Drama Sidang Sengketa Tanah Pekalongan: Saksi Ahli Absen, Surat Permohonan Eksekusi Hampir Tiba

Proses Sidang Sengketa Tanah Dengan Satu Keluarga Jadi Terdakwa Berlangsung Di Pengadilan Negeri Pekalongan, Selasa (30/4) Sore. Bakti Buwono/RMOLJawaTengah
Proses Sidang Sengketa Tanah Dengan Satu Keluarga Jadi Terdakwa Berlangsung Di Pengadilan Negeri Pekalongan, Selasa (30/4) Sore. Bakti Buwono/RMOLJawaTengah

Sidang pidana kasus sengketa tanah yang membuat satu keluarga jadi terdakwa, Leni Setyawati (74) dan tiga anaknya, yang dilaporkan Felly Anggraini Tandapranata, di Kota Pekalongan bertambah panas. Dua saksi ahli yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak hadir dalam sidang di Pengadilan Negeri Pekalongan.


Kejaksaan Negeri Kota Pekalongan seharusnya menghadirkan saksi ahli yang bernama Prof Dr H Mahmutarom S.H., M.H. dan Prof. Dr. Edy Lisdiyono, S.H., M. Hum. Keduanya tidak hadir.

Saksi ahli Edy Lisdiyono tidak hadir tanpa keterangan dan khusus Mahmutarom dipastikan tidak hadir karena sedang tugas dari kampus hingga akan ke luar negeri.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Susi Diani membacakan keterangan ahli dalam sidang yang dipimpin Agus Maksum Mulyo Hadi selaku Ketua Majelis Hakim. Isinya tentang penguatan dakwaan JPU yang menganggap Leni dan tiga anaknya bersalah.

"Sedangkan untuk saksi ahli Prof Dr. Edy Lisdiyono, saya minta JPU untuk mengusahakan kehadirannya di sidang berikutnya," kata Agus Maksum, Selasa (30/4) sore.

Ketua Tim Kuasa Hukum Terdakwa, Nasokha menganggap keterangan ahli yang disampaikan JPU tidak bisa mempengaruhi sidang. Ia bahkan menganggap isi dari keterangan ahli yang dibacakan sama saja dengan Berita Acara Perkara (BAP).

"Ya seperti pinjam nama saja," katanya.

Ia juga menyebut posisi saksi ahli juga tidak kuat karena tidak hadir. Jika masih tidak hadir dalam persidangan berikutnya maka Nasokha meminta pada majelis hakim agar saksi ahli dianggap tidak ada.

Nasokha pun menguliti keterangan ahli yang menyebut frasa adanya jual beli tanah antara almarhum suami terdakwa dengan suami pelapor. Menurutnya keterangan itu salah besar. Sebab, status tanah yang disengketakan adalah Hak Guna Bangunan (HGB) alias milik negara bukan perseorangan.

Sistem Sertifikat HGB adalah izin pemakaian dengan durasi waktu 30 tahun dan perpanjangan 20 tahun. Status HGB itu tidak bisa diperjualbelikan.

"Kalau nanti memang tidak hadir, saya minta majelis hakim menganggap saksi ahli itu tidak ada," ucapnya.

Usai persidangan, pihak Pengadilan Negeri (PN) Pekalongan memberitahukan akan ada Surat Permohonan aanmaning/eksekusi dari PN Cirebon. Sebelumnya, kasus perdata sengketa tanah telah berlangsung di PN Cirebon.

Hasilnya adalah kekalahan di pihak Leni dan tiga anaknya hingga kasasi. Saat ini pihak Leni sedang mengajukan peninjauan kembali.

"Kami akan mengajukan surat perlawanan eksekusi dan akan menyampaikan ke PN Cirebon dengan segera," katanya.

Sebelumnya, Leni bersama ketiga anaknya didakwa oleh ahli waris dari rekan bisnis suaminya dengan tuduhan menempati lahan tanpa izin.

Menurut Felly Anggraini Tandapranata, salah satu saksi yang memberikan kesaksian dalam sidang tersebut, tanah yang mereka tempati sudah bersertifikat atas nama Leni dan anak-anaknya. Ada dua sertifikat, masing-masing nomor 00037 dengan luas 420 meter persegi dan nomor 00038 dengan luas 1013 meter persegi.

Felly menjelaskan bahwa asal-usul tanah tersebut berasal dari pembelian oleh suaminya, Lukito Lutiarso, pada tahun 1994, saat tanah tersebut hendak disita oleh bank. Mereka meminjam uang untuk menebusnya dan membuat perjanjian pinjam pakai.

Di bawah ini adalah liputan sebelumnya oleh RMOLJawaTengah dari kasus persengketaan ini. Klink pranalanya untuk membaca.

https://www.rmoljawatengah.id/sidang-sengketa-tanah-pekalongan-saling-bantah-antara-sekeluarga-yang-jadi-terdakwa-dan-ahli-waris