Wali Kota Pekalongan, Afzan Arslan Djunaid menyebut banyak pekerjaan rumah untuk melestarikan Batik yang merupakan Warisan Budaya Tak Benda. Hal itu disampaikannya usai upacara Peringatan Hari Batik Nasional 2022 di Museum Batik.
- KAI Daop 6 Dukung Program Asta Cita Pemerintah Melalui KA BIAS
- Lebih Estetik, Reklame Akan Ganti Videotron
- Riswanto Resmi Dilantik Sebagai Ketua Kepengurusan LAZISNU PCNU Kota Tegal
Baca Juga
Politisi PDI Perjuangan itu menyebut salah satunya adalah regenerasi pembatik tulis. Mayoritas pembatik tulis saat ini berusia lanjut.
"Lalu, permasalahan di pandemi misalkan daster yang masih booming atau laris, tapi pada pemesanan kedua atau periode kedua itu bahan baku naik semua," kata pria yang akrab disapa Aaf itu, Minggu (2/10).
Untuk mengatasi hal itu, saat ini, ia masih mematangkan dengan komunitas batik untuk membuat material center. Tujuannya membentuk koperasi yang menjual bahan baku batik seperti kain, obat, malam dan sebagainya.
Aaf menyebut fungsi koperasi itu untuk menstabilkan harga. Sebab, kendala utama pengusaha batik adalah ketika harga bahan baku naik mendadak.
"Kiriman pertama 10 ribu pieces, misalkan mereka pesan lagi untuk bahan bakunya sudah naik drastis, tentunya tidak bisa dengan harga yang sama. Tapi konsumen tidak mau tahu, pokonya pesannya sama, harganya sama," ucapnya.
Di sisi lain, ia berharap mulai redanya pandemi Covid-19 bisa membuat batik kembali merambah luar negeri. Ia berharap warisan budaya tak Benda Unesco itu bisa kembali ikut pameran-pameran luar negeri.
"Kemarin kan harus ada tes PCR dan sebagainya. Kita mendapat berita bagus di Korea Selatan sudah tidak ada PCR, semoga segera disusul negara lain, supaya sektor batik dan pameran pameran naik," jelasnya.
Aaf menyebut saat ini pertumbuhan ekonomi di sekitar batik sekitar 3,9 persen. Angka itu masih di bawah pertumbuhan ekonomi Kota Pekalongan di angka sekitar 5, 8 persen. Mudah -mudahan segera dikejar.
Ketua Paguyuban Sarung Batik Kota Pekalongan, Romi Oktabirawa menegaskan pentingnya pelestarian Batik. Sebab, gelar warisan tak benda Unesco itu bisa dicabut.
"Tiap 10 tahun (predikat) itu direview bisa dicabut juga bilamana terjadi perubahan peradaban misalnya perang. Lalu misalkan pekalongan sudah tidak pakai batik tapi printing semua, itu bisa dicabut Unesco," jelasnya.
- Perjalanan Panjang Kereta Api Indonesia Dibedah dalam Kuliah Pakar di UNS
- Polres Semarang Gelar Latihan Menembak Guna Tingkatkan Kemampuan Personil Dekati Pemilu
- Gubernur Ganjar Pranowo Cek Jalur Semarang-Demak