Sosok legendaris di puncak Gunung Lawu, Wakiyem (82), yang akrab disapa Mbok Yem, dikabarkan tutup usia pada Rabu (23/4) di kediamannya di Dusun Dagung, Desa Gonggang, Kecamatan Poncol, Kabupaten Magetan.
- Meletus, Perang Di Jagad Maya Antara Saudara Serumpun ASEAN
- 20 Penumpang Selamat Masih Dalam Perawatan di Dua Rumah Sakit
- Ruko Di Pasar Purwantoro Terbakar, Kerugian Mencapai Rp 300 Juta
Baca Juga
Berita duka tersebut beredar di sejumlah kelompok relawan di Soloraya. Yang isinya mengabarkan bahwa Mbok Yem pemilik warung di puncak Lawu meninggal dunia.
Diketahui bahwa sebelumnya Mbok Yem memang sakit dan mendapatkan perawatan di salah satu rumah sakit di Ponorogo Jawa Timur.
Hingga akhirnya kabar duka bahwa sosok yang dikenal ramah, baik itu sudah berpulang ke pangkuan Allah SWT hari ini Rabu (23/4) dan rencananya dimakamkan besuk di pemakaman setempat.
Nama Mbok Yem merupakan bagian dari cerita tak terpisahkan Gunung Lawu. Kisah Mbok Yem oleh para relawan juga pendaki dikenal sebagai salah satu penjaga Puncak Gunung Lawu. Bagaimana tidak Mbok Yem, telah menetap di kawasan puncak Gunung Lawu sejak 1980-an.
Dengan membuka warung kecil yang menyediakan menu sederhana bagi para pendaki. Bukan di lereng atau kaki gunung, melainkan tepatnya di sebuah pondok kecil yang berdiri tak jauh dari Puncak Hargo Dumilah—titik tertinggi Gunung Lawu yang berada di ketinggian 3.265 meter di atas permukaan laut.
Bisa dibayangkan betapa dinginya udara dipuncak Lawu yang terkadang sangat ekstrim. Kabut tebal dan suhu dingin pegunungan menjadi bagian dari kesehariannya. Namun hal itu tidak membuatnya menyerah. Tetap membuka warung sederhana yang menyajikan nasi pecel, mie dan gorengan untuk para pendaki.
Mbok Yem hanya sesekali turun gunung biasanya saat lebaran dan biasanya tidak lama. Pasokan bahan makanan untuk warungnya dikirim rutin tiga kali seminggu oleh orang kepercayaannya.
Warung miliknya juga bukan sekedar tempat berjualan, tetapi juga menjadi rumah tinggalnya. Terkadang ada juga para pendaki yang ikut menginap atau istirahat sejenak menghangatkan diri di dapur sederhananya.
Mbok Yem menjalani hidupnya di gunung sudah puluhan tahun lamanya. Ia hanya turun ke kampung halaman sekali setahun, biasanya saat Hari Raya Idulfitri.
Bagi pendaki yang pernah menapaki jalur menuju Puncak Hargo Dumilah di Gunung Lawu, nama Mbok Yem bukanlah sosok asing.
Banyak pendaki menyebut warung Mbok Yem sebagai “resto mewah” di atas awan. Di saat tubuh lelah mendaki dan hawa dingin menusuk tulang, segelas teh, kopi atau jahe ditemani semangkuk mie kuah telur atau nasi pecel sangatlah nikmat.
"Sosok Mbok Yem luar biasa, ramah yang jelas," ujar Rifan Feir Nandhi anggota tim SAR Karanganyar Emergency, Rabu (23/4) malam.
Menurutnya bagi para pendaki yang telah merasakan dinginnya angin pegunungan dan terjalnya jalur pendakian Gunung Lawu, sosok Mbok Yem dan warungnya ibarat rumah yang menyediakan kehangatan.
"Bagi saya, kehadiran Mbok Yem bukan sekadar pemilik warung. Interaksi dengannya bukan hanya penjual dan pembeli namun juga momen saling berbagi cerita dan semangat," imbuhnya.
"Mbok Yem adalah sosok Ibu yang menuntun kami, yang memberikan semangat kami untul menjalankan misi kemanusiaan. Beliau selalu bertanya, wes madang urung, nek urung madang kono, ngko nek midun jipuk o opo dinggo sangu," kenang Rifan.
Disamping itu sosok Mbok Yem juga bagian tak terpisahkan dari jiwa Gunung Lawu itu sendiri. Ikut menjaga kearifan lokal gunung Lawu yang banyak menyimpan cerita yang tak terucapkan.
Keberadaannya di ketinggian yang ekstrem selama bertahun-tahun menyimpan segudang kisah tentang kerasnya kehidupan di gunung, tentang perubahan cuaca yang tak terduga, dan tentang suka duka para pendaki yang singgah di warungnya.
"Mbok Yem menjadi saksi bisu dari berbagai peristiwa yang terjadi di sana. Banyak dari mereka yang mengenang Mbok Yem sebagai sosok yang ramah, tegar, dan tak pernah meninggalkan puncak meski dalam kondisi cuaca ekstrem atau keadaan darurat," pungkasnya.
- Tiga Hari Pendaki Hilang, Kapolres Boyolali Tinjau Posko Timboa
- Abu Khoir, Dilarang Naik Gunung se-Jawa
- Kraton Yogyakarta Gelar Tradisi Labuhan Gunung Lawu