- Candi Prambanan, Borobudur, Pawon dan Mendut Disepakati Kembali Jadi Tempat Ibadah
- Museum Ronggowarsito Pamerkan Mahakarya Leluhur
- Menparekraf Kawal Tiga Pemuda Pemimpin Solo
Baca Juga
Desa Kepuhsari, Kecamatan Manyaran, Kabupaten Wonogiri merupakan salah satu desa di Jawa Tengah yang pasti punya sejarah tak biasa.
Ya, berdasarkan sejarah, seni tatah sungging (wayang kulit) mulai berkembang di Desa Kepuhsari sejak abad 17.
Dwi Sunaryo, salah seorang seniman tatah (lukis) sungging (wayang kulit) mengungkapkan seni perwayangan ini berawal dari keturunan pertama (cucu) dalang kondang Ku Kondobuono, yakni Prawirodiharjo.
Prawirodiharjo sendiri merupakan putera dari Gunowasito yang berputra 8 orang. Kedelapan putra Prawirodiharjo adalah dalang dan tiga diantaranya ada di desa Kepuhsari.
Dwi, yang menyebut dirinya sebagai keturunan dari Gunowasito ini mendapatkan warisan sebanyak 7 buah wayang dan wajib melengkapinya hingga 1 set.
Untuk itu dirinya harus mengajari oranglain untuk membantu melengkapi persyaratan. Dari sini kemudian berkembang hingga hampir di setiap rumah selalu memiliki seseorang yang memiliki bakat seni, baik seni reog, gamelan dan nyungging wayang.
Realita nyata bahwa perkembangan seni tatah sungging telah menjadi urat nadi seni budaya masyarakat yang berkembang selaras dengan perkembangan sosial ekonominya.
Bahkan dalam perkembangan menyentuh pada seni yang berhubungan dengan tatah sungging yaitu, pedalangan dan gamelan.
Karena pagelaran seni wayang kulit secara lengkap mulai berkurang, maka untuk menjaga eksistensinya kemudian muncul berbagai upaya pengembangkan seni sungging wayang dengan berbagai media.
Generasi muda Kepuhsari menjadi salah satu penggerak perubahan dengan melakukan pengembangan berbagai variasi seni wayang. Hal ini dilakukan untuk menjaga agar seni lukis wayang tidak pudar dan memastikan dapat tumbuh dengan baik.
Hingga seni tatah sungging atau pengrajin wayang serasa menjadi nyawa bagi setiap keluarga. Petani, pedagang atau profesi apapun bukanlah utama, karena sebagian besar warga adalah pengrajin wayang.
Hingga akhirnya tumbuhlah desa Kepuhsari menjadi sentra perajin wayang yang kini lebih dikenal sebagai Kampung Wayang.
Sebutlah Retno Lawiyani, seorang perempuan warga asli Kepuhsari yang beratensi besar untuk mengembangkan seni tatah sungging di desanya.
Bukan berketurunan seniman, namun lingkungan tempatnya tumbuh telah menjadikannya sosok seniman tatah sungging atau seniman wayang yang harus diperhitungkan.
Melalui pengembangan karya, inovasi dan edukasi dilakukannya untuk menjaga keberlangsungan seni tatah sungging yang digeluti hingga kini.
Bahkan melalui banyak pameran dan kerjasama diupayakan untuk mengenalkan Kepuhsari beserta potensi yang dimiliki, bukan saja di dalam negeri tetapi juga kancah dunia.
Sanggar Asto Kenyo Art miliknya menjadi salah satu dari sekitar 7 sanggar wayang yang ada di Kepuhsari, yang menjadi rujukan bagi pengembangan seni tatah sungging.
Selain menerima kunjungan anak sekolah, sanggarnya sering menerima kehadiran wisatawan mancanegara.
Pelatihan yang dikemas dalam agenda wisata menjadikan pembelajaran tatah sungging menjadi lebih menarik dan menyenangkan.
Banyak seniman dan wisatawan berkunjung untuk memuaskan keingintahuan tentang seni lukis wayang ini.
Sementara, Pemerintah daerah melalui dinas pariwisata dan olah raga (disparpora) memberikan perhatian khusus kepada desa Kepuhsari yang telah dikukuhkan sebagai Kampung Wayang Wonogiri.
“Setiap tahun ada agenda workshop tatah sungging wayang, menggambar, mewarnai dan lomba mendalang di museum Wayang Wuryantoro,” jelas Retno, Sabtu (12/04).
Retno juga menambahkan bahwa secara pribadi, dirinya sering menerima tawaran kerjasama dengan instansi, universitas, biro perjalanan serta media televisi maupun surat kabar (termasuk media online -red), ikut berperan dalam film pendek bersama youtuber Ucup dan dua episode film Sakral.
“Saya pernah diundang di acara Hitam Putih dengan mas Deddy Corbuzier. Bersyukur disitu saya bisa mengenalkan seni tatah sungging dan potensi desa Kepuhsari sebagai pusat perajin Wayang di Wonogiri dan Jawa Tengah,” ujarnya bangga.
Retno juga bercerita pernah menjadi pembuat undangan Asean Games Jakarta-Palembang 2018, yang menguji kemampuan tatah sunggingnya.
Koordinator Kampung Wayang Kepuhsari Wonogiri ini berharap wayang bisa tetap lestari. “Yang sedang kami upayakan adalah demi menjaga eksistensi budaya adiluhung seni tatah wayang ini tetap bisa dinikmati dan dilestarikan sampai ke anak saya, cucu saya dan generasi-generasi berikutnya," tandasnya.
- Aspirasi Warga, Hentikan Pabrik Semen di Pracimantoro!
- Musrenbang Wonogiri Didominasi Usulan Infrastruktur dan Pertanian
- Proyek SPAM Regional Wososukas Bukti Hadirnya Negara Memenuhi Hajat Utama Rakyat