Bangkit dari Mati Suri, Keselamatan Wisatawan Jadi Prioritas

Geliat Pariwisata Jateng di Masa Pandemi
Pemeriksaan suhu badan dan syarat vaksinasi dengan QR code PeduliLindungi kepada setiap pengunjung yang masuk ke objek wisata Ketep Pass. Penerapan protokol kesehatan terus dilakukan secara ketat di tempat wisata meski terjadi penurunan penularan Covid-19 dan level PPKM di Jateng. / dok. BPOW Ketep Pass.
Pemeriksaan suhu badan dan syarat vaksinasi dengan QR code PeduliLindungi kepada setiap pengunjung yang masuk ke objek wisata Ketep Pass. Penerapan protokol kesehatan terus dilakukan secara ketat di tempat wisata meski terjadi penurunan penularan Covid-19 dan level PPKM di Jateng. / dok. BPOW Ketep Pass.

Rona wajah Edwar Alfian (35) berubah ceria. Sejurus di depannya, beberapa mobil wisatawan tampak tengah antre memasuki pintu gerbang Objek Wisata Ketep Pass.


Sudah tiga minggu ini, objek wisata Ketep Pass yang berlokasi di Ketep, Sawangan, Kabupaten Magelang, kembali dibuka. Sejak pandemi melanda, objek wisata yang dikelola Pemprov Jateng ini, mengalami buka-tutup seiring terjadinya peningkatan kasus Covid-19.

‘’Kami buka-tutup terus. Pertama kali tutup pada 16 Maret  2020, dan dibuka akhir Juli 2020. Tutup lagi, karena erupsi Merapi pada November 2020. Pada Februari 2021 saat Lebaran selama 10 hari. Buka lagi setelah Lebaran. Saat PPKM Level 4, kembali ditutup lagi. Baru kembali buka, tiga minggu lalu,’’ ungkap pria yang sehari-hari menjabat Kepala Bagian Pemasaran dan Promosi Badan Pengelola Objek Wisata (BPOW) Ketep Pass, kepada RMOL Jateng, Jumat (19/11/2021).

Edwar Alfian, saat ujicoba pembukaan Objek Wisata Ketep Pass. Foto: dok pribadi.

Dalam kondisi buka-tutup seperti itu, kata Edwar, praktis membuat pengunjung menurun sangat drastis dibanding masa sebelum pandemi.

‘’Pengunjung menurun drastis hingga 50 persen. Sebelum pandemi, pengunjung di hari Minggu bisa mencapai 2500-3000 orang, kini setelah dibuka menyusut hingga hanya 400 orang,’’ papar pria kelahiran Magelang, 24 Mei 1986 itu.

Sejak dibuka untuk pengunjung, diakuinya, tak serta merta membuat pengunjung meningkat. Adanya syarat sudah vaksin dalam aplikasi PeduliLindungi, banyak membuat wistawan batal berkunjung.

‘’Mereka banyak yang terpaksa putar balik karena ada anak atau anggota keluarganya yang belum divaksin. Jumlah yang putar balik cukup siginifikan, mencapai rata-rata 1000 orang,’’ imbuhnya.

Menurunnya jumlah pengunjung, berdampak pula pada penurunan penonton bioskop Volcano Theatre di Ketep Pass. ‘’Kami memiliki kapasitas tempat duduk 80 orang. Dulu, full terisi.  Mayoritas penonton bioskop anak-anak. Sekarang, tinggal 5-10 orang tetap kami layani,’’ ujarnya.

Kondisi itu membuat pendapatan Ketep Pass menurun drastis. ‘’Dulu kami bisa meraup Rp4 miliar per tahun. Tahun 2020 lalu, merosot drastis tinggal Rp1 miliar. Hingga akhir Oktober tahun ini, pendapatan kami belum ada 10 persen,’’ paparnya. Tiket masuk Ketep Pass di hari Minggu Rp13.500. Senin libur. Selasa-Sabtu Rp12.500. Untuk tiket masuk bioskop Rp9.000.  

‘’Meski ditengah kondisi yang demikian, kami sama sekali tak meliburkan atau merumahkan karyawan yang berjumlah 38 orang. Mereka tetap bekerja seperti biasa, meski ritmenya pasti berbeda,’’ ujarnya.

 

Keselamatan Pengunjung Diutamakan

Edwar menuturkan, pihaknya tetap menerapkan protokol kesehatan secara ketat kepada setiap pengunjung yang masuk. Selain pembatasan pengunjung, untuk masuk pengunjung tetap diwajibkan memakai masker, jaga jarak dan dicek suhu badannya. Pengunjung diwajibkan mengisi QR code aplikasi PeduliLindungi, sebagai syarat sudah vaksin lengkap.

‘’Walau pengunjung dan pendapatan menurun, kami tetap harus mematuhi prokes dari Satgas Covid-19. Pendapatan boleh turun, tapi kesehatan dan keselamatan pengunjung tetap yang utama dan prioritas kami,’’ tegasnya.

Kondisi yang dialami Ketep Pass, juga dialami pengelola objek wisata Jurug Solo Zoo. Tahun ini, kebun binatang yang dikelola Perusda Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ) Solo ini, baru dibuka kembali pada 20 Oktober 2021 lalu. PPKM mengharuskan objek wisata ini harus menutup operasionalnya selama 3 bulan,  sejak 3 Juli hingga 19 Oktober 2021.

‘’Kerugian kami mencapai Rp1,5 miliar,’’ ujar Direktur Jurug Solo Zoo, Bimo Wahyu Widodo, kepada RMOL Jateng.

