Keterbukaan Rest Area Tol Perlu Sosialisasi, Daerah Harus Kreatif dan Sigap

Jalan Tol, Simpang Susun Salatiga. Istimewa/RMOLJawaTengah
Jalan Tol, Simpang Susun Salatiga. Istimewa/RMOLJawaTengah

SEMARANG – Pemerintah daerah dituntut kreatif dan sigap memanfaatkan kehadiran tol di wilayahnya untuk mendongkrak kesejahteraan warga.


Kehadiran tol bisa menjadi berkah kalau daerah cermat mengikuti perkembangan regulasi yang ada. Demikian dikatakan Pakar Transportasi yang juga Wakil Ketua Umum Pemberdayaan dan Penguatan Wilayah MTI (Masyarakat Transportasi Indonesia), Djoko Setijowarno, kepada rmoljawatengah.id, Sabtu (22/06).

Kreativitas dan kesigapan menjadi kata kunci pemanfaatan infrastruktur yang ada, supaya dampak buruk dan efek yang merugikan dari kehadiran jalan tol di daerah seperti bergugurannya bisnis kuliner, toko milik masyarakat dan bengkel serta UMKM lainnya di Jalur Jalan Nasional (Non-tol) Pantura Jawa.

Regulasi jalan tol yang semula tidak ramah terhadap warga sekitar, sekarang mulai terbuka dengan terbitnya Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Permen PUPR) Nomor 28 Tahun 2021 tentang Tempat Istirahat dan Pelayanan Pada Jalan Tol yang memperbolehkan akses ke TIP (Tempat Istirahat dan Pelayanan) atau rest area tol terkoneksi dengan jalan desa.

Lahirnya Permen PUPR 28/2021 mengubah ketentuan sebelumnya yaitu Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 10 /PRT/M/2018 tentang Tempat Istirahat dan Pelayanan Pada Jalan Tol yang membatasi rest area dari koneksitas.

Dengan ketentuan baru, rest area tol diperbolehkan membuka pintu belakang sehingga warga sekitar yang memiliki usaha dan beraktivitas di TIP Tol tidak perlu lagi melalui pintu tol untuk masuk dan keluar ke rest area.

“Sisi belakang boleh dihubungkan dengan jalan desa, dan dimungkinkan diakses dengan kendaraan kecil untuk keperluan masyarakat, namun tidak terkoneksi langsung. Boleh ada tempat parkir motor dan mobil, tapi tertutup, tidak ada akses untuk masuk area tol,” Djoko yang juga dosen Fakultas Teknik Unika Soegijaprana ini menegaskan.

Pemahaman berbeda ditangkap seorang pengelola rest area tol yang mengartikan bahwa Peraturan Menteri baru tersebut masih melarang mobil kecil berada di area TIP. Menurut dia, yang diperbolehkan hanya sepeda motor, dan akses jalannya pun jalan kecil.

Kebijakan baru tersebut baru sekedar untuk memudahkan pekerja rest area saja, sehingga tak perlu naik mobil melalui pintu masuk tol hanya untuk menuju tempat kerja. “Roda empat tidak diperbolehkan,” tutur sosok yang tidak ingin namanya disebut.

Perubahan kebijakan TIP Tol menjaid inklusif, menurut seorang pengelola ruas tol di Trans Jawa, membutuhkan sosialisasi yang memadai, khususnya kepada pemerintah daerah agar memanfaatkan peluang ini secara maksimal untuk meningkatkan perekonomian warga. Dicontohkan di ruas tol yang dikelolanya belum ada rest area yang memiliki akses ke jalan desa. Dia menduga, karena banyak yang belum tahu ada kebijakan baru.

Kesigapan memanfaatkan peluang baru dengan kehadiran jalan tol, sebenarnya bukan hanya dengan memanfaatkan TIP yang ada di dalam lintasan tol, tapi bisa dengan membuka rest area khusus di dekat pintu masuk dan keluar tol.

Djoko Setijowarno mencontohkan keberhasilan masyarakat di pintu keluar dan masuk Tol Salatiga di Tingkir yang membuka restoran dan tempat penjualan oleh-oleh dengan ruang parkir yang memadai, layak menjadi model pengembangan ekonomi rakyat.

Dia menyarankan Pemda bersama para pemilik kuliner, toko kelontong, bengkel dan pedagang oleh-oleh mengembangkan usaha di dekat pintu masuk dan keluar tol.

“Di luar negeri, rest area yang ramai justru yang ada di dekat pintu keluar dan masuknya tol,” tukas Djoko.