Kupang
O... Kupang
Aku dengar dentang lonceng gereja mu. Sayup. Tarian ombak menyapu pantaimu. Lembut. Teriak nyaring pedagang ikan berjalan dalam naungan rimbun daun lontar. Rumah rumah adat berdiri sunyi di tengah kebun. Sungai sungai kecil membelah tanah kapur. Di ranting cendana seekor kutilang menari. Nyanyi sendiri berteman sepi.
O... Kupang. Rinduku tertancap pada hening sepimu. Walau gerah udara menyesakkan dada. Kurindukan biru langitmu. Terbentang dihiasi awan putih. Ngambang di udara.
Angin berderai di pelabuhan. Menghantarkan perahu perahu nelayan menjemput mimpi. Menggali sunyiku sampai dalam.
Daun-daun gugur di musim kemarau. Pohon-pohon meranggas perih di bukit-bukit karang. Kerinduan pada hujan tak tertahankan. Ketika gerimis menyapa. Kuncup-kuncup mekar mengambang dalam kesunyian.
O... Kupang. Sekelompok sapi merumput dalam diam. Mengekalkan kisah kisah dari sabana. Dari pohon pohon lontar. Para penyadap getah bernyanyi ria. Dari kejauhan denting sasando mengiringi dengan nada-nada cinta. Menyeruak udara senja.
Soe
Dalam pelukan bukit bukit kapur. Aku terayun bagai dalam mimpi. Kucoba membaca kisah-kisah dari tebing-tebing karang. Pohon-pohon meranggas dipeluk sunyi. Batu batu mengurung diri dari terpaan matahari yang murung. Keheningan menyapu sabana yang terbaring dalam pelukan keluasan langit tiada tara. Ruhku terbang bersama tarian ilalang. Dari balik kaca aku lihat rumah-rumah terayun dipermainkan sepi. Menghancurkan batinku yang rapuh.
Merangkak perlahan dalam diam. Aku memasuki gerbang kota. Atap atap rumah terayun dalam temaram senja. Sebentar lagi matahari mengakhiri pengembaraannya. Seperti mimpi-mimpi yang kabur. Lolong angin pengembara menciumi bukit bukit karang. Sukmaku berlayar jauh. Tak tahu akan berlabuh dimana.
Tegalmade, Agustus 2022
Kupang 2
Aku baca lagi batu-batu karang tegar bertarung melawan matahari
Pohon-pohon lontar berdiri tegak menghisap energi dari kedalaman tanah kapur dan menyerahkan buahnya kepada para penyadap nira berakrobat memanjat batang-batang hitam sambil berdendang
Ilalang terkapar tak berdaya di padang padang gersang
Cendana mahoni trembesi kaliandra sengon buto jaranan asam pule dan entah apalagi sabar menanti hujan
Menyerahkan daun daunnya ke bumi
Sembari bertapa dalam hembusan angin kemarau terpanggang matahari
Ini negeri sapi-sapi bermain di hamparan padang-padang kering kerontang
Tapi jangan kuatir setiap pagi burung-burung masih terbangun dan bernyanyi mengobati sepi
Di pelabuhan perahu-perahu nelayan membongkar muatan menurunkan ikan-ikan
Lalu tubuh-tubuh kurus bertelanjang kaki memasarkannya berkilo-kilo meter menembus kampung kampung sembari menawarkan dagangan
..Ikkk... Ikkk... ikkkann...
Tanpa menghiraukan matahari memanggang bumi dari pagi hingga petang
Ini negeri dimana sasando menyeruak sepi udara senja
Dan pemuda-pemuda yang jatuh cinta menyanyikan lagu Gereja Tua
Oh... nyong... oh... nona... jatuh cinta dan menyanyilah sebagai peneman ombak teluk Kupang
Angin menyeret dingin dan kesepian dari tebing-tebing bukit karang
Sayup membawa bunyi sasando terperangkap di daun-daun lontar
Melemparkan sayap sayap burung terbang di udara hampa. Membekaskan sunyi yang panjang di langit petang
Di kota ini aku tangkap nafas batu karang dan kukenali kesunyian lewat sapi-sapi merumput di padang padang gersang. Nyanyian burung kecil hitam melengking dari ranting kering. Dalam keheningan batu-batu karang terbaring.
Kupang, 25 -31 Agustus 2023
Ini puisi keduaku tentang Timor, yang aku tulis saat kunjungan ke empatku
Sebuah Pulau Nun Jauh Di Sana
Matahari dan angin mengingatkanku pada sebuah pulau nun jauh di sana... Kukenali pulau mengabarkan cerita tentang batu-batu karang terbentang. Terbaring di jantung kerinduanku. Di sini suku-suku dari pelosok negri berkumpul: Timor, Boti, Sumba, Rote, Sabu, Solor, Manggarai, Mela, Alor, Anas... Berbicara dengan dialek-dialek indah menghias keramaian pasar dan kampung kampung. Marga-marga bertetangga: Lena, Kia, Neganesu, Manafe, Amalo, Haning, Diratome, Wadu, Batukore...
