Wilayah di Jawa Tengah diperkirakan akan memasuki musim kemarau. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Suharyanto, menyatakan bahwa mulai minggu ketiga bulan Juli 2024, curah hujan di Jawa Tengah hanya mencapai 50 mm, menandakan masuknya musim kemarau.
- Direksi Baru Bank Jateng Janji Naikkan PAD dan Perekonomian Jawa Tengah
- Tampil Spektakuler Parade Seni Budaya Grobogan Pukau Penonton
- Polres Blora Tangkap 3 Pelaku Curanmor di Kudus
Baca Juga
Menurut Suharyanto, meskipun tidak ada fenomena El Nino, bencana kekeringan di Jawa Tengah tetap berpotensi terjadi.
"Meskipun awal hingga pertengahan tahun bencana di Jawa Tengah relatif tidak banyak, kita harus tetap waspada. Saat ini, 30 daerah telah menetapkan status siaga darurat kekeringan dan kebakaran hutan serta lahan," ujar Suharyanto usai Rapat Koordinasi Siaga Kekeringan bersama BNPB di Gedung Gradhika Bhakti Praja, Semarang, Selasa (23/7).
Dia menjelaskan bahwa pada tahun 2023 lalu, kekeringan dan kebakaran hutan, gunung, serta tempat pembuangan akhir sampah terjadi di Jawa Tengah.
Pemerintah telah mengantisipasi potensi bencana tersebut dengan berbagai upaya, termasuk menyalurkan bantuan dari BNPB kepada 30 kabupaten/kota di Jawa Tengah berupa peralatan dan anggaran operasional. BNPB dan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah juga akan membantu distribusi air bersih dan penggalian sumur tersier agar kebutuhan air di musim kemarau teratasi.
"Kami sepakat akan memberikan bantuan distribusi air untuk daerah yang membutuhkan," janji Suharyanto.
Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Tengah, Nana Sudjana, membenarkan bahwa sebanyak 30 pemerintah kabupaten/kota di Jawa Tengah telah menetapkan status siaga darurat kekeringan. "Saat ini, lima kabupaten/kota belum menetapkan status darurat kekeringan karena kondisinya masih aman," kata Nana.
Nana menjelaskan bahwa sesuai data per 22 Juli, upaya droping air bersih sudah dilakukan di 10 kabupaten/kota. Rinciannya, 25 kecamatan dan 33 desa terdampak kekeringan telah menerima air bersih, dengan total penerima mencapai 8.637 kepala keluarga atau 26.725 jiwa.
Berdasarkan prakiraan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), musim kemarau tahun 2024 ini akan lebih basah dan pendek dibandingkan tahun 2023, dengan puncaknya di bulan Juli.
Meskipun demikian, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah tetap mengambil langkah-langkah antisipasi. Upaya tersebut meliputi menerbitkan surat edaran tentang antisipasi bencana kekeringan dan kebakaran hutan serta lahan (Karhutla) tahun 2024, mengadakan rapat koordinasi dengan stakeholder, serta melakukan pendataan kesiapan sarana dan prasarana di wilayah kabupaten/kota.
"Tiap tahun kita menghadapi kekeringan dan musim hujan. Dalam menyikapi ancaman kekeringan, kita lakukan rapat koordinasi ini untuk persiapan lebih dini," jelas Nana.
Dalam kesempatan itu, Nana juga mengimbau kepada bupati dan wali kota agar meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi bencana kekeringan dan karhutla, memetakan daerah rawan bencana, serta mengambil langkah-langkah strategis penanganan.
Selain itu, pemerintah daerah diminta memanfaatkan embung, membuat sumur bor, memantau ketersediaan air bersih, mendistribusikan air bersih bagi masyarakat terdampak bencana kekeringan, serta melarang aktivitas penggunaan bahan yang mudah menimbulkan percikan api atau kebakaran. "Ini perlu ada komunikasi dengan instansi terkait lainnya. Tidak mungkin pemerintah bekerja sendiri dalam menangani bencana," imbaunya.
Upaya-upaya tersebut perlu dilakukan, mengingat pada tahun 2023 lalu, 34 kabupaten/kota di Jawa Tengah mengalami kekurangan air bersih saat kemarau.
- Direksi Baru Bank Jateng Janji Naikkan PAD dan Perekonomian Jawa Tengah
- Tampil Spektakuler Parade Seni Budaya Grobogan Pukau Penonton
- Polres Blora Tangkap 3 Pelaku Curanmor di Kudus