Kasus itu terungkap berawal dari informasi masyarakat, jika di Pelabuhan Perikanan Jongor, Kota Tegal, terjadi praktik curang penyalahgunaan BBM bersubsidi.
- Desa Bicak Blora Diproyeksikan Jadi Sentra Alpukat
- Mantap! Sektor Pertanian Demak Peringkat Ke-Empat Se-Jawa Tengah
- Festival Bakar Ikan Nusantara Jadi Salah Satu Jurus Tangani Stunting di Kota Semarang
Baca Juga
BBM jenis solar bersubsidi itu dijual dengan harga berkisar Rp7.500 - Rp7.800 per liter. Padahal harga resmi yang dipatok Pertamina adalah Rp8.000 - Rp9.000 per liter.
"Jadi modusnya, pada malam hari, para pelaku berkeliling membeli BBM di SPBU-SPBU sepanjang pantura dengan harga normal yakni Rp5.150 per liter sebesar Rp300 - 500 ribu menggunakan kendaraan truk dan mobil boks yang sudah dimodifikasi tangkinya. BBM itu kemudian ditampung di satu tempat lalu dijual ke industri dengan harga Rp 7.500 per liter. Jelas ini merugikan negara," ungkap Direktur Polair Korpolairud Baharkam Polri Brigjen M Yassin Kosasih, dalam gelar perkara pengungkapan kasus penyalahgunaan BBM bersubsidi, di Terminal BBM Pertamina, Kota Tegal, Kamis (7/10/2021).
Menindaklanjuti informasi itu, M Yassin Kosasih menjelaskan, Tim Subdit Penegakkan Hukum Ditpolair bersama tim kapal patroli Anis Macan 4002, kemudian melakukan penyelidikan. Selanjutnya, Ditpolair Korpolairud Baharkam Polri memulai pengintaian dan pengamatan selama satu bulan penuh antara 4 Agustus hingga 3 September 2021.
Hasilnya, pada 20 September 2021, dilakukan penangkapan pelaku penyalahgunaan solar bersubsidi di kapal yang tengah berada di Pelabuhan Tegal, Jawa Tengah.
"Saat dilakukan penyelidikan, tim mendapati tiga truk tangki bertuliskan PT Sembilan Muara Abadi Petrolium Gas di Pelabuhan Perikanan Jongor Kota Tegal yang sedang melakukan pengisian solar ke kapal perikanan, KM Mekar Jaya 3," ujar Yassin.
Dari hasil pemeriksaan, solar tersebut berasal dari gudang yang berada di wilayah Bergas Kidul, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang. Gudang ini diketahui dioperasionalkan oleh PT Sembilan Muara Abadi Petrolium Gas sebagai tempat bongkar muat BBM.
"Di gudang itu didapati 22 unit kendaraan tangki dan truk yang sudah dimodifikasi bagian tangkinya agar bisa menampung BBM dalam jumlah banyak," ujarnya.
Yassin membeberkan, dalam menjalankan kejahatannya, pelaku lebih dulu mendatangi sejumlah SPBU untuk membeli solar menggunakan truk dan mobil boks yang sudah dimodifikasi dengan menambahkan tangki di bagian dalamnya. BBM itu kemudian dibawa ke gudang PT Sembilan Muara Abadi Petrolium Gas cabang Semarang dan ditampung di tangki duduk.
Setelah ditampung, BBM tersebut kemudian dipindahkan ke truk tangki milik perusahaan dan dijual kepada konsumen industri di sektor perikanan, di antaranya kapal-kapal perikanan yang berada di Pelabuhan Perikanan Jongor, Kota Tegal.
Dengan menggunakan sejumlah kendaraan yang sudah dimodifikasi, para pelaku bisa membeli solar hingga 20 ton dalam sehari tanpa dicurigai petugas SPBU. Selain dimodifikasi tangkinya, terdapat juga kendaraan yang disulap seperti kendaraan operasional Kantor Pos.
"Kendaraan itu milik pelaku, tapi dibuat seperti kendaraan Kantor Pos untuk mengelabui petugas SPBU saat membeli BBM seperti layaknya pembeli pada umumnya," jelas Yassin.
Menurut Yassin, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 191 tahun 2014, peruntukan konsumen pengguna minyak solar bersubsidi untuk sektor perikanan adalah nelayan yang menggunakan kapal ikan Indonesia dengan ukuran maksimum 30 GT. Namun para pelaku melakukan penjualan BBM jenis solar yang disubsidi pemerintah kepada kapal perikanan dengan GT 138.
"Para pelaku melakukan penyalahgunaan BBM tersebut sejak bulan April sampai dengan September 2021. Selama kurun waktu itu, perkiraan kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp50 miliar" ujarnya.
