Kancah perfilman Indonesia semakin diramaikan dengan film horor psikologi. Lampor menjadi salah satu film yang bisa membuat penonton merasakan pengalaman berbeda terhadap horor.
- Ikhtiar Mengikis Paham Radikalisme
- Belum Selesai: Perjuangan Ulama Rembang dan Warga Kendeng Tolak Pabrik Semen
- Bangkit Menata Kehidupan, Kembali Ke Masyarakat
Baca Juga
Salah satu pemain, Adinia Wirasti, mengatakan film Lampor ini bukan sekedar film horor biasa. Menurut dia cerita yang dibangun dalam film tersebut sangat menarik untuk menjadi perhatian penonton.
"Bahkan, di luar skenario kami juga dibekali dengan latar belakang masing-masing tokoh. Hal itulah yang menurut saya membuat karakter dalam film ini dibawakan secara kuat," kata dia di Semarang, Kamis (31/10).
Adinia menilai karakter Netta yang dia perankan memiliki banyak lapisan dalam kehidupan. Yang paling utama menurutnya adalah kejadian 25 tahun yang menimpa Netta adalah hal buruk sehingga harus ditutupinya.
"Banyak layer dalam kehidupan Netta yang harus dipikirkan bagaimana cara merealisasikannya. Dan itu menjadi tantangan karena bukan hanya aspek horor yang ditonjolkan tapi secara psikologi harus mengena juga," terang dia.
Sementara itu, Dion Wiyoko, pemeran tokoh Edwin dalam film itu mengatakan bahwa yang menjadi fokus dalam film ini bukanlah horor semata.
Menurut dia, film ini juga memiliki pesan yang kuat di masyarakat. Dia merasa senang bisa bergabung dalam film yang mengangkat kearifan lokal lengkap dengan pesan moralnya.
"Kami merasa jika film ini selain mengangkat kearifan lokal juga memiliki pesan moral kuat. Seperti cerminan perilaku kita sebagai manusia dalam masyarakat," kata dia.
Dari pengamatan Rmoljateng.com, film dengan durasi 95 menit ini, akan membawa penonton pada dua nuansa yang berbeda.
Lampor, yang sejak dulu menjadi mitos makhluk gaib membawa keranda terbang bagi kalangan masyarakat Temanggung diangkat secara apik dengan pemahaman hantu tidak hanya menjadi momok menakutkan bagi masyarakat karena klenik, melainkan karena Lampor dipahami sebagai salah satu penjaga aturan yang berlaku bagi masyarakat.
Konflik yang terjadi telah dimulai sejak menit pertama dimulainya film. Meski alur film berjalan terasa cepat namun sang sutradara, Guntur Soehardjanto, berhasil memberikan semua informasi terkait film itu dengan baik kepada penonton.
Beberapa plot twist yang dimiliki film besutan Starvision ini pun juga sangat menarik.
Salah satunya adalah konstruksi cerita yang mengarahkan pada skandal perselingkuhan harus runtuh dalam film ini.
Hal ini membuat cerita film Lampor garapan, Alim Sudio, semakin baik karena kejutan menarik dari sutradara.
Seperti yang diungkap oleh sang sutradara, film ini sama sekali tidak menyinggung adanya hantu pocong, kuntilanak, genderuwo, dan banyak lagi lainnya.
Sehingga memberikan kesan kuat bagi penonton bahwa sang sutradara memang ingin mengangkat mitos secara utuh tanpa distraksi hantu lainnya.
Selain itu, pengambilan lokasi film di desa di lereng Gunung Sumbing dan Sindoro sangat kental dengan nuansa pedesaan penghasil Tembakau itu.
Eksotisme ruang dan masyarakat pedesaan inilah yang memberikan dukungan positif akan film tersebut.
- Melupakan Jejak Kelam Masa Silam
- Warga Pegunungan Kendeng Tetap Tolak Pabrik Semen
- Sewindu Ganjar Pranowo Pimpin Jawa Tengah: Sikat Intoleran, Apresiasi Kesenian, Tapi Minim Anggaran