Jika Pilpres Calon Tunggal, Sebaiknya Parpol Tarik Diri Dari Pemilu

Calon tunggal yang muncul dalam Pilpres 2019 tidak serta-merta terpilih secara aklamasi sebagai pemenang. Tetap ada proses pemilihan yang harus dilewati dan bisa dinyatakan menang jika mampu mengalahkan kotak kosong.


Sekjen DPP Partai Demokrat Hinca Pandjaitan menjelaskan bahwa dalam pasal 6A ayat (3) UUD 1945 mengamanatkan bahwa paslon dinyatakan terpilih sebagai presiden dan wakil presiden jika mendapatkan lebih 50 persen dari jumlah suara pemilu, dengan sedikitnya 20 persen setiap provinsi yang tersebar lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia.

Artinya Pemilihan Presiden tetap harus dilaksanakan walau hanya terdapat satu paslon yang ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Dengan catatan harus melawan kotak kosong," jelasnya dalam akun Twitter pribadi, Jumat (20/7).

Namun demikian, Hinca menilai bahwa partai yang ada seharusnya malu jika kotak kosong yang akan menjadi penantang petahana di 2019. Sebab, itu berarti partai yang ada tidak mampu menghadirkan tokoh yang mampu menjadi alternatif pilihan rakyat banyak.

Sebaiknya seluruh partai politik menarik diri dari kompetisi pemilu," ujarnya.

Kata Hinca, partai politik secara kelembagaan merupakan sebuah perahu bagi individu yang memiliki cita-cita politik untuk menghantarkan para individu tersebut ke kursi eksekutif maupun legislatif. Sehingga, jika 16 parpol peserta pemilu 2019 melenggangkan calon tunggal berhadapan dengan kotak kosong, maka sejatinya ada yang salah dengan proses demokrasi di negeri ini.

Bukan berarti incumbent dikehendaki secara absolut oleh publik untuk memimpin dua periode jika ia berhasil menjadi kontestan tunggal dalam Pilpres 2019," tukasnya.