Bambang Sutantio Memberdayakan Peternak Indonesia dengan Konsep Creating Shared Values (CSV)

Dipl.Ing. Bambang Sutantio saat menerima gelar Doktor Honoris Causa bidang Peternakan dari Universitas Diponegoro Semarang, Sabtu (23/9).
Dipl.Ing. Bambang Sutantio saat menerima gelar Doktor Honoris Causa bidang Peternakan dari Universitas Diponegoro Semarang, Sabtu (23/9).

Indonesia merupakan negara yang potensial sebagai penghasil pangan dunia. Salah satunya, industri peternakan sapi perah menjadi bagian penting bagi perekekonomian nasional, karena sumbangan yang nyata pada penyerapan tenaga kerja dan pendapatan nasional.


Namun, konsep pemberdayaan dengan paradigma baru harus melibatkan peternak dalam kegiatan pembangunan baik dalam perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi. 

Model pemberdayaan yang harus diadopsi adalah model yang menuju konsep Creating Share Value (CSV) dengan medium scale menjelaskan bahwa nilai tambah yang di-share kepada masyarakat peternak adalah rantai nilai yang berhubungan dengan proses produksi susu mulai dari pengadaan bibit sapi sampai dengan pengiriman susu segar yang dihasilkan oleh peternak. 

‘’Rantai nilai tersebut dapat dikatagorikan panjang dan mempunyai nilai yang tinggi. Konsep pemberdayaan CSV ini mampu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan peternak sapi perah di Indonesia,’’ demikian pidato ilmiah yang disampaikan Dipl. Ing. Bambang Sutantio, dalam Upacara Penganugerahan Doktor Honoris Causa pada Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro Semarang, Sabtu (23/9), di Auditorium Prof Sudarto Kampus Undip Tembalang.

Pendiri dan Komisaris PT. Cisarua Mountain Dairy (PT. Cimory) Tbk itu,  dalam pidato ilmiah berjudul Model Pengembangan Peternakan Sapi Perah Medium Scale dalam Upaya Peningkatan Kesejahteraan Peternak Menuju Kemandirian Susu Segar Dalam Negeri, membeberkan fakta, pada tahun 2019 konsumsi susu di Indonesia terendah di Asia Tenggara yakni hanya 16.62 kg/kapita/tahun. Jumlah tersebut dipenuhi dengan produksi susu dalam negeri sebesar 18%, dan sisanya sebesar 82% dari susu impor. Hal ini menunjukan adanya ketidakseimbangan antara produksi dan konsumsi susu domestik. 

Hasil Susu Peternak Rendah

Hasil susu dari peternak rakyat yang dikumpulkan di Koperasi cenderung berkualitas rendah. Semua susu (kualitas bagus maupun jelek) disetorkan ke Koperasi dan dicampur dalam satu tanki. Susu peternak dihargai sama rata, sehingga kurang memacu bagi peternak yang serius ingin meningkatkan kualitasnya. 

Produktivitas per ekor sapi juga rendah karena peternak rakyat hanya memelihara beberapa ekor sapi dan hampir tidak mungkin untuk menerapkan basic good farming practices yang mencakup pakan, manajemen usahatani dan reproduksi.

Ditegaskan, kualitas susu rendah akan mengakibatkan harga yang dibayarkan oleh IPS (industri pengolah susu) juga rendah.  Ditambah lagi masih ada beban biaya/potongan harga yang peternak harus bayar ke koperasi. Peternak rakyat rata-rata hanya memelihara sapi dalam jumlah kecil (di bawah 10 ekor) sehingga tidak dapat mencapai economic of scale. Pekerjaan peternak sapi perah dipandang sebelah mata dan tidak menjadi mata pencaharian utama. 

Kebanyakan IPS seperti Cimory sudah melakukan beberapa upaya membantu meningkatkan kualitas susu peternak antara lain dengan pemberian bantuan cooling tank ke Koperasi, penyuluhan secara langsung ke Peternak, namun hasilnya belum seperti yang diharapkan.

