Dampak Limbah Tempe di Grobogan Dikeluhkan Warga, Sosialisasi Tak Diindahkan

Babinsa Kropak Sertu Sugiyanto menunjukan lokasi limbah tempe hitam pekat yang dikeluhkan warga. Rabu (18/9). Rubadi/RMOLJateng.
Babinsa Kropak Sertu Sugiyanto menunjukan lokasi limbah tempe hitam pekat yang dikeluhkan warga. Rabu (18/9). Rubadi/RMOLJateng.

Kurangnya kesadaran para pengusaha tempe terhadap dampak lingkungan di Desa Kropak Kecamatan Wirosari Kabupaten Grobogan Jawa Tengah menyebabkan terjadinya pencemaran di lingkungan sekitar.


Limbah tempe yang dibuang sembarangan akhirnya mencemari mata air di sana, hingga sumur warga Dusun Bulu tak dapat digunakan. Air sumur yang sebelumnya jernih dan bening kini berubah keruh hitam dan berbau. 

Akibat limbah yang merajalela, menyebabkan masyarakat harus rela membeli air dari tangki untuk memenuhi kebutuhan hidup. Terlebih, di musim kemarau cukup sulit untuk mandapatkan air. 

Untungnya pamsimas milik Desa Kropak memiliki sumber yang dapat meringankan warga. Setidaknya ada sekitar 300 KK yang terbantu namun air tidak mampu mencukupi kebutuhan seluruh warga Bulu sebanyak 900 KK. 

Menurut Suyati (57) warga Dusun Bulu, akibat pencamaran limbah home industri tempe menyebabkan sumur di sekitarnya tak dapat dimanfaatkan, karena bau busuk yang menyengat. 

"Saat kita menegur para pengusaha tempe, tak ada respons, mereka malah bilang kita iri terhadap usaha mereka," ujarnya. 

Kondisi limbah pembuangan mengalir di selokan warga, hingga menimbulkan bau tak sedap, selain menyebabkan saluran terhambat bau menyengat dikhawatirkan dapat menyebabkan asma. 

Hal senada dikeluhkan, Suratman (53) sebelum ada para pengusaha tempe, sumur warga dapat digunakan untuk kebutuhan memasak namun saat ini 90 persen tidak dapat digunakan lagi, bahkan sebagian warga menutup sumur permanen. 

"Sebenarnya di sini banyak memiliki sumber mata air namun karena pencemarannya yang tinggi warga tidak lagi menggunakan sumur untuk mencukupi kebutuhan hidup," ungkapnya. 

Menurut Kepala Desa Kropak, Sukinah, pihaknya sudah berulang kali memberikan sosialisasi kepada masyarakat agar membuat resapan agar limbah tempe tidak mengganggu lingkungan sekitar, namun para pengusaha acuh. 

"Berkali-kali kita mengundang dan melakukan sosialisasi, bahkan kita mendatangkan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan Reskrim Polres Grobogan namun tak diindahkan," ungkapnya, Rabu (18/9) siang. 

Ia menjelaskan, jumlah pengusaha Industri rumahan tempe, di Dusun Bulu secara keseluruhan ada 90 orang. Namun untuk pengusaha yang tergolong besar ada sekitar 20 pengusaha.  

Dikatakannya, pernah ada warga yang mendapatkan bantuan resapan dari KKN Kudus, hasilnya bagus dan tidak ada bau, namun karena tidak perawatan baik, sekarang kondisinya rusak dan tak digunakan. 

"Intinya kembali pada para pengusaha, jika ada niat untuk membuat resapan sebenarnya warga sangat mampu," imbuhnya. 

Terpisah, Sarmidi (56) warga RT 7 RW 3 salah satu pengusaha industri tempe mengaku enggan membuat resapan karena menurutnya limbah tempe miliknya tak memiliki bau lantaran air yang ia buang adalah air dingin yang hanya digunakan untuk mencuci kedelai. 

"Karena lingkungan belum padat, tidak akan membuat resapan. Mungkin berbeda kalau tinggal di lingkungan padat penduduk. Tapi kalau saya tidak buat karena tidak ada bau. Intinya baik-baik dengan masyarakat,"  kilahnya. 

Ia mengaku, air panas yang digunakan untuk merebus kedelai tidak dibuang di saluran, namun diberikan kepada warga sekitar untuk minum ternak. Menurutnya, air bekas rebusan kedelai tidak berbahaya seperti limbah lainnya. 

Sementara itu, Ketua Paguyuban Pengusaha Industri Tempe, Toha, mengatakan pihaknya juga sering mengingatkan anggota lainnya untuk pembuatan resapan namun pihaknya justru mendapat perlawanan dari para pengusaha tempe lainnya. 

Sebagai teladan yang dituakan pihaknya, berencana segera membuat resapan untuk mengatasi dampak limbah yang dikeluhkan warga. 

Toha mengatakan, sudah ada beberapa pengusaha yang membuat resapan untuk mengatasi limbah tempe namun baru sebagian kecil. Ia justru berpendapat pihak desa memberikan bantuan stimulan agar warga semangat untuk membuat resapan. 

"Secepatnya pasti buat, saya sudah musyawarah dengan keluarga untuk pembuatannya, namun realisasinya memang belum untuk saat ini. Tapi dalam waktu dekat kita akan membuatnya," ujarnya. 

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P), Dinas Kesehatan Kabupaten Grobogan dr Djatmiko mengatakan limbah tempe menimbulkan bau tak sedap, namun belum bisa ditentukan menyebabkan penyakit atau pun tidaknya. 

"Agar mengetahui secara pasti harus diketahui kandungan airnya mengandung E coli atau jenis lainnya harus dilakukan pengecekan di laboratorium," terangnya.

Ia meminta agar masyarakat dapat berkoordinasi dengan bidang kesehatan lingkungan puskesmas setempat. Agar dapat memastikan kelayakan airnya. 

"Untuk teknisnya nanti biar petugas yang menentukan mana yang harus diambil," imbuhnya. 

Sementara itu, Kasatreskrim Polres Grobogan AKP Agung Joko Haryono mengatakan, pihaknya akan berkoordinasi dengan dinas terkait. 

"Agar permasalahan yang muncul dapat teratasi secara menyeluruh, besok kita langsung berkoornisasi," ungkapnya. 

Dari pantauan RMOLJateng, area terparah di Dusun Bulu adalah di RT 6 RW4 Dusun Bulu Desa Kropak. Disana kondisi limbah mengendap di saluran, selain memiliki bau menyengat saat musim hujan limbah berwarna hitam meluap dari saluran hingga mengotori lingkungan sekitar.