Bank Jateng Ibarat Anak Yatim Piatu

Bank umum kebanggaan wong Jawa Tengah yang dulu nama resminya Bank Pembangunan Daerah (BPD) Jateng -sekarang memakai brand Bank Jateng (BJT), saat ini posisinya ibarat anak yatim piatu.


Tidak punya bapak dan ibu yang sah. Para pengelola bahkan kuasa pemiliknya, semuanya berstatus pelaksana tugas atau penjabat (sementara).

Sejak mundurnya direktur utama yang diberi jalan bisa menjabat lebih dari dua periode karena AD-ART berubah, Supriyatno, disetujui pemegang per tanggal 7 Agustus 2023, kursi Dirut harus diisi Plt (pelaksana tugas) yang diambil dari salah satu direktur yang ada. Repotnya, jabatan Komisaris Utama yang diisi lagi oleh Sekretaris Daerah Provinsi Jateng Sumarno, statusnya juga Plt (pelaksana tugas) Status lola (tidak punya orang tua) menjadi lengkap setelah Ganjar Pranowo selesai masa jabatannya sebagai Gubernur Jateng pada 5 September 2023, dan posisinya diisi seorang penjabat gubernur.

Dengan kondisi tersebut dikhawatirkan Bank jateng tidak dapat mengambil keputusan-keputusan yang sifatnya strategis. Pangkalnya, Gubernur selaku Pemegang saham Pengendali (PSP) yang berhak secara penuh melaksanakan RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) statusnya penjabat (Pj) yang masa tugasnya 1 tahun yang bisa diperpanjang, namun juga bisa diberhentikan sewaktu-waktu. Memang soal ini bisa diperdebatkan, karena ada Pj Kepala daerah yang berani memberhentikan direksi dan komisaris BUMD (Badan Usaha Milik Daerah). Namun jika status BUMD tersebut adalah Lembaga keuangan perbankan, urusan menjadi tidak mudah karena ada kewenangan OJK (Otoritas Jasa keuangan) dan Bank Indonesia yang harus dipatuhi.

Status Plt Dirut dan Komut di Bank Jateng juga menjadi ganjalan jika manajemen harus mengambil keputiusan strategis. Kalaupun -katakanlah- Plt diberi kewenangan sama dengan pejabat definitif- ada ganjalan psikologis dari orang yang mengembannya. Dalam posisi sekarang, BJT yang masuk dalam kategori BUKU (bank umum kegiatan usaha) III, punya kewajiban memenuhi modal setornya menjadi Rp 5 triliun. Apakah Dirut dan Komut yang berstatus Plt yang mengeksekusi tuntutan tersebut? 

Selain soal modal inti, sama seperti perbankan lainnya. Bank jateng juga menghadapi persoalan kredit macet yang bisa dianggap biasa, namun bisa juga dianggap berbahaya. Bagaimanapun kredit macet akan menggerus modal perseroan. 

Semoga ada solusi dan keberanian menyelesaikan hal ini, Sehingga bank kebanggaan orang Jawa Tengah ini bisa mengeliat lagi. Jangan sampai hiruk-pikuk pesta demokrasi mengabaikan persoalan yang dihadapi Bank Jateng.

Drs Jayanto Arus Adi, MM, Pemimpin Umum dan Pemimpin Redaksi RMOL Jateng, Wartawan Senior, Ahli Pers Dewan Pers, dan Direktur JMSI Institute