- Kartini Masa Kini, Tetap Berkontribusi Dan Jaga Tradisi
- Kebaya Motif Bunga Warnai Peringatan Hari Kartini Ke-146 Di Kabupaten Blora
- Peringati Hari Kartini Ke-146, Pemkab Batang Ciptakan Berbagai Program Pengembangan Wanita
Baca Juga
Memang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) berbeda dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) karena DPRD Provinsi merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah provinsi. Namun, keduanya tetap memiliki fungsi utama yang sama, yaitu fungsi legislasi, penganggaran, dan pengawasan.
Fungsi legislasi belum optimal karena kuantitas dan kualitas produk hukum daerah (Perda) masih dinilai belum mampu mengimbangi dinamika dan kebutuhan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah; termasuk belum sesuai dengan harapan dan aspirasi masyarakat. Fungsi penganggaran yang diwujudkan dalam bentuk pembahasan dan penetapan RAPBD bersama Kepala Daerah dinilai masih kurang transparan, kurang berimbang dan kurang berpihak pada kepentingan dan kebutuhan rakyat. Demikian pula fungsi pengawasan Dewan terhadap eksekutif daerah, termasuk implementasi Perda, dinilai masih kurang efektif, kurang substantif, kurang konsisten dan berkelanjutan.
Berpayungkan model kepemerintahan yang berorientasi pada layanan publik tersebut, maka kita tempatkan seluruh upaya pengembangan etos kerja dan sistem kerja lembaga perwakilan daerah. Memang sulit dibantah bahwa seluruh upaya tersebut acapkali masih terkendala oleh berbagai kekurangan dan keterbatasan, baik karena faktor internal maupun faktor eksternal. Para ahli manajemen organisasi publik umumnya kemudian merujuk pentingnya pengembangan kapasitas (capacity building); yakni serangkaian strategi untuk meningkatkan efektivitas, efisiensi, dan responsivitas kinerja pemerintahan yang berfokus pada 3 dimensi, yaitu: (1) pengembangan SDM (2) penguatan organisasi, dan (3) reformasi kelembagaan.
Secara prinsip, jika disederhanakan, inti pengembangan kapasitas selalu berkenaan dengan strategi menata input dan proses dalam mencapai output dan outcome; serta menata feedback untuk melakukan berbagai perbaikan pada tahap berikutnya. Strategi menata input berkenaan dengan kemampuan lembaga menyediakan berbagai jenis, jumlah dan kualitas SDM dan non-SDM agar siap digunakan bila diperlukan.
Strategi menata proses berkaitan dengan kemampuan lembaga merancang, memroses dan mengembangkan kebijakan, organisasi dan manajemen. Dan strategi menata feedback berkenaan dengan kemampuan melakukan perbaikan secara berkesinambungan dengan memelajari hasil yang dicapai, kelemahan-kelemahan input dan proses, dan mencoba melakukan tindakan perbaikan secara nyata setelah melakukan berbagai penyesuaian dengan lingkungan. Berbagai strategi tersebut harus dinilai secara cermat tingkat kelayakannya pada bidang-bidang strategis yang menjadi prioritas utama kegiatan Dewan saat ini.
Dalam konteks niat (intention) misalnya, maka setiap anggota Dewan bisa saja memiliki motivasi yang berbeda ketika memutuskan untuk mencalonkan diri dan pada akhirnya berhasil menjadi anggota DPRD. McClelland (2017) mengatakan bahwa motivasi merupakan energi yang tersedia yang akan dilepaskan dan dikembangkan tergantung pada kekuatan/dorongan dari kebutuhan individu dan situasi serta peluang yang tersedia. Kekuasaan (need for power), afiliasi (need for affiliation), dan prestasi (need for achievement) adalah bentuk motivasi yang ada pada setiap individu sebagai kebutuhan yang akan dicapai.
Secara umum, paling tidak ada 11 kewajiban bagi setiap anggota Dewan, yaitu: (1) Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila (2) Melaksanakan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menaati peraturan perundang-undangan (3) Mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan keutuhan NKRI (4) Mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan (5) Memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat (6) Menaati prinsip demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah (7) Menaati tata tertib dan kode etik (8) Menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga lain dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah provinsi (9) Menyerap dan menghimpun aspirasi konstituen melalui kunjungan kerja secara berkala (10) Menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat, dan (11) Memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada konstituen di daerah pemilihannya.
