Dari Semiloka Kurikulum Ilmu Komunikasi USM, Kompetensi dan Jejaring Menjadi Kunci Penting

Pemimpin media lokal yang cukup bergengsi RMOLJateng yang juga salah satu Ketua Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI), Jayanto Arus Adi (paling kanan-red) saat memberikan pandangannya dalam Telekonferensi Menara USM, Selasa (25/6) lalu.  Dok.RMOLJateng
Pemimpin media lokal yang cukup bergengsi RMOLJateng yang juga salah satu Ketua Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI), Jayanto Arus Adi (paling kanan-red) saat memberikan pandangannya dalam Telekonferensi Menara USM, Selasa (25/6) lalu. Dok.RMOLJateng

Komunikasi tidak akan pernah mati. Sedikit menyitir pepatah legendaris ‘ Siapa yang menguasai komunikasi (baca informasi-red) dialah yang akan memenangi pertempuran’.


Spirit itu menggema dan diaminkan mereka yang hadir meriung di Ruang Telekonferensi Menara USM, Selasa (25/6) lalu. 

Agenda cukup bergengsi, yakni Semiloka Kurikulum Prodi S1-Ilmu Komunikasi USM Tahun 2024. Dialog cukup hangat, mengurai persoalan persoalan yang dihadapi Prodi S1 Komunikasi saat ini.

Berbagai hal mengemuka, mulai dari serapan lulusan, kompetensi yang dimiliki, pergeseran paradigma komunikasi itu sendiri, juga perkembangan teknologi yang mau tidak mau membuat pengelola Prodi harus piawai menyikapinya. 

Edi Nurwahyu Yulianto, M.Ikom selaku Kaprodi Ilmu Komunikasi USM mengawali dialog memaparkan pergerakan secara akademis yang mengiringi perjalanan Prodi S1 Ilmu Komunikasi. 

Dengan ratio mahasiswa dosen 1:54 dengan jumlah mahasiswa aktif mencapai 1602 pertumbuhan Prodi ini terbilang pesat.

Memiliki statistika, yakni rerata IPK 3,55 dengan tingkat kelulusan rata rata 4,18 tahun USM merepresentasikan profil akademis yang sehat. Indikator itu mencuatkan optimisme tersendiri.

Ada cuatan yang rada mengejutkan, meski bukan merupakan hasil riset, namun sebagai case tak luput menggulirkan narasi bersaput anomali. 

Pendapat itu diungkapkan Dr Sri Syamsiah staf pengajar jurusan Komunikasi USM yang intinya kini lulusannya tak lagi meminati jadi wartawan atau jurnalis.

Kecenderungan itu miris, karena wartawan atau jurnalis selama ini menjadi primodona sebagaian lulusan komunikasi. Kalau itu benar, pertanyaannya kemudian ada apa? 

Profesi Baru

Maraknya fenomena profesi baru, seperti Youtuber, content creator menjadi stimulus yang menggerus optimisme di sini. 

Apalagi melihat gebyar berkah yang diraih profesi baru ini, seperti Atta Halilintar, Ria Ricis atau juga Prilly Latuconsina, mereka menjadi orang tajir melintir gegara sukses meraup berkah dari profesi anyar yang kini justru menjadi idola baru.

Nah, menghadapi gejala serupa, lantas ke mana lulusan Komunikasi harus dibawa. Keahlian dan ketrampilan apalagi yang harus ditempa atau diberikan kepada mereka yang sedang menempuh studi di sini?.

Zaman bergerak cepat, teknologi informasi berkembang begiru rupa, kisi kisi ini menjadi telaah yang menjadi concern bersama. Bahwa Prodi harus tanggap menyikapi dinamika yang terjadi adalah keniscayaan. 

Namun komunikasi tidak akan pernah mati. Memberikan asupan dengan formula yang tepat menjadi sebuah kiat. Semiloka kurikulum Prodi Ilmu Komunikasi adalah bagian dari kesadaran untuk menyambut perubahan yang tidak bisa dibendung.

Resep khusus disematkan Ketua Aspikom Pusat  Dr.S. Bekti Istiyanto, M.Si. Menurut Bekti yang kini menjabat Dekan Fisip UPN Jakarta ini tidak ada resep khusus yang bersifat tunggal. 

Kuncinya menghadapi arus deras perubahan, ibarat orang berenang, maka alumni komunikasi harus diberikan kemampuan berenang melintasi lautan. Gaya apa saja ok, yang penting selamat mengarunginya. 

