Tujuh tahun lalu, sekitar 2014, menjadi momen yang tidak terlupakan bagi Muslihun (42) warga kelurahan Kauman, Kecamatan Batang.
- Warga Kudus Dihantui Ancaman Stroke, Penyebab Kematian Terbesar di Kota Kretek
- Dukung Program Pemerintah, PT SAMI Salurkan CSR Melalui Program Donasi JKN
- Tak Batalkan Puasa, Ini Tips Donor Darah Yang Aman
Baca Juga
Anak keduanya yang kala itu berumur enam bulan divonis dokter mengidap penyakit genetik Thalasemia.
Thalasemia adalah kelainan darah yang membuat penderitanya mengalami anemia atau kurang darah.
Para pengidap Thalasemia berat atau mayor harus menjalani transfusi darah setiap bulannya seumur hidup. Hal itulah yang harus dihadapi sang anak sepanjang hidupnya.
"Saya ingat waktu itu anak saya panas. Saya kira hanya panas biasa. Dokter umum waktu itu langsung menyarankan ke dokter spesialis," kata ayah tiga anak itu di RS QIM sembari menemani anaknya transfusi darah, Senin (30/8).
Ketika itu, dokter spesialis menyarankan untuk menguji darah anaknya ke laboratorium karena kulit anaknya pucat.
Muslihun hanya memegang uang Rp 300 ribu, saat periksa ke dokter spesialis hingga diminta untuk uji laboratorium.
Tidak berhenti di situ, ketika hasil lab keluar, ia pun kembali ke dokter spesialis yang menyarankan anaknya harus segera dirawat di rumah sakit.
"Saat itu ketahuan HB anak saya hanya 4, padahal anak-anak normal lainnya 11. Ketika itulah anak saya ketahuan mengidap Thalasemia," ujarnya.
Ia bersama sang istri pun segera ke rumah sakit umum daerah (RSUD) Batang. Tetapi, saat itu ruang perawatan kelas biasa penuh dan hanya tersisa kelas VIP.
Tanpa pikir panjang, meski saat itu tidak punya uang, Muslihun nekat memasukkan anaknya ke rumah sakit. Baginya, anaknya harus dirawat terlebih dahulu.
"Saat itu kami (keluarga) benar-benar tidak punya uang. Belum terpikir bagaimana cara cari uang untuk membayar saat perawatan selesai," tutur pria kelahiran Purbalingga itu.
Daftar BPJS Kesehatan
Saat mendaftarkan sang anak untuk menjalani perawatan, ada seorang perawat yang bertanya apakah anaknya punya BPJS? Saat itu, memang hanya dirinya yang punya BPJS Kesehatan dari kantornya.
Kata perawat, lanjutnya, saat itu pemerintah sedang menggencarkan pendaftaran BPJS Kesehatan. Bagi yang baru mendaftar bisa langsung dipakai.
"Saya pun menuruti saran dari perawat tersebut dan mendaftarkan anak saya, dan benar saat itu BPJS bisa langsung dipakai. Saya pun memutuskan untuk mendaftarkan anak saya di kelas I dengan iuran Rp 60 ribu," kenangnya dengan mata berair.
Saran itu ternyata terbukti, biaya perawatan anaknya ditanggung sepenuhnya oleh BPJS. Ia pun lebih tenang karena anaknya sudah dirawat dan biaya sudah ditanggung.
Tidak butuh waktu lama, ia pun langsung mendaftarkan istri serta anak sulungnya menjadi peserta BPJS Kesehatan.
"Kita tidak tahu kapan datangnya sakit, meski tetap berdoa jangan sampai sakit," jelasnya.
Tujuh tahun berlalu, hingga saat ini, Muslihun dan sang anak tetap melakukan transfusi darah tiap bulan untuk perawatan Thalasemia. Seluruhnya ditanggung BPJS Kesehatan.
Beberapa kali anaknya juga terpaksa di ruangan dengan kelas di atas iuran BPJS Kesehatan, tapi tidak begitu memberatkan. Ia ingat hanya pernah menambah biaya di luar tanggungan BPJS Kesehatan sekitar Rp 100 ribuan. Tidak lebih dari Rp 200 ribu.