Nampaknya dengan matai rantai seperti ini harga yang diterima peternak selalu dirasakan terlalu rendah. Di satu sisi, sebenarnya IPS sudah membayar harga yang cukup tinggi ke Koperasi, sesuai dengan kualitasnya. Harga SSDN yang saat ini dibayar oleh rata-rata IPS di Indonesia bahkan sudah lebih mahal dari harga yang diperoleh peternak sapi di luar negeri. Cimory membeli SSDN sekitar Rp 9.000/kg (USD 0,60) dibandingkan di EU sekitar USD 0,50. 

Untuk mengatasi hal itu, lewat Cimory Group, Bambang pun menerapkan model CSV dengan medium scale dapat memberdayakan masyarakat petani/peternak sapi perah secara terintegrasi. 

Menurutnya, rantai nilai yang di-share kepada masyarakat adalah kegiatan produksi dengan skala menengah untuk menjamin profitabilitas dan keberlanjutan usahatani sapi perah. Perusahaan memberikan pembinaan terkait dengan teknologi, manajemen, dan penjaminan untuk menampung semua produksi dengan harga yang kompetitif.  

Asupan Protein

Bambang mengungkapkan, dari segi asupan pangan menurut statistik dunia, masyarakat Indonesia berada pada urutan bawah, terutama asupan protein. Padahal, asupan protein berkorelasi langsung dengan kecerdasaan. 

‘’Kecerdasan bangsa ini diperlukan untuk menjadi negara maju dan pertumbuhan fisik seseorang yang berhubungan dengan masalah stunting. Semakin tinggi pedapatan per kapita suatu negara, akan semakin tinggi pula asupan protein per kapitanya. Data statistik dan perbandingan dengan negara lain, bahwa konsumsi protein akan meningkat setara dengan pendapatan per kapita suatu negara,’’ paparnya.

Oleh karena itu,  kata dia, harus ada sebuah Visi untuk membangun industri pangan berbasis protein dan berperan aktif dalam upaya meningkatkan asupan protein masyarakat Indonesia. Ada dua hal yang membuat saya memutuskan untuk fokus pada industri makanan berbasis protein. 

Pertama, pengetahuan dari study, bahwa setidaknya ada lima jenis protein yang dapat diserap 100% oleh sistem pencernaan tubuh manusia. Visi diatas dikerucutkan untuk membangun lima jenis industri pengolahan pangan berbasis lima protein, yaitu protein daging, susu, telur, ikan dan kedelai. 

Kedua, pembelajaran dari negara lain, yaitu pada saat pendapatan per kapita suatu negara mencapai US$ 4.000/kapita, konsumsi makanan berbasis proteinnya akan meningkat pesat dari yang sebelumnya pola makan berbasis karbohidrat. 

Maka, Bambang melalui Cimory Group membangun industri untuk meningkatkan asupan protein kepada masyarakat. Industri pertama yang didirikan, yakni industri pengolahan berbahan baku daging ayam dan sapi, PT Macroprima Panganutama (dikenal dengan merk Kanzler) –meat protein. 

Industri kedua yang di dirikan adalah PT Cisarua Moutain Dairy (dikenal dengan merk Cimory) yang bertujuan untuk menyerap Susu Segar Dalam Negeri (SSDN), pada awalnya hanya dari hasil peternak rakyat di Cisarua – milk protein. 

Industri ketiga adalah PT Java Egg Specialities, yang merupakan industri pertama di Indonesia yang memproduksi telor cair dan makanan berbahan baku telor cair – egg protein. 

Terakhir, saat ini sedang merintis industri pangan berbahan baku kedelai, di bawah PT Indosehat Sumber Protein – yang akan mengusahakan industri tahu modern dengan limbah minimal atau limbah yang diolah menjadi by product yang dapat dipasarkan sebagai kategori makanan baru.