Kasus Hibah KONI Kudus Bukan Ranah Tipikor tapi Perdata, Ini Penjelasan Kuasa Hukum Terdakwa

 Kasus korupsi dana hibah KONI Kudus menyeret mantan ketua KONI Imam Triyanto memasuki persidangan di Pengadilan Tipikor di Semarang. Istimewa
Kasus korupsi dana hibah KONI Kudus menyeret mantan ketua KONI Imam Triyanto memasuki persidangan di Pengadilan Tipikor di Semarang. Istimewa

Kasus korupsi dana Hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kabupaten Kudus yang menyeret Imam Triyanto mantan ketua KONI sebagai terdakwa, dinilai bukan masuk ranah tindak pidana korupsi (Tipikor) melainkan keperdataan


Penegasan itu diungkapkan Ahmad Triswadi selaku penasehat hukum terdakwa Imam Triyanto. Paparan ringkasan isi eksepsi itu ia bacakan dihadapan majelis hakim dalam lanjutan sidang di Pengadilan Tipikor Kota Semarang dengan agenda pembacaan dakwaan, eksepsi dan tanggapan.

Ahmad Triswadi mengatakan, pada intinya kasus dana hibah KONI Kudus itu bukan masuk ranah tipikor melainkan keperdataan. Namun jika ada penyelewengan, maka ranahnya ke pidana umum penggelapan atau penipuan.

“Hubungan hibah ini kan keperdataan, KONI bukan lembaga Negara dan hanya mitra pemerintah yang diberi mandat mengangkat kegiatan olahraga. Sekali lagi bukan tidak pidana korupsi,” ujar Triswadi, Jumat (07/06).

Menurut Triswadi, hal itu sudah menjadi baku. Hanya saja banyak pihak yang belum tahu bahwa yang berwenang secara konstitusional untuk menetapkan ada atau tidak adanya kerugian keuangan negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Sedangkan instansi lainnya seperti Badan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Inspektorat, Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), kata Triswadi, tetap berwenang melaksanakan pemeriksaan dan audit terhadap pengelolaan keuangan negara.

“Meski bisa mengaudit, namun instansi tersebut tidak berwenang menyatakan atau me-declare adanya kerugian keuangan negara,” tegasnya.

Triswadi menjelaskan, hibah adalah sebuah proses keperdataan dan uang yang dihibahkan dari keuangan negara (Pemkab Kudus) adalah proses yang terputus. Sehingga keuangan dimaksud sudah berubah kepemilikan menjadi keuangan KONI atas proses hibah bersangkutan.

Karena itu, lanjut Triswadi, proses hibah bersangkutan adalah berada pada ranah hukum perdata. Namun jika terjadi penyelewengan atas dana KONI tersebut, maka akan diproses melalui ranah hukum pidana yang bersifat umum dan bukan pada ranah pidana khusus atau dalam hal ini berdasarkan regulasi tentang tindak pidana korupsi.

Triswadi menambahkan, jika ada kewajiban pembuatan laporan pertanggungjawan (LPJ) atau laporan lain bersifat periodik dari penerima hibah kepada pihak pemberi hibah adalah semata-mata kewajiban administratif.

“Jika ada kesalahan dari aspek itu, maka lebih kepada situasi maladminiatrasi,” pungkasnya.

Terpisah, Kasusbi Penyidikan Bidang Tindak Pidana Khusus pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Kudus, Haris Abdur R mengatakan, kasus hibah dana KONI Kudus sudah memasuki agenda tanggapan.

“Insyaallah minggu depan putusan sela majelis hakim Pengadilan Tipikor atas eksepsi terdakwa Imam Triyanto yang direncanakan akan berlangsung pada Rabu (12/6) mendatang,” ujar Haris bersama jaksa penuntut umum (JPU) atas kasus tersebut, Bambang Sumarsono, Kamis (6/6).

Dalam tiga persidangan sebelumnya, kata Haris majelis hakim telah memberikan kesempatan kepada kuasa hukum terdakwa menyampaikan eksepsinya.

Setelah itu, JPU telah memberikan tanggapannya atas eksepsi yang disampaikan oleh kuasa hukum terdakwa. Dalam eksepsi yang disampaikan terdakwa, ada sejumlah hal disimpulkan jaksa penuntut umum.

Diantaranya terkait typo dalam penulisan, kompetensi absolut, dan menilai bahwa kasus yang menjerat Imam termasuk hukum perdata, bukan tindak pidana korupsi.

Menurut Haris, eksepsi yang menyatakan tindakan Imam bukan termasuk tindak pidana korupsi adalah pendapat yang mengada-ada. Sebab uang yang digunakan terdakwa Imam jelas-jelas uang negara.

“Untuk saat ini pihak JPU menunggu hasil keputusan dari majelis hakim mengenai eksepsi yang telah disampaikan pihak terdakwa. Selebihnya keputusan pada hakim, apakah eksepsi diterima atau ditolak,” terangnya.

Untuk diketahui, Kejaksaan Negeri Kudus telah menerima uang pengembalian atas kasus Imam sebelum diserahkan ke kas negara. Totalnya Rp 830 juta dari beberapa pihak, serta 2 unit mobil Toyota Kijang Innova dan Toyota Avanza dengan total kerugian negara yang diduga dilakukan terdakwa sebesar Rp2,3 miliar.