Pangandaran - Gempa bumi berkekuatan 5,2 skala richter (SR) yang mengguncang Pangandaran, Jawa Barat, Rabu (13/11) memicu kekhawatiran masyarakat. Terlebih, bila dikaitkan dengan ancaman gempa bumi besar atau megathrust yang sering jadi bahan perhatian.
- BPBD Karanganyar Bekali Guru SD Jadi Garda Terdepan Kesiapsiagaan Bencana
- Wabup Purworejo Monitoring Sejumlah Titik Longsor Di Kecamatan Kaligesing
- Asisten Masinis KAI Gugur, Harga Mahal Dari Pelanggaran Perlintasan
Baca Juga
Hasil penelitian dari para ahli, Pulau Jawa memiliki ancaman gempa megathrust dan potensi tsunami besar. Ancaman itu disebut dapat terjadi kapanpun tak bisa diprediksi. Alasannya, wilayah pesisir Pulau Jawa di bagian selatan dilalui lempeng tektonik aktif serta terdapat aktivitas cukup banyak gunung-gunung berapi dalam kondisi rawan bergejolak.
Pakar Geologi Universitas Diponegoro (Undip), Prof. Dr. Eng Fahrudin, menjelaskan ancaman gempa besar di Pulau Jawa tak perlu dikhawatirkan masyarakat. Di dalam melakukan analisa ancaman gempa, studi juga didasarkan sejarah kegempaan serta menganalisis faktor risiko potensi dalam kurun waktu tertentu.
Setiap wilayah mempunyai risiko kegempaan. Jika mengacu penelitian, wilayah Jawa bagian selatan potensi terjadinya gempa besar, memang ada. Akan tetapi, periode terjadinya gempa bumi berkekuatan besar jika dianalisa, kemungkinan butuh waktu ratusan tahun.
"Potensi megathrust di selatan Jawa ada memang. Tapi, tak perlu dibesar-besarkan dan justru menjadi ketakutan masyarakat. Megathrust umumnya terjadi jika energi yang ada di dalam bumi sangat besar. Namun, itu biasanya hanya akan terjadi dalam waktu ratusan tahun. Gempa yang jadi kekhawatiran itu jika berada di dalam bumi dengan kedalaman tertentu. Bila terjadi, bisa menimbulkan gempa bumi berkekuatan besar," jelas Prof Fahrudin, Jumat (15/11).
Menurut analisa geologi, Prof Fahrudin menjelaskan, gempa megathrust biasanya terjadi jika lempeng tektonik bumi mengalami pertemuan (subduksi). Di wilayah Jawa, khususnya bagian selatan, terdapat dua buah megathrust, yaitu melintang dari barat ke timur.
Dengan begitu, ancaman gempa besar dan tsunami ada. Namun, masyarakat tak harus terlalu khawatir karena potensi terjadinya membutuhkan waktu yang lama sampai ratusan bahkan ribuan tahun.

Selain perhatian dalam lempeng tektonik, Prof Fahrudin menilai gempa megathrust dan gejolak gunung-gunung api yang aktif melakukan aktivitas vulkanis tak berhubungan. Sehingga, aktivitas vulkanis berbagai gunung berapi tak menjadi ancaman terjadinya megathrust.
Namun, masyarakat sebaiknya tetap waspada dengan ancaman gempa bumi.
"Penyebaran megathrust ini di sepanjang garis pantai wilayah selatan. Dimulai dari Selat Sunda, kemudian Jawa Barat, pesisir selatan Jawa Tengah, serta berakhir di Jawa bagian timur. Jika diurutkan terus bahkan sampai ke Bali, ancamannya ada dua. Di pesisir barat Sumatera dan Selatan Jawa. Khusus di Pulau Jawa, juga terdapat lempeng Indo-Australia yang riskan jika bertabrakan dapat menimbulkan gempa besar. Meski begitu, masyarakat jangan terlalu khawatir berlebihan. Sebaiknya, justru belajar memahami permasalahan kegempaan dan mitigasinya agar jika sewaktu-waktu kapan pun terjadi gempa bumi siap dalam menghadapi," terang Prof Fahrudin.
- Kreak-Kreak Kembali Berulah! Malam Minggu Tawuran Kejar-Kejaran Sampai Masuk Gang
- Tasyakuran Peresmian Kantor Baru IWO Kota Tegal, Ketua IWO: Jaga Marwah Organisasi
- Bupati Witiarso Utomo Resmikan MOT RSUD RA Kartini Jepara Di Hari Ulang Tahun Ke-47