Dosen Farmasi UGM Diganjar Pemecatan

Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada Yang Telah Melakukan Tindakan Tegas Terhadap Seorang Guru Besarnya Yang Telah Menjadi Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Mahasiswa. Istimewa
Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada Yang Telah Melakukan Tindakan Tegas Terhadap Seorang Guru Besarnya Yang Telah Menjadi Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Mahasiswa. Istimewa

DIY - Seorang guru besar Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, pelaku tindak kekerasan seksual terhadap beberapa mahasiswa, telah resmi dipecat.

Dalam pernyataan resminya, pihak kampus menyampaikan bahwa pemecatan ini merupakan bentuk komitmen UGM dalam rangka menciptakan ruang belajar yang aman dan bebas dari segala bentuk intimidasi, termasuk kekerasan seksual.

“Keputusan Dekan Farmasi ditetapkan jauh sebelum proses pemeriksaan selesai dan memberikan sanksi kepada yang bersangkutan untuk kepentingan korban dan untuk menjamin adanya ruang aman bagi civitas akademika di fakultas,” jelas Sekretaris UGM, Andi Sandi, Minggu (06/04)

Andi juga menyampaikan bahwa kasus ini muncul ke permukaan berawal dari laporan para korban yang diterima oleh pihak Fakultas Farmasi pada 9 Juli 2024.

Pihak fakultas merespon cepat laporan dan melakukan koordinasi dengan Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) UGM. Selain juga melakukan pendampingan kepada korban, dilanjutkan dengan memulai proses pemeriksaan.

Meski proses investigasi sedang berlangsung, pihak fakultas memutuskan untuk membebastugaskan sang dosen dari seluruh aktivitas Tridharma Perguruan Tinggi. Bahkan yang bersangkutan juga dicopot dari jabatan Ketua Cancer Chemoprevention Research Center (CCRC) pada Jum’at (12/07) tahun lalu.

Kemudian, Rektor UGM mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Nomor 750/UN1.P/KPT/HUKOR/2024 tentang Pembentukan Komite Pemeriksa.  Komite bertugas melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap korban, pelaku, saksi, serta bukti-bukti yang ada.

Dalam SK tersebut Rektor memberikan tenggat waktu hingga akhir Oktober 2024 untuk mengungkap kebenaran.

Hasilnya, Komite menyebutkan bahwa selain melakukan pelanggaran kode etik dosen, yang bersangkutan secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 3 ayat (2) huruf l dan m dari Peraturan Rektor Nomor 1 Tahun 2023 tentang Larangan Kekerasan Seksual Oleh Lingkungan Masyarakat Kampus.

Untuk itu, komite merekomendas untuk menjatuhkan sanksi berat berupa pemberhentian tetap kepada dosen fakultas farmasi yang melakukan kekerasan seksual tersebut.

Kemudian untuk melegitimasi rekomendasi, Rektor UGM menerbitkan SK Nomor 95/UN1.P/KPT/HUKOR/2025 tentang Sanksi terhadap Dosen Fakultas Farmasi tertanggal 20 Januari 2025.

Andi menegaskan bahwa pimpinan Universitas Gadjah Mada tak segan menindak tegas setiap pelanggaran dengan sanksi berat berupa pemberhentian tetap dari jabatan sebagai dosen. “Dan penjatuhan sanksi ini dilaksanakan sesuai dengan peraturan kepegawaian yang berlaku,” terangnya.

Selain diberhentikan dari UGM, guru besar Fakultas Farmasi ini juga terancam dicopot dari statusnya sebagai aparatur sipil negara (ASN) oleh Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Kemendikisaintek).

Sekretaris Jenderal Kemendiktisaintek, Togar Simatupang menjelaskan bahwa berdasarkan Peraturan Badan Kepegawaian Negara (BKN) Nomor 6 Tahun 2022, yang merupakan pelaksanaan dari Peraturan Pemeritah Nomor 94 Tahun 2021 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Proses pencopotan status ASN membutuhkan waktu tiga sampai enam bulan.

Sementara itu, Andi Sandi mewakili UGM menambahkan bahwa kasus pemecatan guru besar Fakultas Farmasi ini merupakan bentuk komitmen untuk menjadikan kampus bebas dari berbagai bentuk kekerasan seksual.

Berbagai langkah dilakukan UGM diantaranya menyusun berbagai kebijakan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual sejak tahun 2016. “Berbagai kebijakan disusun dan diterapkan dengan prinsip sebagai kampus ideal yang memberikan ruang aman dan kondusif dari berbagai praktik kekerasan,” tegasnya.

Komitmen ini dipertegas dengan diluncurkannya program Health Promoting University (HPU) pada tahun 2019. Realisasi nyata dari program ini dibentuknya tim Kelompok Kerja (Pokja) Zero Tolerance Kekerasan, Perundungan dan Pelecehan.

Selain itu, untuk menyelaraskan terbitnya Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi, UGM membuat kebijakan internal dengan membentuk Satuan Tugas PPKS.