Dua orang pelaku yakni berinisial AL dan HH ditangkap. Keduanya merupakan kepala cabang dan staf PT Sembilan Muara Abadi Petrolium Gas cabang Semarang, perusahaan yang menjalankan usaha pembelian BBM jenis solar.
Brigjen Pol Muhammad Yassin Kosasih memperlihatkan barang bukti truk yang dipakai oknum untuk mengelabui SPBU ketika membeli BBM bersubsidi.
Saat ini, mereka ditahan di Rumah Tahanan Polres Semarang dan dipindahkan ke Rumah Tahanan Ditpolair Korpolairud Baharkam Polri untuk proses hukum lebih lanjut. Keduanya dijerat dengan pasal 55 Undang-undang Nomor 22 tahun 2001 juncto pasal 55 KUHP. Ancaman hukumannya pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling tinggi Rp60 miliar.
Selain menangkap dua pelaku, sejumlah barang bukti turut diamankan di antaranya 22 unit kendaraan yang terdiri dari 14 unit truk yang sudah dimodifikasi dan delapan truk tangki. Puluhan kendaraan itu digunakan pelaku untuk melancarakan kejahatannya.
Dalam catatan Pertamina, selain kasus tersebut, pada Maret 2021 lalu, Pertamina bersama Ditpolair Korpolairud Baharkam Polri juga telah berhasil menangkap tangan aksi para pelaku mencuri Solar dari Single Point Mooring (SPM) atau tempat bongkar muat BBM tengah laut milik Pertamina di perairan Tuban.
Tidak hanya dengan Ditpolair, sepanjang 2020 -2021, Pertamina juga mencatat ada 5 penangkapan penyalahgunaan Solar Bersubsidi oleh jajaran Polri lainnya mulai Polsek, Polres hingga Bareskrim di wilayah Sumatera Utara, Aceh, dan Sumatera Barat.
Pjs Senior Vice President Corporate Communications and Investor Relations Pertamina Fajriyah Usman, yang dikutip dari laman Pertamina.com, mengatakan, praktek penyalahgunaan dan penimbunan BBM bersubsidi merupakan tindak pidana karena sangat merugikan negara.
Penyalahgunaan BBM bersubsidi tersebut juga menyengsarakan masyarakat, karena aksi penimbunan berpotensi menimbulkan kelangkaan karena volume penyaluran BBM bersubsidi telah dipagu oleh kuota dengan memperhitungkan kebutuhan masyarakat.
Menurut dia, sasaran pengguna BBM bersubsidi telah diatur melalui Peraturan Presiden No 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.
Selain itu, BPH Migas juga mengatur pengendalian BBM bersubsidi melalui SK BPH Migas No 04/P3JBT/BPH Migas/Kom/2020 tentang Pengendalian Penyaluran Jenis Bahan Bakar Tertentu oleh Badan Usaha Pelaksana Penugasan pada Konsumen Pengguna Transportasi Kendaraan Bermotor untuk Angkutan Orang atau Barang.
"Adanya praktek penyalahgunaan semacam ini telah menimbulkan dampak buruk bagi masyarakat terutama pengguna BBM bersubsidi seperti angkot dan nelayan yang dirampas haknya oleh oknum tidak bertanggung jawab, serta mengakibatkan pula subsidi negara tidak tepat sasaran. Pertamina mengapresiasi langkah cepat kepolisian, Anak Perusahaan dan dukungan masyarakat sehingga upaya menindak oknum penyalahgunaan BBM bersubsidi tersebut berjalan lancar," papar Fajriyah Usman.
Fajriyah menambahkan, seiring dengan mulai pulihnya perekonomian dan pertumbuhan sektor industri, Pertamina semakin meningkatkan koordinasi dengan pihak aparat guna memastikan pendistribusian BBM bersubsidi berjalan aman dan sesuai peruntukannya.
91 SPBU Ditindak
Pertamina, melalui Patra Niaga, Sub Holding Commercial & Trading PT Pertamina (Persero), kata Fajriyah, telah melakukan penindakan kepada 91 lembaga penyalur atau SPBU di seluruh Indonesia karena melakukan penyaluran Solar Subsidi tidak sesuai regulasi yang ditetapkan.
"Ini adalah bukti komitmen Pertamina untuk menjaga amanah Pemerintah dalam menyalurkan Solar Subsidi secara tepat sasaran," tegas Fajriyah.
Pertamina mengajak seluruh masyarakat untuk bersama-sama mengawal dan mengawasi penyaluran distribusi BBM bersubsidi, serta apabila menemukan indikasi kecurangan dapat melaporkan kepada aparat kepolisian atau Pertamina Call Center 135.
Kepala Badan Pengatur Hilir Migas (BPH Migas) Erika Retnowati seperti dikutip dari laman bphmigas.go.id menegaskan bahwa pemerintah menjamin ketersediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) hingga ke Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di masyarakat.
