Digelar sederhana, namun acara basuh kaki yang diadakan oleh perkumpulan Boen Hian Tong, Jalan Gang Pinggir, Semarang, Kamis (8/2) siang, begitu khidmat menyentuh hati dan memantik keharuan bagi semua yang terlibat.
Tak sedikit yang menitikkan air mata ketika para anak berjongkok di depan orang tua mereka masing-masing yang duduk berjejer di kursi di ruang utama gedung Boen Hian Tong.
Perlahan, para anak memasukkan handuk kecil ke dalam baskom plastik berisi air, kemudian dengan lembut membasuh kaki orangtua mereka.
"Saya anak tunggal dari mamah saya. Seumur hidup belum pernah saya membasuh kaki kedua orangtua saya," tutur Lia salah seorang peserta.
Sedangkan Toni (43) warga Kampung Pelangi Wonosari Semarang mengungkapkan perasaannya bahwa membasuh kaki orangtua rasanya mantap, karena merupakan simbol bakti kepada ibu.
"Karena ibu ini sudah susah payah membesarkan kita. Di masa lalu sudah dia lalui dengan jerih ayah, saat ini saya hanya bisa membasuh kakinya," ucapnya
"Saya kira apapun yang kita berikan tidak bisa menggantikan yang sudah diberikan oleh ibu. Ini hanya sebagian. Kecil dan simbol saja. Jasa ibu tidak tertandingi oleh apapun," tambah Toni sambil menunggui ibunya, Winarni (82) seusai ritual basuh kaki.
Sementara itu, Ketua perkumpulan sosial Boen Hian Tong (Rasa Dharma), Harjanto Halim mengatakan, dalam kesempatan ini, ada sebanyak 11 pasang orangtua dan anak mengikuti acara yang ditujukan sebagai bakti anak kepada orangtuanya.
Ia pun menggarisbawahi, bakti kepada orangtua bukan cuma membasuh kaki. Namun dengan menghidupkan kembali tradisi kina ini, para anak jadi tahu bagaimana menjaga kebaikan, memaknai kembali hubungan anak dengan orangtua dan orangtua dengan anak.
"Bagi saya ini ibadah. Kita ikut terharu. Berarti ini sangat mengandung nilai spiritual. Ini sebenarnya menghidupkan tradisi Tionghoa yang dulu pernah ada. Jadi tradisi ini perlu diangkat kembali, dan ini bisa dilakukan lintas agama lintas etnis, karena agama apapun menganjurkan untuk menghormati orangtua," papar Harjanto Halim.