Keseriusan pemerintah dan penegak hukum dalam tindak pencegahan dan pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) diuji dengan laporan dugaan KKN putra presiden, Kaesang Pangarep dan Gibran Rakabuming Raka ke KPK.
- Penjabat Bupati Kudus Temui Gibran, Bersama Tim Kemendikbudristek Bawa Misi ‘Rahasia’
- Wali Kota Solo Dukung Penuh Netralitas ASN
- Direktur P3S: Nomor Urut 2 Prabowo-Gibran Lambang Kemenangan Beda Generasi
Baca Juga
Aktivis Forkot 98, Djulayha atau Ijul mengatakan, semangat pemberantasan KKN dimulai di masa Presiden BJ. Habibie, Presiden Abdurrahman Wahid, dan Presiden Megawati yang telah membuat Kelembagaan mulai dari Komisi Pengawas Kekayaan Pejabat Negara (KPKPN), Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), dan Ombudsman hingga akhirnya terbentuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Namun kini, kesadaran secara individu untuk melakukan tindakan KKN telah menjelma menjadi gurita. Hal inilah yang membuat Indonesia tidak mampu berkembang dan maju.
"Ini juga sekaligus menjauh dari semangat dan cita-cita Reformasi 1998," kata Ijul dalam keterangan tertulisnya, Kamis (13/1).
Melihat praktik KKN yang makin marak, ia pun berpandangan semangat reformasi hingga kini belum selesai. Apalagi, baru-baru ini dugaan KKN ditujukan kepada dua putra Presiden Joko Widodo, Kaesang dan Gibran yang sebelumnya telah dilaporkan oleh aktivis dan dosen UNJ, Ubedilah Badrun.
"Maka dari itu, saya mendukung langkah-langkah Ubedillah Badrun dalam pelaporan terhadap Putra Jokowi," tutur Ijul.
Selain itu, ia juga mendorong KPK untuk segera menindaklanjuti laporan tersebut agar publik bisa mendapat informasi kebenaran secara terang benderang.
"Saya juga meminta dengan segera agar kawan-kawan 1998 kembali kepada semangat dan cita-cita Reformasi 1998 yang antikorupsi, kolusi dan nepotisme," tandasnya.
- Raih Penghargaan dari KPK, Bupati Wonogiri Makin 'Nafsu' Cegah Korupsi
- DPRD Kota Pekalongan Gelar Sosialisasi Kamus Usulan Pokir
- Benedictus Danang: Hukum Harus Bebas dari Kepentingan Politik