Erika menegaskan, sesuai UU No. 22 tahun 2001 tentang Migas, BPH Migas mempunyai tugas untuk melakukan pengaturan dan pengawasan agar ketersediaan BBM yang ditetapkan oleh Pemerintah dapat terjamin di seluruh wilayah NKRI.
Dalam pengaturan ketersediaan dan distribusi BBM, BPH Migas menetapkan kuota Jenis BBM Tertentu (JBT) yaitu solar subsidi dan minyak tanah, dan Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) yaitu premium untuk setiap kabupaten/kota agar BBM subsidi tepat sasaran dan tepat volume kepada masyarakat yang berhak menerima.
BPH Migas selalu melakukan langkah–langkah evaluasi dan monitoring terhadap pengaturan kuota solar bersubsidi. Evaluasi ini dilakukan dengan melibatkan Pertamina dan AKR sebagai pelaksana di lapangan dan juga pemerintah daerah.
Dalam melakukan pengawasan, BPH Migas membuat surat edaran peruntukan bbm subsidi kepada lembaga penyalur untuk dipatuhi dan mendorong digitalisasi SPBU sebagai salah satu sarana monitoring yang dilakukan oleh Pertamina.
Sebagai informasi peruntukan solar bersubsidi hanya untuk transportasi darat berupa kendaraan pribadi TNKB berwarna hitam dengan tulisan putih, kendaraan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB) berwarna kuning dengan tulisan hitam kecuali mobil barang pengangkut hasil perkebunan dan pertambangan dengan jumlah roda lebih dari enam, Ambulance, Mobil Jenazah, Pemadam Kebakaran, Mobil pengangkut sampah, Transportasi Air dengan surat rekomendasi dari SKPD terkait, Sarana Transportasi Laut Kapal Berbendera Indonesia dan Sarana Angkutan Umum berupa kapal berbendera Indonesia, Pelra/Perintis, Sektor Kereta Api melalui penetapan kuota dari Badan Pengatur, Usaha Pertanian, Usaha Mikro, Usaha Perikanan serta Pelayanan Umum berupa Krematorium, Tempat Ibadah, Panti Jompo, Panti Asuhan, Rumah Sakit tipe C dan D dengan Surat Rekomendasi dari SKPD terkait.
“Dalam melakukan pengawasan di lapangan, BPH Migas bekerja sama dengan TNI dan POLRI, kami mengucapkan terima kasih kepada aparat yang membantu penindakan penyalahgunaan solar yang juga menjadi salah satu faktor berkurangnya solar untuk masyarakat yang membutuhkan,’’ tegas Erika.
Area Manager Communication, Relations & CSR Jawa Bagian Tengah Pertamina Patra Niaga, Brasto Galih Nugraha menegaskan, penyalahgunaan dan penimbunan BBM bersubsidi merupakan tindak pidana yang sangat merugikan masyarakat dan negara.
‘’Akibat kasus penyalahgunaan, Pertamina mengalami penurunan penjualan BBM industri karena banyak industri yang memakai BBM ilegal. Penurunan itu mencapai 20 persen dibandingkan pada masa pandemi 2020. Kami mengapresiasi kepolisian yang berhasil menangkap pelaku penyalahgunaan BBM yang menjual BBM subsidi ke industri," tegas Brasto, Senin (15/11/2021).
Brasto menuturkan, volume BBM industri di wilayah Jawa Bagian Tengah (Jateng-DIY) sebesar 338.857 kilo liter (KL) per tahun. Segmen Pasar Gasoil di Regional JBT didominasi oleh segmen Perikanan dengan proporsi 45 persen diikuti dengan segmen Industri dengan proporsi 15 persen. Sedangkan segmen Pasar Fuel oil didominasi oleh segmen Angkutan Laut dengan proporsi 92 persen.
Sementara, alokasi kuota BBM bersubsidi (Premium) yang disalurkan Pertamina tahun 2021 tercatat untuk wilayah Jawa Bagian tengah, tercatat 363.328 kilo liter (KL), perinciannya Jawa Tengah 297.220 KL dan DIY 66.108 KL.
Sikap tegas aparat penegak hukum yang mengungkap berbagai kasus penyalahgunaan BBM bersubsidi, tentu sangat layak diapresiasi. Namun, lebih dari itu, dibutuhkan kesadaran hukum dari masyarakat, khususnya pelaku bisnis penyaluran BBM, untuk tidak memburu rente atau mengejar keuntungan semata dengan merugikan negara dan mengorbankan masyarakat yang seharusnya membutuhkan. Jangan biarkan BBM bersubsidi jatuh tangan para oknum pemburu rente, kepada mereka yang tidak berhak!
- Bukan Orang Miskin, Jangan (Lagi) Membeli LPG Bersubsidi...
- Sampah Hilang, Uang Terbilang
- Pertamina Patra Niaga Datang, Krisis BBM di Karimunjawa Hilang