Ikhtiar Ini Memang Tidak Populer (2)

Oleh : Kepala Kantor Kementerian Agama Demak, M. Afief Mundzir
Istimewa
Istimewa

Tulisan ini disampaikan pada Dialog Revitalisasi Wisata Religi Kabupaten Demak (Renaisance Demak Menapaki Kembali Kejayaan, 28 September 2024)

 Pengantar

Menapaki kembali kejayaan Demak merupakan ikhtiar yang sungguh mulia. Namun dibalik kemuliaan itu pekerjaan, atau agenda ini tidaklah ringan. Ibaratnya ini ‘Legan golek momongan’.

Idiom Jawa itu menggambarkan realitas simbolik, sekaligus menjadi representasi atas fenomena riil yang terjadi di masyarakat. Tetapi sekali lagi, kita perlu kesungguhan, serta keberanian untuk melakukan dan memulainya.

Secara teori, dan kalkulasi manajerial, penataan dan ikhtiar ikhtiar menggaungkan kembali syiar dan melaksanakan ajaran Kanjeng Sunan Kalijaga menjadi keniscayaan yang pasti akan membawa pada ‘’Baldatun Thayyibatun warabbun ghofur’’ atau sebuah negeri yang mengumpulkan kebaikan alam dan kebaikan perilaku penduduknya. (*)

Saat melantunkan kalimat ‘’baldatun toyyibatun warobbun ghofur’’ lidah kita rasanya begitu fasih, artinya selaras dengan jiwa. Karena kalimat tersebut sering disebutkan oleh para ulama atau khatib ketika membawakan ceramah dalam berbagai kesempatan. Kalimat tersebut adalah kalimat yang memiliki makna mendalam dan juga sebagai nasihat untuk seluruh umat Islam.

Dikutip dari buku Kamus Idiom Arab-Indonesia ‘baldatun toyyibatun warobbun ghofur memiliki arti negeri yang baik dan rabb yang maha pengampun. Baldatun toyyibatun warobbun ghofur adalah salah satu kalimat yang muncul dalam pembahasan i’jaz Al-Quran atau cerita masa lalu yang pernah dialami oleh umat masa lalu.

Salah satu kisah yang ada di dalam Al-Quran dalam kisah suatu kerajaan yang dipimpin oleh seorang ratu, kerajaan tersebut bernama Saba sebuah negeri di Syam. Karena istimewa maka nama saba diabadikan dalam sebuah surat di dalam Al-Quran yaitu surat Saba. Di dalam surat tersebut dijelaskan bahwa kerajaan Saba mendapatkan julukan khusus dari Allah SWT dengan baldatun toyyibatun warobbun ghofur.

Kalimat tersebut keluar untuk menyebutkan bahwa negeri saba adalah negeri yang indah dan subur alamnya, selain itu penduduknya juga selalu bersyukur atas nikmat yang mereka terima dari Allah SWT. Berikut surat Saba ayat 15 berikut ini yang dikutip dari Al-Quran :

"Sungguh, pada kaum Saba’ benar-benar ada suatu tanda (kebesaran dan kekuasaan Allah) di tempat kediaman mereka, yaitu dua bidang kebun di sebelah kanan dan kiri. (Kami berpesan kepada mereka,) “Makanlah rezeki (yang dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik (nyaman), sedangkan (Tuhanmu) Tuhan Yang Maha Pengampun." (QS. Saba: 15)

Dari ayat tersebut jelas bahwa kata baldatun toyyibatun warobbun ghofur artinya sangat mendalam mendalam karena bisa menjadi sebuah harapan dan doa agar negara kita menjadi negara yang baik dan seluruh penduduk atau warganya memiliki perilaku yang baik sehingga selalu mendapatkan ampunan dari Allah SWT.

Nukilan di atas, menurut Afief Mundzir menjadi representasi yang pas untuk mengartikulasikan ikhtiar yang perlu ditunaikan kita semua untuk menapaki kembali kejayaan Demak.

Apa yang dungkapkan Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Demak seperti kutipan berikut, ‘’Kalau kita tidak bersungguh sungguh menjaga, merawat dan terus menggaungkan ajaran dari syiar Sunan Kalijaga dan Raden Patah percuma saja, bakar saja Masjid Agung, dan Makam Sunan Kalijaga’, dikandung semangat dengan keyakinan mendalam.

Saat ini, urainya, Demak menjadi ‘jujugan’ para peziarah untuk berziarah, berwasilah ke makamnya menjadi sebuah berkah dengan aliran energi yang luar biasa. Itu artinya apa, maknanya meski telah wafat berabad silam, namun keberkahannya tetap mengalir sampai saat ini.

Berpijak atau menumpukan pada realitas yang terjadi di masyarakat, maka jika kita tidak melaksanakan ajaran ajaran beliau, dengan menjaga, merawat jejak karyanya adalah sebuah kenaifan.

Kemenag Demak, dengan BKM Masjid Agung Demak, bersama Takmir MAD (Masjid Agung Demak) berkomitmen untuk menjadi garda depan terhadap agenda ‘‘Revitalisasi nilai nilai wisata religi dan menapaki kembali kejayaan Demak. ‘’Mengapa saya secara inklusif menyebut BKM dan Takmir Masjid Agung, ya karena ranah itu merupakan teritori Kantor Kemenag Demak,’’ujarnya.

Namun perlu untuk menjadi pemahaman kita semua sesungguhnya agenda dan program tersebut harus menjadi hajad kolektif semua stakeholder di Kota Wali, kota kita tercinta. Sejauh ini yang menjadi tupoksi Kemenag Demak semaksimal mungkin telah dilaksanakan.

‘’Identifikasi dan revitalisasi asset asset dengan menjalin kemitraan bersama Kantor ATR/BPN Demak telah membuahkan kemajuan yang sangat signifikan,’’urainya.

Ke depan Kemenag dengan leading sektor atau kendali BKM  sebagai ujung tombak tetap aktif mengambil prakarsa prakarsa sejalan dengan misi di atas. Pembangunan hall terpadu di Tembiring, sebagai manifestasi pengembangan ‘Segitiga Emas’, yakni menemalikan Masjid Agung Demak dan Makam Sunan Kalijaga (Kadilangu) menjadi program berikut. Berbarengan dengan program ini, penataan parkir, ojek harus dilakukan secara paralel.

“Ini yang kita perlu pahamkan bersama dengan semua pemangku kebijakan. Pentahelix yang menjadi sokoguru dalam agenda besar ini perlu bahu membahu dan saling dukung bersama,’’kata Afief.

Yang dimaksud Pentahelix adalah kolaborasi 5 (Lima Unsur) atau stakeholder pariwisata, yaitu: Academician (Akademisi), Business (Bisnis), Community (Komunitas), Government (Pemerintah) dan Media (Publikasi Media) harus dalam satu komitmen. (bersambung)