- Yoyok Sukawi Ingin Jadikan Semarang Kota Metropolitan
- Aliansi Pedagang dan Buruh Demak Deklarasikan Dukungan untuk Amin
- Neno Warisman Dihadang, PA 212 Minta Jokowi Fair Bertarung
Baca Juga
Prinsip komprehensif, artinya seluruh warga negara Indonesia yang memenuhi syarat sebagai pemilih wajib diakomodir hak pilihnya. Prinsip akurat, berarti data pemilih harus tepat dan akurat dalam hal jumlah dan kelengkapan data. Prinsip yang terakhir yaitu mutakhir, artinya proses pemutakhiran data pemilih harus benar-benar menggambarkan kondisi yang riil dan terkini.
Dalam pemilu/pemilihan sebelum tahun 2017, tidak dipersyaratkan bahwa untuk terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pilkada Serentak Tahun 2017 pemilih harus memiliki KTP-el atau surat keterangan dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil).
Diperlukan koordinasi antara KPU dengan Kementerian Dalam Negeri mengenai data dan penanganan penduduk yang belum melakukan perekaman KTP-el.
Pencantuman KTP Elektronik (KTP-el) sebagai persyaratan menjadi pemilih diberlakukan sejak Pilkada Serentak Tahun 2017.
Melihat fakta di lapangan bahwa masih banyak masyarakat yang belum melakukan perekaman KTP-el, tentu saja hal ini menimbulkan tantangan tersendiri bagi KPU sebagai penyelenggara pemilu untuk dapat melindungi hak konstitusional warga dalam menggunakan hak pilihnya serta untuk mewujudkan daftar pemilih yang akurat, komprehensif, dan mutakhir.
Tantangan tersebut terkait dengan masih banyaknya pemilih yang belum melakukan perekaman KTP-el serta masih kurangnya kepedulian masyarakat dalam hal pengurusan administrasi kependudukan. Persyaratan ini sebenarnya merupakan salah satu langkah pemerintah dalam rangka mensukseskan program KTP-el bagi seluruh penduduk.
Kebijakan kepemilikan KTP-el dalam Pemilihan ini sejalan dengan konsep dan teori electoral governance. Menurut Mozaffar dan Schedler, (2002:7) electoral governance beroperasi pada 3 (tiga) level yaitu rule making (pembuatan regulasi/peraturan), rule application (penerapan peraturan) dan rule adjudication (pengawasan peraturan). Selanjutnya Mozaffar dan Schedler, (2002:8) menjelaskan bahwa level rule application (penerapan peraturan) meliputi pengorganisasian pemilu yang di dalamnya terdiri dari elemen pendaftaran pemilih, kandidat, dan partai, pendaftaran pemantau pemilu, pendidikan pemilih, organisasi pemilu, voting, penghitungan, dan pelaporan.
Penggunaan KTP-el sebagai persyaratan pemilih seharusnya mulai diberlakukan sejak bulan Januari 2019 sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 200A Ayat (4) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang yang menyebutkan bahwa, “Syarat dukungan calon perseorangan maupun sebagai syarat terdaftar sebagai pemilih menggunakan Kartu Tanda Penduduk Elektronik terhitung sejak bulan Januari 2019.”
Namun demikian, berdasarkan hasil rapat kerja antara pemerintah dengan DPR RI pada tanggal 2 September 2016, disepakati bahwa syarat untuk terdaftar dalam DPT Pilkada Serentak Tahun 2017 adalah harus memiliki KTP-el atau surat keterangan dari Disdukcapil bagi pemilih yang belum memiliki KTP-el.
Keputusan pemerintah ini bertujuan untuk mendorong kesadaran warga yang belum melakukan perekaman KTP-el dan membantu masyarakat karena dengan memiliki KTP-el akan mempermudah urusannya dalam hal memperoleh pelayanan publik.
Selain itu, melalui kebijakan ini diharapkan terwujudnya data informasi kependudukan yang akurat dan lengkap. Dalam kaitannya dengan pendaftaran pemilih, ketentuan ini merupakan upaya pemerintah untuk mencegah munculnya pemilih fiktif serta untuk menghindari mobilisasi pemilih dari luar daerah pemilihan yang bertujuan untuk memenangkan salah satu pasangan calon.
Namun, keputusan pemerintah tersebut pada saat itu ditentang KPU mengingat masih banyak warga yang belum melakukan perekaman KTP-el sehingga dikhawatirkan hilangnya hak konstitusional untuk memilih.
