Jumlah angka kematian yang disebabkan oleh Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kabupaten Batang mencapai lima orang dalam waktu empat bulan. Kelima pasien DBD yang meninggal merupakan anak usia sekolah dasar.
- Pasien DBD Membludak, Ruang IGD Jadi Alternatif
- Grabb-Jentik, Langkah Demak Menuju Bebas DBD
- Korban Jiwa DBD Grobogan Bertambah, Sudah 13 Orang Meninggal Pada Pekan Ke 17 Tahun 2024
Baca Juga
"Iya semuanya anak-anak usia Sekolah dasar, ada yang delapan tahun, ada yang sembilan tahun," kata Muh Wahyudi, Kepala Seksi Penanganan dan Pengendalian Penyakit Menular, Dinas Kesehatan Kabupaten Batang di kantornya, Senin (13/5).
Ia menyebut jumlah kasus DBD sejak awal tahun hingga April 2024 mencapai 71 kasus. Namun pasiennya tidak hanya anak-anak, ada juga orang dewasa hingga lansia.
Menurutnya, ada tren kenaikan kasus DBD, tidak hanya di Kabupaten Batang tapi juga seluruh Jawa Tengah.
Wahyudi menyebut pada 2023, jumlah kasus DBD mencapai 192 laporan pada tahun lalu. Angka kematian DBD pada tahun lalu mencapai delapan orang. Harapannya, tahun ini tidak melebihi tahun lalu.
Angka kematian itu terlaporkan berdasarkan laporan yang diterima dari RSUD Batang, RSUD Limpung, dan RSQIM.
"Mayoritas saat datang ke rumah sakit sudah dalam kondisi shock. Udah ada perdarahan pecah. Ada yang baru sampai IGD sudah meninggal," ucapnya.
Wahyudi mengingatkan bahwa fase DBD mirip pelana kuda meliputi Fase panas 3-5 Hari. Lalu dilanjutkan fase kritis. Pada fase kritis ini suhu badan turun dan kelihatan sembuh, padahal justru berbahaya.
Perdarahan di dalam tubuh terus terjadi dan shock rawan terjadi. Jika sudah melewati fase kritis maka pasien DBD akan mulai fase pemulihan.
"Terjadi peningkatan kasus DBD di akhir April sama awal Mei. Faktor peningkatan adalah cuaca. Pada waktu itu kan kadang seminggu hujan dua hari, lalu panas lama, kemudian hujan lagi," ujarnya.
Lalu ada fenomena baru persebaran kasus DBD. Jika dulu mayoritas kasus hanya di Batang Kota kini sudah merembet ke Pegunungan.
Dulu wilayah Kecamatan Bawang, Kecamatan Blado, Kecamatan Reban jarang ada kasus DBD. Kini sudah ada kasus. Prediksinya karena ada peningkatan ekonomi di wilayah itu.
"Sekarang warga pegunungan tidak hanya petani tapi pengusaha, salah satunya pengusaha rongsok dan sebagainya," jelasnya.
Wahyudi menyebut untuk mencegah kasus DBD makin melonjak, pihaknya sudah melakukan berbagai upaya. Pertama adalah mengalokasikan dan mendistribusikan Rapid Diagnostik Test (RDT) DBD ke puskesmas.
"Lewat alat itu, di panas hari pertama pun bisa terdeteksi ada virusnya atau tidak," ucapnya.
Lalu, menggandeng dinas pendidikan dan kebudayaan Kabupaten Batang dan Kemenag. PIhaknya menggandeng kedua dinas yang punya institusi pendidikan itu meningkatkan cakupan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN).
Pihaknya juga mengumpulkan OPD dan camat untuk minta dukungan agar Jumat bersih digalakkan lagi. Terakhir, pihaknya mulai menggalakkan fogging pagi dan sore di wilayah penderita.
"Termasuk di sekolah, misalnya kemarin di SDN Wates dan SD Negeri Bakalan. Sembari kami sampaikan bahwa fogging tidak efektif. Yang paling efektif adalah Pemberantasan sarang nyamuk," ucapnya.
Wahyudi menyataka yang jadi kendala adalah kesadaran PSN warga masyarakat. Sebenarnya hanya sederhana yaitu membuat genangan air di lingkungan sekitar agar tidak menjadi sarang nyamuk. Namun hal sepele itu justru diabaikan.
"Kalau di dalam rumah bersih, tapi di lingkungan sekitarnya yang tidak. Itu kami temukan ketika turun di lapangan," ujarnya
Ia menyebut biasanya melakukan fogging dalam radius 100 meter dari rumah pasien meninggal DBD, dan di situlah kondisi lingkungan sekitar terlihat.
- Disdikbud dan Dinkes Batang Intens Pantau Menu MBG
- Diskusi Budaya, Kunci Terbukanya Ruang Ekspresi Seniman Batang
- Rakor Percepatan Penuntasan Angka Stunting, Pastikan Anak Indonesia Cerdas Dan Kuat