Kota Semarang Alami Penurunan Muka Tanah Setengah Sentimeter Dalam Satu Bulan

Yoyok Wiratmoko saat menunjukan penurunan muka tanah di kota Semarang. / RMOL Jateng
Yoyok Wiratmoko saat menunjukan penurunan muka tanah di kota Semarang. / RMOL Jateng

Kota Semarang diprediksi akan tenggelam jika penurunan muka tanah yang terjadi di Ibukota Jawa Tengah ini tidak tertangani dengan baik.


Penurunan muka tanah atau land subsidence ini bisa terlihat dengan nyata melalui alat ukur penurunan muka tanah yang berada di stasiun Pompa Drainase Kota Semarang. Bahkan disebutkan kawasan Semarang bagian utaralah yang memiliki potensi paling besar untuk tenggelam karena ditambah dengan kenaikan permukaan air laut.

Dalam Stasiun Pompa Drainase terdapat empat buah alat ukur penurunan tanah. Alat tersebut berupa besi yang masuk ke dalam lubang yang jika terjadi penurunan tanah maka besi tersebut akan ikut bergerak turun.

"Ini adalah untuk alat ukur penurunan tanah di lokasi kami. Dibuat 2012 dimana tahun 2021 ada di (tanda) paling atas. Ini sampai Juni 2021 penurunan sekitar  1 meter, setelah hitung setiap bulan rata-rata 0,5 cm," kata Kepala UPTD Pengelola Pompa Banjir Wilayah Tengah II Semarang, Yoyok Wiratmoko, kepada RMOL Jateng saat menunjukkan alat ukur, Sabtu (7/8).

Yoyok mengatakan jika gedung utama dirumah pompa tidak akan mengalami penurunan karena pondasinya ditanam pada bagian tanah yang keras. Sehingga saat muka tanah turun perlahan, bangunan disekitar gedung utama bahkan jalan didepan gedung terlihat mengalami penurunan.

"Ini dulunya sejajar dengan paving-paving di sini, sekarang ambles. Ya amblesnya ini bertahap tidak langsung, dan penurunan tanahnya terbilang cukup tinggi," bebernya.

Penurunan muka tanah terlihat jelas di RW 15 Kelurahan Tanjungmas, Kecamatan Semarang Utara. Dari pantauan lapangan, terlihat banyak rumah yang sengaja dibuat lebih tinggi dari jalan. Namun ada juga rumah-rumah yang hanya lantai rumahnya saja yang ditinggikan sehingga rumah terlihat pendek.

Salah satunya adalah rumah milik ketua RW 15, Slamet Riyanto yang terlihat pendek. Bahkan lantai dua bangunan rumah milik Slamet sudah hampir sama dengan tinggi jalan didepannya.

"Yang saya rasakan wilayah kita memang ada penurunan tanah. Ini kan rumah mertua, dulu ketinggian (lantai pertama) hampir 2 meter," kata istri Slamet, Sri Wahyuni.

Karena hampir setiap hari mengalami rob atau terkena air pasang, rumah Slamet kemudian harus menyesuaikan kondisi seperti harus memasang tanggul didepan rumah agar air rob tidak masuk kedalam rumah, hingga memindahkan meteran listrik dan saklar ketempat yang lebih tinggi 

"Kalau kekhawatiran ada tapi mau bagaimana lagi dari kecil banyak yang tinggal di sini, kayak suami saya dari lahir di sini sudah adaptasi, mau bagaimana lagi," ungkapnya.

Menurutnya, Pemkot Semarang sempat meninjau di lingkungan rumahnya, dan mengatakan akan memasang sabuk pantai lagi. "Ya, mudah-mudahkan segera terlaksana aja, biar air rob ga masuk lagi," harapnya.