Karyawan Sritex Tolak Going Concern Dan Meminta PHK

Konferensi Pers Tim Kurator Kepailitan PT Sritex. Dokumentasi
Konferensi Pers Tim Kurator Kepailitan PT Sritex. Dokumentasi

Semarang - Keputusan pailit terhadap empat perusahaan yaitu PT Sri Rejeki Isman (Sritex) Tbk, PT Primayudha, PT Bitratex Industries, dan PT Pantja Djaya, yang tergabung dalam Grup Sritex telah resmi diketok Pengadilan Niaga Jawa Semarang, pada 21 Oktober 2024.

Menindaklanjuti Keputusan tersebut, Pengadilan Niaga menunjuk tim kurator untuk melanjutkan penyelesaian kasus dengan total tagihan utang mencapai lebih dari Rp32 triliun ini.

Tim kurator yang terdiri dari Denny Ardiansyah, Nurma C.Y. Sadikin, Fajar Romy Gumilar, dan Nur Hidayat mengambil langkah kongkrit dengan menggelar konferensi pers di All Stay Hotel Semarang, Senin (13/01).

Denny Ardiansyah menekankan bahwa going concern bukanlah pilihan yang tepat untuk melanjutkan operasional pabrik yang sudah tidak menguntungkan tersebut.

Denny menyatakan kekhawatirannya terhadap pertanggungan yang makin besar setelah melihat hasil pelaporan keuangan yang pada bulan Juni sudah menunjukkan kerugian yang sangat besar.

“Dari laporan bulan Juni jelas terlihat bahwa proses produksi dan penjualan dari para debitur ini mengalami kerugian yang sangat besar. Siapa yang akan menanggung?" ungkapnya.

Sedangkan Nurma menyampaikan bahwa langkah pemberesan merupakan langkah yang tepat, mengingat besarnya beban hutang yang harus ditanggung dengan ekuitas dan aset perusahaan.

“Perusahaan afiliasi Sritex Group yang mendaftarkan tagihan sebesar Rp1,2 triliun akan menambah beban utang Rp32,6 triliun yang telah ada,” ujarnya.

Untuk itulah tim kurator saat ini memilih untuk memfokuskan perhatian pada penanganan aset terlebih dahulu sebelum menyusun formulasi dan rencana penerapan pemutusan hubungan kerja (PHK) yang tidak mengabaikan hak-hak para buruh.

Nurma juga menyebut adanya kesulitan untuk menguasai seluruh aset PT Sritex karena adanya intervensi yang menghambat tugasnya. "Yang penting kami usahakan untuk mengamankan terlebih dahulu aspek pailitnya,” jelasnya.

Total karyawan dari Grup Sritex mencapai 11.271 orang, namun Nurma menyatakan belum mengetahui jumlah pasti karyawan yang akan terdampak PHK, karena belum adanya data yang jelas.

Sementara, Nanang Setiyono, Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) menyatakan bahwa sebagian besar karyawan PT Bitratex Industries sepakat untuk meminta PHK, dengan harapan dapat menerima hak-haknya dengan layak.

“Meski diberikan kesempatan going concern, kami menyakini tetap tidak akan dipekerjakan lagi, karena sejak tahun 2022, sebelum dipailitkan, PT Bitratex telah memPHK 50% dari jumlah karyawan,” jelas Nanang yang telah bekerja sejak 1992 ini.

Menurut Nanang, keputusan yang mereka ambil telah mempertimbangkan baik aspek yuridis mau pun sosiologisnya.

Sedangkan tim kurator mengungkapkan hal yang melatarbelakangi keputusan seluruh karyawan PT Bitratex untuk meminta PHK. Bahkan mereka juga menolak mekanisme going concern yang berusaha menghidupkan kembali operasional perusahaan, karena dinilai tidak sesuai dengan undang-undang.

“Sejak tahun 2022 pekerja telah dirumahkan secara bergiliran. Kemudian, sejak tahun 2024 semua pekerja dirumahkan tanpa uang tunggu, sebelum akhirnya dinyatakan pailit,” jelas Denny.