Ditemukannya fakta tentang tidak adanya layanan pemungutan suara di seluruh Rumah Sakit (RS) di Salatiga, ditanggapi Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Salatiga, Yesaya Tiluata. Kepada RMOLJATENG, Yesaya mengaku semua terbentur regulasi yang telah dibuat KPU RI.
- Dugaan Pidana Pemilu Anggota DPR RI, Bawaslu Batang Klarifikasi, Lanjut ke Kepolisian
- Polres Wonogiri Kawal dan Amankan Proses Rekapitulasi Pemilu 2024 di KPU
- Rekapitulasi PPK Selesai, Polisi Kawal Pengembalian Logistik Ke Gudang KPU Karanganyar
Baca Juga
"Kita bekerja di bawah ini semua berdasarkan regulasi. Kalau pun memang kita mau seenaknya saja, ya di tanggal 10 atau beberapa hari bisa dilakukan pendataan pindah memilih," ungkap Yesaya, Jumat (16/02) pukul 17.00 WIB.
Berdasarkan regulasi KPU RI, ujar dia, seluruh warga negara dalam kondisi tertentu seperti berada di rumah sakit, di tahanan Polres, dan untuk yang sedang bertugas dalam bencana alam, didata paling lambat di H-7.
Dimana, pada tanggal 6 Agustus 2024 KPU Salatiga khususnya, kembali berkoordinasi lagi untuk mendata apakah ada potensi yang akan melakukan layanan pindah milih di RS di Salatiga.
Pada kenyataannya, aku Yesaya, semuanya nihil karena pada saa itu tidak ada pasien atau keluarga yang akan melakukan layanan pindah memilih.
"Tentu tidak ada yang menduga, karena tanggal 7 Februari 2024 itu batas akhir layanannya pindah memilih berkaitan dengan surat suara. Sehingga tanggal 7 itu juga, (layanan pindah memilih-red) sudah ditutup," terangnya.
Baru kemudian, pada tanggal 9 Februari 2024 diketahui pasien baru masuk rumah sakit.
"'Kan tidak ada yang bisa memprediksi (kapan pasien akan opname-red), namun data pindah memilih di rumah sakit kalau sudah tidak dapat dilakukan," imbuhnya.
Pada kenyataannya, di Salatiga ada 11 pegawai Kejaksaan mengurus pindah memilih dengan rekomendasi Surat Penugasan (SK) Penugasan. Menurut Ketua KPU tersebut, tanpa SK Penugasan KPU Salatiga juga tidak bisa melakukan proses pindah memilih.
"Kita tidak bisa berbuat apa-apa, karena memang regulasinya seperti itu semua berdasarkan KTP," pungkasnya.
Jika hanya modal KTP saja, ia beranggapan ketersediaan surat suara di Salatiga ini akan tidak memadai.
Mahasiswa yang punya hak memilih, dan tidak memilih di kampung halamannya, sesungguhnya bisa mencoblos di Salatiga dengan cara yang bisa disederhanakan. Namun dikhawatirkan penyederhanaan ini bisa menggugurkan hak politik masyarakat lain karena mahaasiswa yang bersangkutan sudah terdata di Daftar Pemilih Tetap (DPT) asal.
"Begitu juga orang Salatiga di luar sana juga ada mekanismenya Standard Operating Procedures (SOP) dan ini KPU sudah menjalankannya," lanjut Yesaya.
Sebenarnya bisa juga KPU melayani H-2 untuk pindah memilih saat mengetahui yang bersangkutan masuk perawatan di RS, namun kembali lagi Yesaya menegaskan ketentuan regulasi dari KPU RI tentang H-7.
"Semata-mata untuk mengatur ketersediaan surat suara antara satu kota dengan kota yang lain kabupaten lainnya walaupun secara ketersediaannya berbeda-beda," imbuhnya.
- Rama-Yuni Daftar Ke KPU Salatiga Dihantar Dewan Syuro dan Mustasyar
- Pendaftaran Via Aplikasi Silon Kada, KPU Siapkan Genset Jika Tiba-tiba Listrik Padam
- KPU Salatiga Tunjuk RS Dr. Moewardi Solo Tempat Rujukan Pemeriksaan Pasangan Calon Wali Kota