Oleh sebab itu, KPU mengakomodir dan mencarikan solusi bagi warga yang belum mempunyai KTP-el melalui formulir Model A.C-KWK sebagaimana tertuang dalam Peraturan KPU Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Pemutakhiran Data dan Penyusunan Daftar Pemilih Dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota. Hal ini merupakan salah satu upaya KPU terkait dengan perwujudan prinsip komprehensif dalam pendaftaran pemilih.
Dalam konteks keterkaitan antara KTP-el dan Pemilihan (baik itu Pilkada maupun Pemilu), dalam Pasal 58 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan disebutkan bahwa KTP-el digunakan untuk antara lain pelayanan publik, perencanaan pembangunan, alokasi anggaran, pembangunan demokrasi, dan penegakan hukum dan pencegahan kriminal.
Manfaat KTP-el dalam pembangunan demokrasi ini terkait dengan pemilihan. Sebagaimana dalam Penjelasan Pasal 58 Ayat (4) huruf d UU Nomor 24 Tahun 2013, pemanfaatan pembangunan demokrasi tersebut antara lain untuk penyiapan data agregat kependudukan per kecamatan (DAK2) dan/atau penyiapan data penduduk potensial pemilih Pemilu (DP4). Namun, masalah muncul ketika DPR RI dan Pemerintah bersepakat untuk menjadikan KTP-el sebagai persyaratan seseorang terdaftar sebagai pemilih, ketika belum seluruh masyarakat memiliki KTP-el.
Pada Pilkada Serentak Tahun 2017, apabila pada saat tahapan pencocokan dan penelitian (coklit) ditemukan warga yang sudah memenuhi syarat tetapi tidak dapat menunjukkan KTP-el atau surat keterangan/suket, tetapi dapat menunjukkan Kartu Keluarga, maka warga ini tetap dimasukkan ke dalam daftar pemilih disertai catatan : tidak mempunyai atau belum dapat dipastikan memiliki KTP-el dan suket. Dan pada tahapan Daftar Pemilih Sementara (DPS), pemilih tersebut dimasukkan ke daftar pemilih A.C-KWK, yaitu Daftar Pemilih Potensial Non KTP-el. Daftar pemilih non KTP-el ini kemudian dikoordinasikan ke Disdukcapil setempat oleh KPU Kabupaten/Kota sebagaimana diatur dalam Pasal 16 PKPU Nomor 2 Tahun 2017.
Surat Keterangan yang dimaksud dalam PKPU Nomor 2 Tahun 2017 ini berbeda dengan Surat Keterangan yang dimaksud dalam Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Pemutakhiran Data dan Penyusunan Daftar Pemilih Dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota, yang merupakan dasar hukum bagi Pilkada Serentak Tahun 2020.
Dalam PKPU Nomor 2 Tahun 2017, Surat Keterangan adalah surat yang diterbitkan oleh Disdukcapil setempat yang menerangkan bahwa Pemilih telah berdomisili di wilayah administratif yang sedang menyelenggarakan Pemilihan.
Sedangkan dalam PKPU Nomor 19 Tahun 2019, Surat Keterangan adalah surat yang diterbitkan oleh Disdukcapil bahwa telah dilakukan perekaman KTP-el terhadap Pemilih tersebut. Hal lain yang berbeda di Pilkada Serentak Tahun 2020 ini dalam kaitannya dengan KTP-el, yaitu dengan adanya penambahan kolom status perekaman KTP-el dalam DP4 sebagaimana tercantum dalam Pasal 7 PKPU Nomor 19 Tahun 2019. Kolom ini mencatat pemilih potensial yang belum dan yang sudah melakukan perekaman.
Pemilih yang belum rekam KTP-el ini umumnya didominasi oleh pemilih pemula dengan kategori pemilih yang baru genap berusia 17 (tujuh belas) tahun pada hari pemungutan suara serta pemilih yang tinggal di wilayah yang sulit terjangkau. Dengan demikian sangatlah penting untuk melindungi hak pilih mereka.
Namun tidak dipungkiri ada beberapa faktor lain penyebab adanya pemilih belum rekam ini. Dikutip dari Kompas.com, bahwa dari rapat kerja bersama Komisi II DPR RI pada tanggal 26 November 2020, diketahui bahwa masih ada 0,88 persen pemilih di DPT Pilkada Serentak Tahun 2020 yang belum merekam KTP-el.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyimpulkan sejumlah alasannya, antara lain masih minimnya sosialisasi perekaman KTP-el sebagai dokumen identitas untuk menggunakan hak pilih, juga kurang efektifnya Disdukcapil di daerah-daerah dalam mengakomodir masyarakat yang ingin merekam KTP-el.
