Cegah Intoleransi di Lingkungan Sekolah, Wahid Foundation akan Luncurkan Sekolah Damai

Wahid Foundation membuat sebuah survey dikalangan siswa sekolah yang masuk dalam kepengurusan rohaniawan siswa (Rohis) untuk melihat tingkat intoleransi yang dimiliki para siswa. 


Terbukti dari hasil survey tingkat intoleransinya masih tinggi pada sekolah menengah dan kejuruan di tahun 2016. Hasilnya 68 persen siswa setuju untuk melakukan jihad ke Suriah, Afghanistan dan Palestina. Sementara 78 persen siswa setuju dengan konsep negara khilafiah.

Peneliti dari Wahid Foundation, Ubbadul Adzkiya menyampaikan dari survey tersebut didapatkan jika siswa SMA/SMK rentan terhadap keyakinan beragama. 

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) di tahun 2018 telah menyusun perencanaan tentang aksi nasional terhadap penanggulangan intoleransi dan ekstremisme.

“Wahid Foundation tahun 2017 telah membuat rekomendasi kebijakan strategi nasional untuk pencegahan intoleransi dan radikalisme di sekolah. Nantinya jika melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi akan memiliki pandangan yang jelas,” ucap Ubed, sapaan akrabnya, saat diskusi dengan media tentang Pentingnya Kebijakan Pencegahan Intoleransi dan Kekerasan di Sekolah, Kamis (20/10).

Pada tahun 2018, lanjutnya, di Jawa Tengah sudah ada lima sekolah pertama yang melakukan program sekolah damai yakni SMAN 7, 10, 11, 13 Semarang dan SMAN Cepiring Kendal.

Selain Jawa Tengah, sekolah damai juga dilakukan di beberapa sekolah lainnya di SMA/SMK di DKI Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Timur.

"Jadi pada September kami melakukan kick off mengundang dari 70 SMA/SMK se-Jateng sebagai perwakilan dari semua sekolahan yang ada di Jawa Tengah untuk menjadi percontohan implementasi sekolah damai. Dari 35 kabupaten/kota diambil 2 sekolahan negeri favorit," ungkapnya.

Ubed menyampaikan, pada 24 Oktober nanti, Wahid Foundation akan meluncurkan sekolah damai bersama Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo dan Yeni Wahid. 

Dalam peluncuran tersebut, pihaknya akan mengundang para kepala sekolah, guru agama Islam, guru bimbingan konseling (BK), OSIS dan Rohis, yang rencananya akan dilakukan di Solo secara hybrid.

"Kita sudah bertemu Pak Ganjar dan beliau sudah bersedia untuk hadir di Senin depan, mungkin ini adalah pertama kali yang hadir di Indonesia program yang mengimplementasikan sekolah damai," lanjutnya.

Nantinya Wahid Foundation akan membantu dalam mengembangkan budaya damai melalui kebijakan dan praktik toleransi dengan melibatkan seluruh orang yang ada dilingkungan sekolah secara partisipatif, kreatif dan kolaboratif.

Ia menekankan bahwa sekolah damai ini bukan untuk menambah kurikulum baru atau mata pelajaran baru, namun akan lebih pada menerapkan budaya damai di lingkungan sekolah.

"Pilar sekolah damai yang pertama kebijakan, sekolah punya kebijakan untuk mengantisipasi intoleransi dan kekerasan di sekolah. Selanjutnya bisa berupa peraturan kepala sekolah atau SOP yang mencegah intoleransi," paparnya.

Sementara itu, Kabid Ideologi Kesbangpol Provinsi Jateng, Widi Nugroho menambahkan pada tahun 2021 Pemerintah Provinsi Jawa Tengah sudah memiliki Surat Keputusan Gubernur tentang deradikalisasi. 

Hal ini dikarenakan sekolah tingkat SMA/SMK di Jateng sudah masuk faham radikalisme dengan berbagai macam bentuknya.

“Jadi memang penting bagi kami untuk kerjasama dengan lima jejaring ada pemerintah, pers, akademisi dan ada LSM. Penting untuk kita mengkaji kembali bentuk dan cara mengatasinya," terang Widi.

Pihaknya menuturkan program yang dimiliki Wahid Foundation ini nantinya akan berkelanjutan, ia berharap ada peran serta dari media untuk bisa ikut mengawal sekolah damai. Sesuai arahan Gubernur, semua pihak harus terbuka jika memang ada temuan.

"Harapanya sekolah damai ini jalan ke semua daerah. Sehingga kita tidak ingin anak tingkat TK sudah disisipi oleh paham radikalisme," tandasnya.