Cerita Kepsek SMP Negeri 4 Pekalongan Tentang Tomi, Anak Didiknya Yang Yatim Piatu

LBH Adhyaksa Menunjukkan Surat Tagihan Dari Bank. Rumah Anak Yatim Piatu Asal Kota Pekalongan Terancam Disita Bank
LBH Adhyaksa Menunjukkan Surat Tagihan Dari Bank. Rumah Anak Yatim Piatu Asal Kota Pekalongan Terancam Disita Bank

Kepala Sekolah SMP Negeri 4 Pekalongan, Maskur, angkat bicara terkait kondisi salah satu siswanya yang baru saja viral di media sosial. Siswa bernama Tomi Taufiqurrahman, seorang anak yatim piatu, baru saja lulus dari SMP tersebut.


Berita tentang Tomi yang hidup sebatang kara telah menyentuh hati banyak orang.

Maskur mengkonfirmasi bahwa Tomi memang sejak lama dikenal sebagai anak yang pendiam. Namun, perubahan sikapnya semakin terlihat setelah kedua orang tuanya meninggal dunia.

"Kalau pendiam memang dari dulu, akan tetapi perubahan yang tampak sekali itu setelah orang tuanya meninggal. Jadi Tomi ini benar-benar tidak tahu permasalahan orang tuanya terkait pinjam meminjam," ungkap Maskur di rumahnya, Selasa (18/06).

Ia menjelaskan bahwa setelah kepergian ibunya, kondisi kejiwaan Tomi semakin terganggu. Komunikasi yang dulunya masih bisa dilakukan dengan lancar saat ibunya masih ada, kini menjadi sangat sulit.

"Pada saat kelas 7 dan 8 atau saat ibu Tomi masih ada, komunikasi dengan anaknya masih lumayan responsif, namun tidak seperti saat kelas 9 atau ketika ibunya meninggal dunia jadi makin sulit komunikasinya," tambah Maskur.

Dalam upaya membantu kondisi kejiwaan Tomi, pihak sekolah bekerja sama dengan Lakondik (Layanan Konseling Pendidikan) Dinas Pendidikan. Maskur menyebutkan bahwa pihak sekolah telah menyediakan psikolog agar keadaan Tomi tidak semakin buruk.

"Kami pihak sekolah bekerja sama dengan Lakondik untuk membantu kejiwaan Tomi dengan menyediakan psikolog agar tidak semakin buruk keadaannya," jelasnya.

Selain itu, pihak sekolah juga memastikan bahwa Tomi tidak dibebani dengan biaya sekolah. Mereka ingin memastikan agar Tomi tetap bisa melanjutkan pendidikannya tanpa hambatan finansial.

"Kami kerap visiting (berkunjung) ke rumahnya untuk memastikan keadaan Tomi tiap kali anaknya tidak masuk sekolah karena sudah tidak ada lagi orang tua. Kami selalu mendukung Tomi agar bisa lulus sekolah," kata Maskur.

Maskur mengungkapkan bahwa ia pernah menawarkan Tomi untuk tinggal bersama keluarganya karena merasa kasihan dan ingin mempermudah pengawasan.

"Saya pernah menawarkan karena di rumah anak-anak belajar di pondok semua jadi tinggal ada istri. Sehingga kalau (kami-red) hanya membantu kebutuhan Tomi, Insya Allah masih bisalah. Akan tetapi anaknya menolak dan memilih tinggal di rumahnya sendiri," tutur Maskur.

Meski pun Tomi menolak tawaran tersebut, Maskur dan pihak sekolah tetap berupaya untuk memberikan dukungan yang terbaik bagi Tomi. Mereka berharap bahwa dengan dukungan psikolog dan perhatian yang diberikan, Tomi bisa bangkit dari keterpurukan dan melanjutkan hidupnya dengan lebih baik.

Peliputan tentang anak yatim piatu yang mengharukan ini bisa dibaca pada berita RMOLJawaTengah di bawah ini:

Nasib Pilu Anak Yatim Piatu di Pekalongan: Rumah Terancam Disita Bank