Pondok pesantren (ponpes) di Desa Wonosegoro, Kecamatan Bandar, Kabupaten Batang terancam ditutup. Hal itu terungkap dalam Rapat lintas sektoral tindak lanjut penanganan kasus pencabulan dan kekerasan seksual di Kabupaten Batang.
- Puluhan Rumah Tak Layak Huni di Demak Dapat Bantuan CSR
- Dalam Sepekan, Polres Pekalongan Kota Sita Puluhan Balon Liar dan Ratusan Petasan
- Anggota DPR RI Minta Kesadaran Hak Konsumen Makin Meningkat
Baca Juga
Dalam rapat itu juga terbentuk tim khusus untuk menanganani kekerasan seksual di Kabupaten Batang.
"Rapat ini membahas khususnya yang di wonosegoro. Untuk (bagaimana nasib) anak didik ataupun para santri mana kala nanti diadakan penutupan terhadap pondok tersebut," kata Penjabat Bupati Batang, Lani Dwi Rejeki di aula pemkab, Jumat (5/5).
Ia menyebut anak didik, baik tingkat SMP maupun SMK akan disalurkan ke sekolah lain sesuai permintaan walisantri. Begitu juga guru-gurunya akan disalurkan ke sekolah lain yang masih membutuhkan.
Lani menyebut Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikdbud) Jawa Tengah pun akan turut memfasilitasi.
Saat ini, untuk penanganan hukum pada oknum pengasuh ponpes yang mencabuli puluhan santriwatinya itu masih berproses.
Korban bertambah
Kapolres Batang, AKBP Saufi Salamun menyebut bahwa santriwati korban pencabulan oknum pengasuh ponpes yang melapor bertambah. Kini, jumlah pelapor mencapai 26 orang.
"Iya bertambah jadi 26. Untuk yang alumni dua. Saya harap sih tidak bertambah lagi ya," ucapnya.
Sebelumnya, Kapolda Jateng Irjen Pol Ahmad Luthfi mengungkap modus pencabulan oknum pengasuh sebuah pondok pesantren, bernama Wildan Mashuri Amin (57), di Batang pada belasan santriwatinya. Ponpes itu berada di Desa Wonosegoro, Kecamatan Bandar, Kabupaten Batang.
"Yang lapor 14 korban, hasil visum et reperetum, delapan sobek. Lalu enam (santriwati) tidak sobek, kalau yang ini pencabulan, mungkin digrepe-grepe. Masih kami kembangkan," kata Kapolda Jateng saat konferensi pers di Mapolres Batang, Selasa (11/4).
Ia menyebut, modus tersangka Wildan adalah pada pagi hari membangunkan santriwati. Lalu diajak ke kantin atau tempat lain untuk diajak bersetubuh.
Ajakan bersetubuh itu disertai dengan janji, para korban, akan mendapat karomah serta buang sial. Proses itu diiringi dengan ijab kabul tanpa saksi.
"Lalu diberikan sangu atau jajan dan tidak boleh lapor sudah sah sebagai suami istri ke orangtua. Aksi itu sudah dilakukan sejak 2019," tuturnya.
- Kodim 0728 Wonogiri Dan Masyarakat Desa Semangat Melaksanakan TMMD Sengkuyung Tahap I
- Periksa Anggota, Polres Tegal Tegakkan Disiplin Personel
- Pemkab Batang Bakal Perlebar 2,88 Km Jalan Sultan Agung