Turun Kelas dan Digital
Datangnya pandemi COvid-19 ternyata berdampak pada pendapatannya. Pada 2020, ia pun memutuskan untuk menurunkan kelas BPJS Kesehatan keluarganya menjadi kelas II, seperti miliknya.
"Iya, saya terpaksa menurunkan kelas karena pandemi COvid-19 turut mempengaruhi ekonomi kami. Meski begitu, saya tidak pernah merasakan perbedaan pelayanan, kami tetap dilayani dengan perawatan yang sama seperti sebelumnya," ujarnya.
Seiring berkembangnya teknologi, Muslihun pun memilih memproses penurunan kelas BPJS Kesehatan secara online melalui aplikasi Mobile JKN-KIS
Selain ingin mencoba layanan online, masa pandemi Covid-19 juga membuatnya ragu serta waswas jika mengurus langsung ke kantor BPJS. Apalagi saat itu kurva penyebaran virus Covid-19 di Kabupaten Batang sedang melonjak.Di sisi lain, Muslihun juga tidak ingin membawa virus Covid-19 ke rumah karena sang anak punya komorbid.
"Ternyata mengurus turun kelas lewat online pun bisa. Lalu saya ingat, orangtua saya di Purbalingga juga belum mendaftar BPJS Kesehatan. Akhirnya, saya pun mencoba mendaftarkan orangtua saya lewat online juga tepat sebulan lalu," ceritanya.
Berbeda penurunan kelas melalui aplikasi Mobile JKN, ia memproses pendaftaran kepersertaan kedua orangtuanya melalui aplikasi WhatsApp Pandawa (Pendaftaran Administrasi Melalui WA) Pekalongan.
Seluruh proses pendaftaran dipandu melalui aplikasi itu. Ia hanya perlu menyertakaan foto KK, foto orangtua, dan foto KTP.
Tidak butuh waktu lama, proses pendaftaran itu hanya butuh waktu satu jam. Ia cukup mengikuti instruksi yang tertera di chat itu.
Bahkan pada Jumat (20/8), ia mulai membayar iuran pertama BPJS Kesehatan kedua orangtua.
"Cuma modal gadget saja dan menjawab lewat WA, tak perlu kemana-mana, tak perlu juga ke kantor BPJS Kesehatan. Jujur saja, perkembangan teknologi benar-benar mempermudah saya. Selain itu, fungsi utama BPJS Kesehatan sebagai asuransi kesehatan benar-benar terbukti, dan saya mengalaminya sendiri," pungkasnya.
Tren Berubah
Kepala BPJS Kesehatan Cabang Pekalongan, Dwi Hesti Yuniarti mengatakan, ada perubahan tren dalam kegiatan peserta mengakses layanan BPJS Kesehatan. Kini, mayoritas peserta mengurus layanan BPJS Kesehatan melalui online.
"Layanan tatap muka di kantor cabang sehari paling 20 orang. Sedangkan layanan online mencapai 100 orang yang cukup membuat kami kewalahan," kata Hesti.
Ia bahkan menyebut layanan tatap muka sebelun pandemi pun hanya menyentuh maksimal 80 orang per hari. Baginya, pandemi Covid-19 terbukti memaksa orang untuk belajar dan menggunakan teknologi.
Hesti melansir data layanan online melonjak sejak Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat berlaku pada 3 Juli 2021 lalu. Kantornya mencatat penurunan jumlah layanan tatap muka hingga 75 persen dibanding bulan sebelumnya.
Berbanding terbalik, layanan non tatap muka melalui Pandawa mencatat kenaikan hingga 10 kali lipat dibanding bulan sebelumnya. Hal itulah bukti tren pelayanan kantor BPJS Kesehatan Cabang Pelayanan berubah drastis.
"Kalau lewat online kan tinggal duduk sambil bermain hape, para orangtua pun juga bisa dibantu orang terdekatnya," tuturnya.
- Horeee..Cukup dengan KTP, Warga Pekalongan Bisa Berobat Gratis
- Pemkab Rembang Pastikan BPJS Kesehatan Warga Kurang Mampu Kembali Aktif
- Sekitar 40 Ribu Kepesertaan BPJS Warga Rembang Dinonaktifkan