Jadi seperti mengajari orang berenang di kolam. Gayanya bagus, teknik oke, tetapi ketika harus terjun atau bertempur di lapangan kalah. Inilah perlunya jam terbang, dan pengalaman, alumni komunikasi lebih tepat disebut komunikolog perlu terjun di segala medan. 

Supaya ketika bertempur di dunia nyata dapat survive dan meraih kemenangan.

Pahatan serupa digoreskan Jayanto Arus Adi praktisi media dan kini memimpin media lokal cukup bergengsi RMOL Jateng. 

Menurut Jayanto yang kini juga menjabat salah satu Ketua Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) wartawan adalah guru peradaban. Artinya sejauh kiamat belum terjadi, selama itu juga wartawan akan tetap ada.

Bahwa sekarang ini terjadi perubahan paradigma dan pergeseran norma norma secara etik yang mendegradasi wartawan adalah bagian dari metamorfosa jaman. 

Tetapi wartawan sejati akan selalu dapat beradaptasi dengan arus perubahan yang ada. Survival of the fittest artinya siapa yang dapat beradaptasi dialah yang akan dapat bertahan hidup.

Metamorfosa media dari cetak sebagai representasi platform konvensional, berubah menjadi audio visual, dan kini hadir era digital yang mengkombinasikan online, dan streaming secara live atau realtime adalah berkah perkembangan teknologi informasi.

Lalu pertanyaannya kemudian, apakah wartawan masih akan ada, atau ada yang meminati? Jawabannya pasti, wartawan tidak akan pernah mati. Namun mereka adalah bukan wartawan yang konvesnional, gaptek, gagap dalam berkomunikasi dan miskin jejaring. 

Nah di sinilah pentingnya kawah candradimuka, seperti Prodi Ilmu Komunikasi USM dapat menjawab tantangan jaman.

Zona Nyaman

Semiloka Kurikulum yang dihelat Prodi S1 Komunikasi USM dimuarakan memberi muatan ideal alumninya. Ikhtiar tersebut menjadi terobosan khusus sebagai manifestasi membangun kualitas unggul. 

Secara sistemik langkah itu cukup diapresiasi, terlebih di tengah sorotan terhadap perguruan tinggi yang kini cenderung terjebak pada pragmatisme. 

Jayanto Arus Adi jurnalis senior yang kini banyak bergiat di dunia konsultan media dan politik juga memberikan apresiasi serupa.

Menurut Pemimpin Umum dan juga Pemimpin RMOL Jateng ini, USM patut diacungi jempol, karena upaya Prodi Ilmu Komunikasi USM adalah bentuk kesadaran untuk tidak terjebak di zona nyaman. 

Derasnya perubahan menuntut sikap responsif dan proaktif agar output dari USM tidak lantas mengalami degradasi, apalagi berjarak dengan dunia kerja itu sendiri. 

Semiloka kurikulum Prodi S1 Ilmu Komunikasi USM menjadi refleksi, koreksi sekaligus mendengarkan aspirasi dari berbagai stakeholder.

Matheas Mulyawan, GM Columbia Asia Hospital memberikan catatan khusus terkait hal tersebut. Menurutnya peningkatan soft skill ‘’personal grooming dan personal branding perlu mendapat muatan khusus. 

Upaya itu menjaddi penting agar output dari USM memiliki nilai tambah, seperti etos, disiplin dan percaya diri. Kampus, tambah Matheas, bukan hanya sebagai pencetak sarjana, tetapi lebih dari itu memiliki jiwa tangguh dalam menghadapi berbagai tantangan.

Mencoba menyaring dan mengkristalisasi Semiloka Kurikulum Prodi S1 Ilmu Komunikasi USM apa yang dapat menjadi rekomendasi ke depan. 

Pertama menggarisbawahi pernyataan sejumlah peserta, seperti Arie Widiarto dari Ayo Semarang, kemudian Rahman dan Irfan, serta Gerry dari Marimas juga Dhanu Marketing Komunikasi BSB, mereka mengharapkan USM ke depan lebih membekali lulusannya dengan mental tanding yang lebih tangguh.

Berikutnya kampus sebagai Kawah Candradimula perlu membuka cakrawala jaringan lebih luas.

Sebagai pamungkas untuk menjadi catatan khusus jaringan adalah kunci membuka sukses. 

Kemampuan saja tidak cukup karena 70 persen yang menopang sukses kita adalah jaringan. Apalagi di era disrupsi seperti sekarang dunia telah dipersatukan lewat teknologi. 

Maka sukses tidak akan bergantung kita berada di teritori mana, karena dari USM pun kita bisa menjadi juara dunia.