Koordinator Percepatan Penanganan Stunting, Muthoin, mengatakan kasus Stunting pada anak bukanlah aib bagi keluarga.
- Ribuan Pelajar di Salatiga Meriahkan Pawai Ta'aruf Tahun Baru Islam
- Pemkab Semarang Belum Setujui Pembebasan Tanah untuk Exit Tol Patimura
- 21 Formasi CPNS di Salatiga Tidak Ada Pelamarnya
Baca Juga
"Pemahaman, sosialisasi serta pengertian menjadi pekerja rumah bagi semua pihak," kata Muthoin kepada wartawan di Salatiga, Minggu (31/10).
PR bukan hanya pemerintah saja, tapi juga pihak swasta harus ikut terlibat dan perhatian. Bahkan, masyarakat dan Perguruan Tinggi (PT) pun, turut sadar dan peduli terkait Stunting
"Jadi, Stunting bukan aib. Karena ini perlu pemahaman. Bagaimana Stunting juga karena sakit. Kalau malu, itu kegagalan semua pihak," tandasnya.
Mengutip dari 'Buletin Stunting' yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan RI, Stunting adalah kondisi yang ditandai ketika panjang atau tinggi badan anak kurang jika dibandingkan dengan umurnya.
Atau dengan kata lain, Stunting adalah kondisi di mana anak mengalami gangguan pertumbuhan sehingga menyebabkan tubuhnya lebih pendek ketimbang teman-teman seusianya dan memiliki penyebab utama kekurangan nutrisi.
Muthoin tak menampik, faktor keluarga miskin juga menjadi pemicu munculnya kasus Stunting.
Ia juga menekankan, pertumbuhan anak tidak hanya dilihat dari berat badan, tetapi juga tinggi. Pasalnya, tinggi badan anak termasuk faktor yang menandai Stunting dan menjadi penanda apakah nutrisi anak sudah tercukupi atau belum.
Anak masuk ke dalam kategori Stunting ketika panjang atau tinggi badannya menunjukkan angka di bawah -2 standar deviasi (SD). Terlebih lagi, jika kondisi ini dialami anak yang masih di bawah usia 2 tahun dan harus ditangani dengan segera dan tepat.
"Banyak yang tidak tahu kalau anak pendek adalah tanda dari adanya masalah gizi kronis pada pertumbuhan tubuh si kecil. Hanya saja, perlu diingat bahwa anak pendek belum tentu Stunting, sedangkan anak Stunting pasti terlihat pendek," ungkapnya.
Lebih jauh ia menerangkan, tubuh pendek pada anak yang berada di bawah standar normal merupakan akibat dari kondisi kurang gizi yang telah berlangsung dalam waktu lama.
Hal tersebut yang kemudian membuat pertumbuhan tinggi badan anak terhambat sehingga mengakibatkan dirinya tergolong Stunting.
"Namun, anak dengan tubuh pendek belum tentu serta merta mengalami Stunting. Kondisi ini hanya terjadi ketika asupan nutrisi harian anak kurang sehingga memengaruhi perkembangan tinggi.
Sebagai informasi, penilaian status gizi dengan standar deviasi tersebut biasanya menggunakan grafik pertumbuhan anak (GPA) dari WHO.
- Ribuan Pelajar di Salatiga Meriahkan Pawai Ta'aruf Tahun Baru Islam
- Pemkab Semarang Belum Setujui Pembebasan Tanah untuk Exit Tol Patimura
- 21 Formasi CPNS di Salatiga Tidak Ada Pelamarnya