Sebuah pulau nun jauh di sana
Adakah yang lebih indah dari cerita tentang tangan-tangan perkasa penakluk tebing-tebing kapur di saat daun-daun gugur.
Di bawah langit mengusung awan-awan putih ngambang di udara
Tua muda mengumbar senyum dengan bibir-bibir merah dari sirih pinang. Betapa menakjubkan. Dari jauh samar terdengar lenguh sapi dari padang-padang terbentang di bawah cerahnya langit dan mega-mega putih di langit senja.
Di lereng bukit-bukit gersang rumah-rumah berdinding bebak beratap seng berpagar batu karang. Di empernya om Yonas menumbuk sirih pinang sehabis menikmati jagung bose. Di meja ada kopi dan jagung titi.
Sebuah pulau nun jauh di sana
Pohon-pohon lontar berdiri tegak di bukit-bukit karang dan landai pantai. Dalam keremangan fajar perahu-perahu perahu nelayan merapat ke dermaga. Memberi harapan dan impian para penjual ikan menjemput rezeki melintas di bawah bayangan lontar. Gerak musim kilat mata sunyi menembus bukit-bukit gersang.
Sebuah pulau nun jauh di sana
Dalam kesunyian benang benang dipintal
Tenun Sabu Sumba, Timor, Alor, Flores, Rote...
Mama-mama berjualan garam dalam kantong-kantong daun lontar di sepanjang jalan Timor Raya . Di bibir pantai teluk Kupang nelayan Bugis berdendang sambil menjemur ikan di para-para.
Sebuah pulau nun jauh di sana
Warung-warung ikan bakar bersebelahan dengan ayam panggang, sate, gule, sea food Lamongan dan coto Makassar
Asap mengepul-ngepul dari pembakaran sei.
Di lapak-lapak kecil tukang cukur Madura bertetangga dengan pemilik kios yang datang dari pulau pulau Rote, Ndao, Sabu, Sumba., Alor, Solor juga kampung kampung gersang jauh di pedalaman.
Pedagang-pedagang dari Solo menyajikan gorengan, nasi kuning, nasi pecel gudeg atau bakso.
Tegalmade, 7 September 2023.
Kenangan dari Kupang 25 September - 5 Oktober 2023
Judul puisi Sebuah Pulau Nun Jauh Di Sana terinspirasi dari novel Sebuah Rumah Nun Jauh Disana oleh Beb Vuyk, seorang sastrawan peranakan Indo Belanda yang pernah tinggal di pulau Buru dan menulis tentang kehidupan para petani rempah rempah.
Di NTT tercatat ada lebih dari 45 suku, setiap suku punya bahasa dan punya nama marga sendiri sendiri.

Sugiarto B Darmawan, petani dan perangkat desa di Tegalmade, Mojolaban, Sukoharjo. Penyair kambuhan. Menulis sejak 1984 ketika masuk Fakultas Sastra UNS. Di kampus, mengelola majalah mahasiswa Kalpadruma, juga menulis di berbagai koran majalah dalam bahasa Indonesia dan Jawa., berupa puisi, cerpen, resensi buku, esai, laporan jurnalistik. Antologi Guritan (puisi Jawa)-nya di bawah judul Guritan Iki Mung Pengin Kandha (Taman Budaya Surakarta, 1987) bersama Wiji Thukul dan Keliek Eswe. Kumpulan cerpennya yang pernah dimuat di Suara Pembaruan dikumpulkan dalam antologi Kerinduan (diterbitkan Sanggar Suka Banjir 1997 yang dikelola Wiji Thukul). Puisi-puisinya dimuat dalam antologi Suara Sebrang Sini (Kelompok Tanggap Solo, 1997). Sejak tahun 2000 vakum dari dunia kepenulisan, menyibukkan diri jadi petani dan perangkat desa. Kini setelah puluhan tahun tidak menulis, mulai coba kembali menerjuni dunia yang pernah diimpikannya sebagai jalan hidup ini, walau kini hanya menulis di media sosial (medsos). Sudah puas bisa membagikannya di Facebook atau group group WA atau japri pada teman-temannya.
- Paus Pembela Kaum Papa Dan Rentan Nan Sederhana Itu Telah Berpulang
- Jaga Kenyamanan, Dishub Batang Alihkan Truk Sumbu Tiga Ke Jalan Tol
- Kartini Masa Kini, Tetap Berkontribusi Dan Jaga Tradisi