Banjarnegara - HIV di era sekarang seharusnya bukan beban, melainkan tantangan yang bisa ditaklukkan. Teknologi kesehatan sudah sedemikan maju, aturan negara sudah lengkap untuk mengawal hidup penderita penyakit tersebut. Namun, satu hal yang masih sulit dilawan bukanlah virusnya, melainkan stigma yang terus dilekatkan kepada penderitanya oleh masyarakat.
- Disdikbud dan Dinkes Batang Intens Pantau Menu MBG
- Akui Peran Bidan Dalam Penurunan AKI Dan AKB, Bupati Sukoharjo Buka Muscab XI IBI
- Dinsos PPPA Banjarnegara Terapkan Lima Langkah Pendampingan Korban KDRT Kutawuluh
Baca Juga
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), stigma adalah ciri negatif yang melekat pada diri seseorang karena pengaruh lingkungan sekitar. Stigma juga dapat diartikan sebagai tanda atau label negatif yang membuat seseorang dianggap tidak pantas atau tidak diinginkan.
Di Indonesia, stigma secara umum adalah label, stereotip, atau pandangan negatif yang disematkan pada seseorang atau kelompok karena karakteristik tertentu, yang dapat menyebabkan diskriminasi dan pengucilan.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Banjarnegara, dr. Latifa Hesti P menyatakan banyak orang masih menyamakan HIV dengan AIDS, padahal keduanya tidak sama. HIV adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh, sedangkan AIDS adalah tahap lanjut dari infeksi HIV yang tidak ditangani dengan baik.
Human Immunodeficiency Virus (HIV) bukan lagi vonis mati. Dengan pengobatan antiretroviral (ARV) yang tersedia luas dan efektif, orang dengan HIV (ODHIV) dapat menjalani hidup sehat, aktif, dan produktif seperti orang lain. Namun, satu hal yang masih menjadi momok besar bagi ODHIV adalah stigma.
Jika seseorang rutin mengonsumsi ARV, virus dalam tubuhnya bisa ditekan hingga tidak terdeteksi, sehingga tidak akan berkembang menjadi AIDS dan tidak menularkan virus ke orang lain.
HIV Tidak Menular Lewat Pelukan, Bersalaman, Bir Liur Atau Makan Bersama
Saat ini masih banyak mitos keliru tentang HIV yang beredar di masyarakat. Salah satunya adalah anggapan bahwa HIV hanya menyerang kelompok 'tertentu' atau akibat dari perilaku menyimpang.
Faktanya, HIV bisa menular melalui berbagai cara yaitu hubungan seksual tanpa kondom, penggunaan jarum suntik tidak steril, transfusi darah yang tidak aman, dan dari ibu ke anak saat proses melahirkan atau menyusui.
Kurangnya edukasi dan penyebaran informasi yang keliru turut memperkuat stigma. Ini berdampak sangat serius dan berakibat tidak hanya secara sosial, tapi juga terhadap upaya pengendalian epidemi HIV. Sayangnya, ketakutan dan kesalahpahaman soal HIV kerap lebih mematikan dibanding virus itu sendiri.
"Virus bisa kukendalikan dengan pengobatan ARV. Tapi rasa takut ditolak, dikucilkan dan dianggap sebagai pembawa penyakit itu jauh lebih sulit," kata salah satu penyandang ODHIV.
Dia menggambarkan bahwa yang terjadi jika penyakitnya sampai diketahui banyak orang, seakan-akan dirinya sudah tidak berhak lagi hidup ditengah masyarakat. "Siapa sih yang ingin seperti ini? Kami seperti ini juga tidak ingin orang lain seperti kami. Kami sakit namun kami masih manusia yang punya hak seperti manusia lainnya," katanya.
Stigma Terhadap ODHIV Berdampak Sangat Serius
Banyak orang enggan untuk tes HIV karena takut dikucilkan jika hasilnya positif. Bahkan setelah terdiagnosis, tidak sedikit yang menolak atau berhenti minum obat karena takut statusnya terbongkar. Beberapa ODHIV juga mengalami penolakan di lingkungan masyarakat, tempat kerja hingga dalam keluarga sendiri.
Solusi penyelesaian HIV tidak cukup hanya dengan pengobatan melainkan juga harus memutus rantai stigma.
Edukasi publik, penggunaan bahasa yang ramah, perlindungan hukum bagi ODHIV, dan layanan kesehatan yang inklusif adalah langkah penting untuk menciptakan lingkungan yang mendukung.
Menerima ODHIV sebagai bagian dari masyarakat adalah kunci. Karena pada akhirnya, HIV bukanlah akhir dunia tetapi stigma bisa menjadi pembunuhan asa dan harapan.
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang dapat menyebabkan penyakit AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome). berikut adalah cara penularan HIV:
Cara Penularan HIV
- Hubungan seksual: HIV dapat ditularkan melalui hubungan seksual vaginal, anal, atau oral dengan orang yang terinfeksi HIV.
- Transfusi darah: HIV dapat ditularkan melalui transfusi darah yang terinfeksi HIV.
- Penggunaan jarum suntik bersama: HIV dapat ditularkan melalui penggunaan jarum suntik bersama dengan orang yang terinfeksi HIV.
- Ibu ke anak: HIV dapat ditularkan dari ibu ke anak selama kehamilan, persalinan, atau menyusui.
- Transplantasi organ: HIV dapat ditularkan melalui transplantasi organ yang terinfeksi HIV.
Faktor Risiko
- Hubungan seksual tanpa kondom: Hubungan seksual tanpa kondom meningkatkan risiko penularan HIV.
- Penggunaan narkoba: Penggunaan narkoba dapat meningkatkan risiko penularan HIV melalui penggunaan jarum suntik bersama.
- Riwayat penyakit menular seksual: Riwayat penyakit menular seksual dapat meningkatkan risiko penularan HIV.
Pencegahan
Menggunakan kondom: Menggunakan kondom dapat mengurangi risiko penularan HIV.
Menghindari penggunaan jarum suntik bersama: Menghindari penggunaan jarum suntik bersama dapat mengurangi risiko penularan HIV.
Melakukan tes HIV: Melakukan tes HIV dapat membantu mendeteksi infeksi HIV secara dini.
Menggunakan obat antiretroviral: Menggunakan obat antiretroviral dapat membantu mengurangi risiko penularan HIV.
- Wagub Jateng Ingin Ada Tambahan Ekstrakurikuler Keagamaan Di Sekolah
- Tegal Muhammadiyah University Gelar Wisuda I: Mampu Cetak Lulusan Berkualitas
- Gerai Dekranasda Jateng Di Bandara Ahmad Yani Diusulkan Pindah Lokasi