Jakarta - Indonesia perlu mewaspadai fenomena pengaturan diri sendiri karena kekuatan pasar telah mereproduksi pola kolonialisme digital dimana algoritma dan standar keamanan dikendalikan oleh oligarki teknologi dunia. Alasan yang digunakan fenomena ini adalah tingginya kekuatan pasar.
- Menunggu Dipublikasikannya PP Pelindungan Anak Yang Sudah Disahkan
- Drama Pagar Laut Ilegal: Terpantau Di Langit, Terhalang Di Darat
- Larangan Menerbangkan Balon Udara
Baca Juga
Dalam beberapa sektor di Indonesia, peraturan perundang-undangan telah menyerahkan kekuasaan dan kewenangan untuk mengatur diri sendiri kepada sektor teknologi untuk membentuk organisasi regulatori mandiri (SRO) tertutup.
Salah satu contohnya ada pada Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi dimana pada bagian penjelasan telah disebutkan bahwa sektor telekomunikasi wajib memiliki regulator independen. Bagian ini merupakan pesanan dari pihak WTO (World Trade Organization) untuk memastikan level playing field di antara para operator telekomunikasi. Pada tahun 2003, berdiri Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia atau BRTI dengan para komisionernya yang mewakili masyarakat, akademisi dan pemerintah. Setelah sempat berjalan beberapa tahun, BRTI akhirnya dibubarkan pada tahun 2020 berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112 Tahun 2020.
Ardie Sutedja, pakar cybercrime menyebutkan bahwa sektor internet dan industri keamanan siber yang selama ini dikelola oleh Self-Regulatory Organization (SRO) adalah suatu kartel.
Di bawah kendali SRO yang tidak diawasi secara independen, maka standar keamanan cenderung ditetapkan untuk kepentingan perusahaan besar dunia. Dan hal ini menimbulkan ketergantungan yang berbahaya pada teknologi asing.
Lebih buruk lagi, ketergantungan ini membuka celah eksploitasi data strategis negara.
Ardie mengutip data dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Komdigi dan OECD, INDEF dan berbagai studi baru di bidang ekamanan siber dan ekonomi digital. Di dalam laporan terbarunya BSSN menunjukkan bahwa 70% infrastruktur digital Indonesia mengandalkan solusi keamanan dari 5 (lima) perusahaana asing.
Jelas ketergantungan ini menciptakan resiko sistemik. Suatu kegalan atau manipulasi oleh salah satu dari 5 entitas itu dapat melumpuhkan sistem keamanan nasional secara keseluruhan.
“Kartel teknologi tidak hanya mengendalikan pasar, tetapi juga menghancurkan harapan nasional dan etos kerja. Dengan menguasai infrastruktur digital, platform teknologi global memonopoli akses ke data dan algoritma, sehingga mematikan inovasi lokal,” kata Ardie.
Kartel teknologi tidak hanya mengendalikan pasar, tetapi juga menghancurkan harapan nasional dan etos kerja. Sistem vendor lock-in yang diterapkan oleh perusahaan teknologi besar membuat 60% lulusan teknologi informasi di Indonesia lebih terampil dalam menggunakan perangkat lunak berlisensi asing daripada mengembangkan solusi lokal.
Salah satu dampak dari kartel teknologi adalah kesenjangan ekonomi yang signifikan. Sebagian besar keuntungan dari ekonomi digital Indonesia yang diperkirakan mencapai Rp1.000 triliun pada 2025 justru mengalir ke luar negeri. Kerugian ini jelas menghambat pertumbuhan ekonomi lokal dan memperburuk ketimpangan sosial.
Pada kenyataannya, tingginya biaya sertifikasi keamanan, yang sering ditetapkan oleh SRO, menjadi penghalang bagi perusahaan lokal untuk berekspansi. Startup dan UMKM yang memiliki potensi besar untuk berinovasi di sektor keamanandan ketahanan siber justru terpinggirkan karena tidak mampu bersaing dengan raksasa teknologi.
Solusinya, menurut Ardie, adalah pembentukan dewan pengawas independen yang mengacu kepada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, mendorong inovasi lokal dengan memberikan insentif termasuk insentif pajak, memperkuat peraturan tentang kartel teknologi dan menjatuhkan sanksi ketat (termasuk pajak digital), diplomasi dengan membangun aliansi strategis dengan negara berkembang lainnya (sebagai sesama negara konsumen teknologi).
Pertanyaannya adalah apakah keamanan siber merupakan prioritas dari kementerian teknis dan pemerintah saat ini?
- Kunjungi Dinsos, Wakil Wali Kota Tegal Siap Dampingi Dan Kawal Masyarakat Sampai Tuntas
- Optimalisasi Harkamtibmas Pascaperayaan Lebaran 2025: Jajaran Polres Boyolali Gelar Jumat Curhat
- Jalan Tiga Hari, Program Pemutihan PKB Pemprov Jateng Catatkan Hasil Rp28 Miliar