Hal ini mungkin disebabkan karena Disdukcapil kewalahan/overload dalam melayani permintaan KTP-el, masalah mentalitas atau masalah birokrasi. Faktor lainnya yaitu memang ada sebagian masyarakat yang tidak ingin menggunakan hak pilihnya, sehingga merekam KTP-el bukan merupakan prioritas bagi mereka.
Lalu, bagaimana upaya KPU dalam menjawab tantangan tersebut, khususnya dalam Pilkada Tahun 2020 lalu? Menyikapi hal tersebut, sebelumnya KPU telah mengambil langkah untuk mendorong pemilih yang belum melakukan perekaman KTP-el agar segera melakukan perekaman sebelum hari pemungutan suara, yaitu dengan terbitnya Surat Edaran Ketua KPU RI Nomor 1017 tanggal 11 November 2020 perihal Gerakan Mendukung Rekam KTP-el untuk Pemilihan Serentak Tahun 2020. Dalam SE ini, KPU memerintahkan jajarannya untuk melakukan sosialisasi terkait ajakan untuk melakukan perekaman KTP-el dengan berkoordinasi dengan Bawaslu dan Disdukcapil setempat.
Sosialisasi dapat dilakukan melalui penyampaian surat secara langsung kepada pemilih, membuat spanduk Gerakan Mendukung Rekam KTP-el, serta sosialisasi melalui media sosial, daring, cetak, maupun elektronik. Dalam mensukseskan gerakan ini diperlukan dukungan dari semua pihak dalam upaya menjamin hak konstitusi Pemilih. Melalui kegiatan tersebut diharapkan dapat menuntaskan perekaman KTP-el bagi pemilih yang terdaftar di DPT untuk dapat menggunakan hak pilihnya pada Pilkada Serentak Tahun 2020.
Selama ini, persoalan data kependudukan merupakan salah satu penyebab tidak akurat dan validnya daftar pemilih. Mulai dari ditemukannya NIK ganda, data penduduk yang meninggal dan pindah domisili yang tidak mutakhir, serta masih banyaknya warga yang belum melakukan perekaman KTP elektronik. Permasalahan ini merupakan persoalan klasik yang selalu berulang setiap kali pemilihan, dan tentu saja hal ini berimbas pada kualitas pemilu.
KPU benar-benar serius dalam upayanya untuk melindungi hak konstitusional warga. Ini tercermin melalui pencanangan Gerakan Mendukung Rekam KTP-el dalam Pilkada Serentak Tahun 2020 lalu.
Langkah ini dilakukan supaya seluruh warga yang telah memenuhi persyaratan untuk memilih dapat menggunakan hak pilihnya, karena dalam ketentuan Pasal 7 Ayat (2) Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2020 Tentang Perubahan atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 8 Tahun 2018 Tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Kota, disebutkan bahwa dalam memberikan suaranya pemilih wajib menyerahkan formulir Model C.Pemberitahuan-KWK dan menunjukkan KTP-el atau Surat Keterangan kepada KPPS.
Untuk segera menuntaskan masalah perekaman KTP-el ini, pemerintah perlu mengidentifikasi kendala utama yang dihadapi masyarakat dalam memiliki KTP-el untuk kemudian dicari solusinya.
Selain itu diharapkan kesadaran serta peran serta aktif dari masyarakat juga dukungan penuh dari pemerintah. Koordinasi antara KPU dengan Kemendagri hingga level bawah juga perlu lebih ditingkatkan supaya tidak terjadi kesimpangsiuran data, sehingga mempermudah penanganan pemilih belum rekam KTP-el ini.
Saat ini, penyusunan daftar pemilih menggunakan pemutakhiran DPT pemilu/pemilihan terakhir dengan mempertimbangkan DP4. Dalam hal perekaman KTP-el sudah mencakup 100% (seratus persen) pemilih, maka kegiatan penyusunan daftar pemilih menggunakan pemutakhiran data pemilih berkelanjutan, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 33 PKPU Nomor 19 Tahun 2019.
- KPU Demak Lantik 70 Anggota PPK untuk Pilkada 2024
- Rapat Paripurna, Ganjar Doakan Bambang Kribo Cepat Sembuh
- Umbul Donga Bentuk Dukungan Relawan Ghaib Solo Untuk Paslon Andika-Hendi