Kewajiban-kewajiban umum tersebut menjadi panduan normatif bagi setiap anggota Dewan, sekaligus menjadi bagian yang tidak terpisah dari Tata Tertib (Tatib) DPRD kita; yakni sebuah peraturan yang ditetapkan oleh DPRD yang berlaku di lingkungan internal DPRD Jawa Tengah. Tatib tersebut tentu mengacu pada peraturan perundangan yang lebih tinggi, yaitu PP N0. 12 Tahun 2018 Tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD Provinsi, Kabupaten, dan Kota. Di dalam Tatib DPRD itulah berbagai kewajiban pimpinan dan anggota Dewan diatur secara komprehensif dan rinci.
Tatib DPRD ditetapkan sebagai aturan, pedoman, dan panduan komprehensif sekaligus rinci yang memertemukan seluruh aspek, pihak dan proses berfungsinya Dewan sebagai sebuah lembaga perwakilan rakyat dan sebagai unsur pemerintahan daerah. Di dalam Tatib diatur mulai dari susunan keanggotaan, kedudukan, fungsi, tugas dan wewenang keanggotaan Dewan hingga alat kelengkapannya.
Dari sisi perencanaan juga diatur bagaimana rencana kerja Dewan diwujudkan; hingga sampai pada pelaksanaan hak DPRD dan para anggotanya. Hak-hak di sini adalah hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat yang melekat dalam rangka pelaksanaan fungsi-fungsi DPRD. Bahkan diatur pula hak-hak anggota DPRD secara lebih rinci; seperti hak mengajukan rancangan Perda, mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat, memilih dan dipilih, membela diri, imunitas, mengikuti orientasi dan pendalaman tugas, protokoler; termasuk pada akhirnya juga hak keuangan dan administratif.
Dalam kaitan dengan proses kerja sehari-hari, Tatib DPRD juga mengatur perihal persidangan dan rapat, waktu dan hari kerja, juga kewajiban bagi setiap anggota Dewan untuk menghadiri rapat Dewan, baik rapat paripurna maupun rapat alat kelengkapan sesuai dengan tugas dan kewajibannya. Termasuk aturan dan panduan bagaimana keputusan-keputusan diambil; juga aktivitas kunjungan kerja dan reses bagi para anggota Dewan.
Sebagai legislator daerah, sudah ditetapkan pula bagaimana Tatib untuk melakukan pembahasan Perda, juga pembahasan APBD dan laporan keterangan pertanggungjawaban Gubernur. Bahkan dalam kapasitas sebagai wakil rakyat, ditetapkan pula prosedur dan mekanisme penerimaan pengaduan dan penyaluran aspirasi masyarakat. Dan hal yang tidak kalah pentingnya, di dalam Tatib juga diatur tentang kode etik yang harus ditaati oleh setiap anggota Dewan dalam pelaksanaan wewenang, tugas dan kewajibannya.
Gambaran rinci tentang substansi Tatib di atas bisa digunakan sebagai “indikator kinerja” Dewan selama ini, juga sebagai pengingat apakah setiap anggota Dewan kita sudah mengetahui, memahami, mengikatkan diri dan taat kepada hal-hal yang telah ditetapkan di dalamnya. Etos kerja dan kinerja Dewan baik secara individual maupun kolektif-kolegial akan sangat ditentukan oleh ketaatan terhadap Tatib DPRD tersebut.
Versi lengkap dari pemikiran Yuwanto Ph.D akan dapat dibaca dalam buku yang akan diterbitkan oleh RMOLJawaTengah.
Yuwanto, Ph.D. Dosen Departemen Politik Dan Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Diponegoro (Undip)
- Jaga Kenyamanan, Dishub Batang Alihkan Truk Sumbu Tiga Ke Jalan Tol
- Kartini Masa Kini, Tetap Berkontribusi Dan Jaga Tradisi
- Polsek Klego Amankan Kunjungan Wakil Bupati, Dan Monitoring Pameran Lukisan Hari Kartini