mendatangi rumahnya. Memasang garis polisi dan papan yang bertuliskan laporan polisi. 

Agenda sidang berikutnya adalah tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum.

berita terkait :

Hadirkan Saksi Ahli, Kuasa Hukum Ungkap Kejanggalan Kasus Pidana yang Jerat Leni Sekeluarga

Sekeluarga Jadi Terdakwa di Pekalongan, Tetangga Beri Kesaksian Meringankan Di Pengadilan