Bawaslu Jangan Menjadi Macam Ompong

Pakar Dan Praktisi Hukum Dr T.M. Luthfi Yazid SH LLM. Istimewa
Pakar Dan Praktisi Hukum Dr T.M. Luthfi Yazid SH LLM. Istimewa

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jawa Tengah merupakan instrumen negara yang seharusnya mengikuti prosedur hukum dan menjalankan tata pemerintahan yang baik.


Pakar dan praktisi hukum Dr T.M. Luthfi Yazid SH LLM menilai perselisihan hukum akibat penyelenggaraan Pemilu 2024 masih saja terjadi di tingkat nasional mau pun daerah.

Tugas utama Bawaslu, menurut Undang-undang (UU) Pemilu no 7 Tahun 2017, Pasal 454 ayat 2, sesuai dengan namanya, adalah badan pengawas.

Menurut Luthfi, poin penting di situ disebutkan bahwa pengawasan itu harus aktif. Bawaslu dari awal harus kritis dan pro aktif dari sejak pencegahan terjadinya kecurangan dalam Pemilu.

Tapi perangkat institusi Pemilu yang ada "semuanya memble, hanya jadi macan ompong".

Jika ada kasus hukum, "Jawaban klasik Bawaslu selalu 'dihentikan karena tidak memenuhi unsur pelanggaran. Bawaslu selalu cuci tangan, hanya terima laporan tok. Mestinya sejak dini sudah diantisipasi kemungkinan adanya kecurangan," kata Luthfi yang dikenal juga sebagai pendiri Indonesian Hajj and Umroh Watch (IHUW) ini.

“Hal ini menunjukkan sistem hukum nasional yang seharusnya menjaga dan memberikan kepastian hukum masih lemah,” kata Luthfi kepada awak pers, Selasa (04/06).

Sebab itulah, Wakil Presiden Kongres Advokat Indonesia 2019–2024, ini menilai keberadaan Bawaslu harus dievaluasi total jangan hanya menjadi aksesori belaka.

"Bahwa Pemilu kita ini demokratis dengan adanya lembaga-lembaga seperti KPU, Bawaslu, DKPP dan Gakumdu. Padahal semuanya cuma penghias demokrasi saja, tidak substantif," kata Luthfi.

Dampaknya, kinerja institusi hukum nasional tidak optimal bahkan terkesan serampangan dalam melayani kebutuhan hukum masyarakat.

Buktinya fenomena tersebut terjadi pada sejumlah institusi hukum seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) yang mendapat banyak kritik pedas selama dan sesudah proses Pemilu 2024.  

Luthfi lantas menunjukkan kasus hukum Pemilu Presiden 2024. Terkait hal ini, Luthfi turut menjadi tim hukum Ganjar Pranowo-Mahfud MD dalam sidang sengketa Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK).

"Penyelesaian sengketa Pilpres di MK, misalnya, kok cuma 14 hari. Bagaimana menciptakan putusan yang adil? Bagaimana pembuktian dan pemeriksaan saksi bisa mendalam?"

Tapi untungnya, lanjut Luthfi, "Masih ada dissenting opinion dari tiga hakim MK yang tak pernah terjadi dalam sejarah."  

Kecurangan Pemilu juga terjadi di daerah. Banyak calon legislatif (caleg) yang mengaku telah mendapatkan bukti terjadi kecurangan suara di TPS Dapil-nya.

Salah satunya adalah Caleg Partai Gerindra, M.B. Setiadharma.

Sebagai informasi, pada 5 April 2024, Setiadharma mengajukan surat telah terjadi dugaan tindak pidana pelanggaran Pemilu berupa hilangnya perolehan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS) di Dapil 4 Jawa Tengah. Yakni di TPS Sambungmacan di Kabupaten Sragen dan TPS Baturetno di Kabupaten Wonogiri dengan lampiran berkas bukti-bukti temuan.

Kemudian pada 16 Mei 2024, Bawaslu Jateng menyampaikan surat pemberitahuan kepada Setiadharma bahwa "laporan yang diberikan tidak memenuhi unsur-unsur pelanggaran Pemilu”. Laporan saya dan fakta-fakta telah terjadi pelanggaran Pemilu tiba-tiba dihentikan dengan alasan tidak memenuhi unsur pelanggaran," kata Setiadharma.

Kader Gerindra tersebut, dalam surat yang ditujukan ke Bawaslu tertanggal 27 Mei 2024, mempertanyakan tindakan Bawaslu Jateng yang tidak transparan. Selain itu tindakan penghentian laporan juga terasa janggal.

"Surat dari Bawaslu Jateng itu pada pokoknya hanya memuat status dihentikan, tetapi tidak memuat alasan dan pertimbangan hukum atas dasar apa laporan saya dihentikan," katanya.

Bagaimana mungkin, lanjut Setiadharma, Bawaslu Jateng menyatakan suatu keputusan tanpa memberi keterangan faktual (temuan bukti) dan normatif (aturan) yang mendasari keputusan tersebut.

"Ini menunjukkan dengan nyata keputusan Bawaslu Jateng sewenang-wenang, suatu keputusan yang tanpa dasar sama sekali," katanya.

Setiadharma melanjutkan, Bawaslu Jateng telah nyata-nyata tidak transparan dalam memeriksa, mengkaji dan memutuskan laporan.

"Saya selaku Pelapor heran bagaimana mungkin Bawaslu Jateng atau Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah serta Penyidik Kepolisian Daerah Jawa Tengah (yang termasuk bagian dari Penegakan Hukum Terpadu atau Gakkumdu-red) tanpa pertimbangan yang seksama dan demi hukum serta keadilan dapat membuat kesimpulan bahwa tidak ada Pelanggaran Pemilu sebagaimana saya ajukan dalam laporan?"

Setiadharma berharap Bawaslu Jateng segera memeriksa, mempertimbangkan kembali keputusannya. "Saya juga memohon tindakan terhadap Terlapor sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku," katanya lagi.

Menanggapi kasus kecurangan Pemilu, terkait raibnya perolehan suara para caleg, khususnya Caleg Partai Gerindra Setiadharma di TPS, Luthfi mengatakan tugas utama Bawaslu memang bukan "badan penerima laporan".

Ada pun Caleg Gerindra,  Setiadharma berharap Bawaslu Jateng segera memeriksa dan mempertimbangkan kembali keputusannya.

"Saya juga memohon tindakan terhadap Terlapor sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku,” himbaunya.