Direktur Jurug Solo Zoo, Bimo Wahyu Widodo (kiri). Foto: dok. Instagram Jurug Solo Zoo.

Selama pandemi, pengunjung ke Jurug Solo Zoo, kata Bimo, merosot sangat drastis. Pada 2020, tercatat hanya 110.000 pengunjung. Padahal, tahun 2019, bisa mencapai 564.981 orang.

‘’Bulan Oktober lalu, pengunjung tercatat 15.574 orang. Pada bulan ini, naik sedikit jadi 16.792 orang. Jumlah ini merosot drastis dibanding bulan-bulan di masa sebelum pandemi yang mencapai 50.000-an per bulan,’’ ungkap Bimo.

Kendati begitu, Bimo mengaku tetap optimistis, pengunjung lambat laun akan meningkat, jika angka penularan virus Covid-19 terus menurun dan masyarakat terus mematuhi protokol kesehatan.

‘’Kami menerapkan prokes secara ketat bagi setiap pengunjung. Sudah ada CHSE dan barcode PeduliLindungi. Untuk menarik minat pengunjung, kami menggelar lomba mancing, pameran tanaman hias, dll,’’ paparnya.

Kepala Seksi Pengembangan Daya Tarik Wisata Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata (Dinporapar) Provinsi Jawa Tengah Riyadi Kurniawan mengungkapkan,    dari total 690 Daya Tarik Wisata (DTW) di Jawa Tengah, 543 telah dibuka terbatas, 136 masih ditutup dan 11 lainnya melakukan simulasi/ujicoba.

Dijelaskan, kebijakan buka terbatas pada wilayah wilayah level 1 dan 2 atau level 3,  apabila ada kebijakan oleh Kepala Daerah setempat. Untuk yang Ujicoba/Simulasi pada wilayah level 3, serta yang wajib tutup pada wilayah level 4.

‘’Berdasarkan laporan dinas yang membidangi pariwisata di Kabupaten/Kota, saat ini  masih ada 11 DTW yang tutup. Mereka tersebar di Kabupaten Batang, Banjanegara, Pati, dan Tegal,’’ ungkap Riyadi.

Riyadi menambahkan, objek wisata yang dibuka harus memenuhi persyaratan, yakni pengelola, pegawai dan pengunjung wajib sudah vaksin; tersedianya dan digunakannya sarana prokes; pembatasan kunjungan maksimal 50 persen dari daya tampung; pembatasan jam oerasional; tersedia satgas internal covid-19; telah melakukan dan lolos ujicoba operasionalisasi; serta terakhir yang utama, mendapat izin dari Satgas Covid-19 wilayah setempat.

Riyadi mengakui, jumlah objek wisata yang mati suri akibat terdampak pandemi Covid-19, berubah dinamis sesuai dengan kondisi status level PPKM.  

‘’Namun, begitu status level membaik, objek wisata itu pun kembali bisa operasional kembali,’’ ujarnya.

Hingga kini, kata dia, belum ada laporan objek wisata yang tutup total atau bangkrut. Penutupan objek wisata terpaksa dilakukan karena kondisi PPKM di suatu wilayah.

Jangan Lengah dan Abai

Kondisi serupa bukan saja dirasakan pengelola objek wisata. Pengelola hotel dan restoran di Jateng, juga mulai bergairah lagi setelah mengalami kelesuan yang sangat panjang selama dua tahun pandemi ini.

‘’Alhamdulilah, tingkat hunian hotel kini mencapai 60-70 persen. Event-event dan perjalanan wisata juga mulai ramai, praktis meningkatkan tamu yang menginap di hotel,’’ kata Benk Mintosih, Wakil Ketua PHRI Jateng.

Namun, Benk meminta agar kebijakan pemerintah yang melarang libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) ditinjau kembali. Pasalnya, larangan itu akan sangat berdampak pada tingkat hunian hotel yang kembali melorot drastis seperti saat awal pandemi.

‘’Mohon, kebijakan larangan itu ditinjau lagi. Kasihan kami yang sudah bergairah dan bangkit, harus merasakan seperti saat awal pandemi, kamar-kamar kosong karena sepi tamu,’’ ujar Koordinator Pegiat Pariwisata Jateng, ini.

Menurut Benk, karena sudah ada aplikasi PeduliLindungi dan aturan prokes yang ketat, larangan itu seharusnya tidak perlu. ‘’Prokes sudah kami perketat, ada syarat PeduliLindungi, itu saja yang harus jadi acuan, sehingga tak perlu ada larangan,’’ ujar Benk, yang menjabat Ketua Gabungan Industri Pariwisata Jateng.

Kondisi pandemi, sejatinya, membuat banyak pihak merana dan menderita. Dampaknya, bukan saja memakan ribuan korban jiwa, tapi juga memukul kegiatan perekonomian di banyak sektor.

Pariwisata menjadi salah satu sektor yang terpukul dan terdampak pandemi Covid-19. Walau pendapatan menurun drastis akibat penutupan dan pembatasan jumlah pengunjung, tetapi itu risiko tak terelakkan dari sebuah bencana. Faktanya, nyawa manusia jauh lebih utama. Kesehatan dan keselamatan jiwa para wisatawan jauh lebih berharga, daripada pundi-pundi rupiah, yang bisa dicari, saat pandemi ini berakhir.

Saat pariwisata di Jateng, kembali bergeliat dan bergairah, seiring penurunan kasus Covid-19 dan level PPKM, kita berharap, ini menjadi kabar gembira yang harus disyukuri, sekaligus peringatan bersama: jangan lengah dan abai terhadap bahaya penularan virus Covid-19 yang mengintai setiap saat…