Analisa Gempa Bumi Tuban, Pakar Undip Beberkan Ada Potensi Gempa Besar di Laut Jawa

Gempa Bumi Yang Berpusat Di Tuban, Jawa Timur Hasil Analisa Pakar Geologi Undip, Berpotensi Dapat Kembali Terjadi Bahkan Dengan Kekuatan Lebih Besar. Ilustrasi
Gempa Bumi Yang Berpusat Di Tuban, Jawa Timur Hasil Analisa Pakar Geologi Undip, Berpotensi Dapat Kembali Terjadi Bahkan Dengan Kekuatan Lebih Besar. Ilustrasi

Gempa bumi berkekuatan 6.0 dan 6.5 Skala Richter (SR) dua kali mengguncang serta disertai rentetan puluhan gempa susulan di Laut Bawean, Tuban, Jumat (22/03) guncangannya terasa sampai Yogyakarta dan Semarang. 


#Hasil analisa Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), gempa Tuban itu diduga dipicu  pergeseran lempeng sesar geser di bawah Laut Jawa pada kedalaman 10 kilometer. 

Gempa bumi yang terjadi disertai puluhan kali guncangan susulan itu mengakibatkan kerusakan beberapa gedung bertingkat di Surabaya. Beberapa bangunan rusak akibat gempa dilaporkan juga terjadi di Lamongan, Tuban, Bojonegoro, dan Madura. 

Bahkan, pasca gempa semburan lumpur keluar dari dalam tanah dengan sendirinya di Bledug Cangkring, di dalam kompleks Bledug Kuwu, Grobogan. Namun, gempa tidak berpotensi tsunami. 

Getaran gempa yang terasa sampai berbagai daerah di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Yogyakarta tak ayal akhirnya menimbulkan kekhawatiran masyarakat gempa terjadi susulan dan terus-menerus. Terlebih, rentetan gempa susulan, Jumat (22/03) yang tercatat BMKG hingga 78 kali. 

Lantas, sebenarnya fenomena apakah gerangan yang mengakibatkan gempa itu? 

Menjawab itu, Pakar Geologi Universitas Diponegoro (Undip) Prof. Dr. Eng Fahrudin menjelaskan, gempa di Tuban penyebabnya adalah pergerakan lempeng sesar aktif di dalam kerak bumi. Fenomena ini jarang terjadi. Dampak gempa terasa sampai ratusan kilometer karena pusat gempa berada permukaan dangkal sehingga meluas. 

"Sesar aktif di Laut Jawa bergeser karena mengalami reaktivasi beberapa lempeng tektonik.  Namun, lempeng tektonik yang bergerak letaknya di permukaan, maka dampak gempa luas dan terasa sampai ratusan kilometer," kata Prof. Fahrudin, Minggu (24/03). 

Kejadian gempa bumi berskala cukup besar dan disusul puluhan kali gempa susulan itu, menurut Prof. Fahrudin, sebenarnya sangat berbahaya. Gempa terjadi bisa berkali-kali bahkan dengan guncangan lebih besar. Sebab, lempeng tektonik sesar aktif yang bergerak sedang mengalami deformasi atau aktif membentuk patahan-patahan lempeng benua baru. 

"Dalam sejarah geologi, wilayah pusat gempa merupakan hasil deformasi antara kerak benua Sundaland (Eurasia) dengan mikro benua Godwana (Australia). Dua kali gempa magnitudo 6.0 SR dan 6.5 SR merupakan hasil reaktifasi pergerakan dari sesar Meratus dengan mekanisme sesar geser (strike-slip fault)," jelasnya. 

Fahrudin pun tak berani jauh memprediksi kemungkinan potensi gempa bumi besar yang dapat terjadi dampak dari pembentukan lempeng tektonik baru di Laut Jawa itu. 

Namun, menurutnya, mitigasi kegempaan untuk memastikan perlu diperhatikan, pemerintah dapat melibatkan para ahli geologi dengan melihat ke dalam laut guna mengetahui masih adanya lempeng aktif atau tidak. 

"Karena gempa bumi tidak dapat diprediksi kapan waktunya akan terjadi. Mitigasi kegempaan sifatnya untuk memonitor untuk memastikan pergerakan dan pergeseran lempeng aktif tidak terjadi. Hasil mitigasi bisa dijadikan edukasi bagi masyarakat agar sadar daerahnya rawan gempa. Termasuk untuk persiapan infrastruktur masa depan, pemerintah daerah bisa merencanakan tata wilayah tahan gempa sebagai persiapan jika sewaktu-waktu gempa besar terjadi," terang dia.