Cheng Ho, Kisah Laksamana Pembawa Misi Damai dari Tiongkok yang Membekas di Semarang

Dok RMOLJateng
Dok RMOLJateng

Siapa tak kenal Laksamana Cheng Ho?. Kisahnya bukan hanya sebatas legenda biasa, namun menjadi sejarah yang tak bisa dilepaskan dari bangsa ini.

Karena itu, wajar jika kemudian, hari kedatangannya, dibanding warga Tionghoa lainnya ke Tanah Jawa, masih kerap diperingati hingga saat ini.

Namun sebelum melangkah jauh berbicara soal sosok Laksamana Cheng Ho, Kota Semarang memang memiliki sejarah terkait kedatangan warga Tionghoa dari daratan negeri Tiongkok. 

Belum jelas catatan pasti mulai abad ke berapa warga Tiongkok bermigrasi sampai ke tanah Jawa. 

Karena itu, meski hingga kini belum ditemukan catatan resmi otentik yang bisa dijadikan sebagai patokan sejarah kebenaran kedatangannya, namun diyakini Laksamana Cheng Ho pernah Mendarat dua kali di pantai Semarang.

Laksamana Cheng Ho atau Zheng He sendiri merupakan seorang laksamana di kerajaan Tiongkok pada masa Dinasty Ming pada abad ke 15.

Dia diyakini merupakan seorang Muslim, dan mendapat tugas dari raja untuk melakukan perjalanan dagang dan menjalin persahabatan ke negara-negara atau kerajaan-kerajaan di luar Tiongkok. 

Konon muhibah pelayaran Cheng Ho melibatkan ratusan perahu besar dan kecil, secara besar-besaran. Terdiri rombongan kapal pengangkut logistik, pengangkut pasukan/personel, dan pengangkut benda-benda yang akan diperdagangkan dengan negara-negara yang dikunjungi, maupun cinderamata bagi raja-raja yang dikunjungi. 

Maka Cheng Ho dikenal sebagai duta dagang dan duta persahabatan. 

Dari perjalanannya tersebut, konon Cheng Ho pernah Mendarat di pantai Semarang salah satunya pada tahun 1405. Cheng Ho singgah di sebuah gua di pantai yang sekarang menjadi daratan Simongan. Petilasan Cheng Ho pada masa sekarang didirikan Kelenteng Sam Po Kong. 

Pegiat budaya Tionghoa Semarang, Kwa Tong Hay beberapa waktu silam pernah menyebut, gua tempat istirahat Cheng Ho sendiri sudah tidak ditemukan. Diduga sudah runtuh. Adapun yang ada di kompleks kelenteng Sampokong sekarang sudah merupakan gua tiruan. 

Persinggahan ke pantai Simongan Semarang pada tahun 1405 merupakan bagian dari deretan muhibah Cheng Ho ke negara-negara di kawasan Asia Tenggara, selain Singapura dan kerajaan-kerajaan lain. 

Di Pecinan

Pada masa pemerintahan kolonial Belanda, oleh pemerintah Belanda, warga Tionghoa Semarang yang bermukim menyebar di Semarang,  direlokasi dalam satu kompleks pemukiman, ke tepi kali Semarang pasca pemberontakan Tionghoa di Batavia tahun 1740. 

Karena kawasan tepi kali Semarang ini kemudian menjadi padat oleh warga Tionghoa, didirikanlah banyak Kelenteng, salah satunya Kelenteng Tay Kak Sie di Gang Belakang, yaitu belakang pasar Gang Baru. 

Tahun 1773 kelenteng direlokasi ke Gang Lombok. Untuk menghormati Cheng Ho yang diberi gelar Sam Po Tay Djien, yang pernah datang ke Semarang, maka warga Tionghoa memasang kimsien (arca) Sam Po Tau Djien di Kelenteng Tay Kak Sie, untuk peribadatan. 

Setiap tahun bulan 6 tanggal 29 Imlek, warga Tionghoa di Pecinan memperingati kedatangan Sam Po Tay Djien atau Cheng Ho ke Semarang. Berkaitan tanggal kalender Masehi, tradisi bulan 6 tanggal 29 ini berkisaran bulan Juli-Agustus. 

Sampai sekarang tradisi tahunan tersebut masih tetap dijalankan, ditandai tradisi kirab dari Tay Kak Sie di Jalan Gang Lombok menuju petilasan Cheng Ho di Kelenteng Sam Po Kong Jalan Simongan, dan menjadi agenda pariwisata budaya tahunan di Semarang. 

Cheng Ho atau Sam Po Tay Djien dinilai membawa spirit bagi semangat persaudaraan, perdamaian, dan asimilasi warga Tionghoa dengan warga pribumi di Semarang. 

Bagi warga Tionghoa di Semarang, nama Cheng Ho cukup dikenal.