Amanat Peraturan Presiden Tentang Publisher’s Rights: Peran Pemerintah Dan Pembentukan Ekosistem Perusahaan Platform Digital

Juniarti Soehardjo
Juniarti Soehardjo

Sebagaimana yang telah dituliskan minggu lalu dalam opini saya “Disrupsi Teknologi: Suatu Tsunami Terhadap Profesi Jurnalis” maka saya akan tambahkan lagi beberapa pemikiran tentang isi peraturan presiden yang akan secara resmi berlaku 6 bulan sejak ditanda tanganinya.


Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2024 Tentang Tanggung Jawab Perusahaan Platform Digital Untuk mendukung Jurnalisme Berkualitas ini memang kelahirannya digagas oleh Dewan Pers periode 2019-2022 beserta para konstituen, forum dan beberapa pihak lainnya seperti Kementerian Komunikasi dan Informatika dan kantor Kementerian Koordinasi Politik, Hukum dan HAM.

Yang saya ingin bahas kali ini adalah pengaturan yang ada kaitannya dengan pembedaan antara karakteristik Hasil Karya Jurnalistik dengan Platform Digital. Singkatnya pertempuran antara hasil karya jurnalisme dengan suatu infrastruktur gigantik yang memiliki kemampuan agregat tak terbatas yang bernama Platform Digital.

Di dalam konsiderans atau pertimbangannya, disebutkan ada 2 (dua) alasan dibuatnya peraturan presiden ini. Yang pertama alasan jurnalisme berkualitas sebagai salah satu unsur penting dalam mewujudkan kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat yang demokratis.

Alasan berikutnya adalah perkembangan teknologi informasi mendorong perubahan besar dalam praktik jurnalisme berkualitas. Di dalam alasan kedua ini disebutkan kehadiran perusahaan platform digital yang menyebabkan pemerintah perlu menata ekosistem perusahaan platform digital dalam hubungannya dengan perusahaan pers untuk mendukung jurnalisme berkualitas.

Mari kita garis bawahi kata pemerintah dan ekosistem perusahaan platform digital.

Pada definisi umum, yakni Pasal 1, disebutkan bahwa Layanan Platform Digital adalah layanan milik perusahan platform digital yang meliputi pengumpulan, pengolahan, pendistribusian, dan penyajian Berita secara digital serta interaksi dengan Berita yang berfungsi memperantarai layanan penyajian Berita yang ditujukan terutama untuk bisnis.

Jadi oleh Peraturan Presiden ini, Layanan Platform Digital diberikan definisi yang kurang lebih mirip dengan pekerjaan seorang jurnalis. Kaitannya dalam pengumpulan, pengolahan, pendistribusian dan penyajian Berita.

Bisa diingat bahwa Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik mengandung semua yang disebutkan sebagai Kegiatan Jurnalistik.

Kegiatan Jurnalistik itu berupa 6 M yakni mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi. Hasil dari 6 M akan disebut sebagai hasil karya jurnalistik para jurnalis dan akan tetap abadi terikat kepada perusahaan pers dan para wartawan sepanjang medianya masih bisa terbaca, terdengar dan terlihat; baik itu cetak, elektronik mau pun siber.

Secara sederhana, ada beberapa aspek jurnalistik yang hilang di dalam rangkaian layanan yang diberikan oleh Layanan Platform Digital yakni aspek mencari, memperoleh dan memiliki. Artinya Layanan Platform Digital hanya mengumpulkan, mengolah dan mendistribusikan (plus penyajian Berita).

Singkatnya Platform Digital adalah suatu jalan tol yang memiliki kapasitas kolosal dalam menampung lalu lintas super padat yang mengalir di infrastrukturnya.

Untuk mempermudah penulisan dan pembacaan, setelah paragraf ini, Perusahaan Platform Digital selanjutnya akan disebut sebagai Platform Digital. Di dalam Peraturan Presiden ini, Platform Digital didefinisikan sebagai, “ditetapkan berdasarkan kehadiran Layanan Platform Digital di Indonesia.”

Artinya, belum ditentukan siapa saja yang masuk ke dalam definisi ini. Belum pula disebutkan, siapa yang akan mengeluarkan ketetapan tersebut.

Dengan kata lain, saat menggagasnya, Tim Penggagas Publisher’s Rights yang dipimpin oleh Dewan Pers ini menemu kenali perlunya pengaturan antara hasil karya jurnalistik dengan agregator info dan mendefinisikan apa itu Platform Digital.

Platform Digital bukan pencipta konten melainkan hanya pengepul atau tukang mengumpulkan info dan data yang berseliweran di dalam infrastruktur mereka.

Dari sini lah ide para penggagas naskah ini saat menekankan pentingnya pengaturan terhadap Platform Digital. Mereka melihat perlunya ada kerja sama atau koridor koordinasi antara pihak pembuat konten dengan penyalur atau agensinya.

Dan mereka melihat perlunya pihak pemerintah untuk menjadi regulator sekaligus bagian dari gakkum (Penegakan Hukum) peraturan antara Platform Digital dengan Pers. Sehingga pemerintah akan menjamin bahwa semua butir peraturan presiden itu bisa ditegakkan.

Sebagai pembuat konten, jurnalis memiliki berbagai kelebihan. Kelebihan itu mencakup nama yang dicantumkan di dalam suatu hasil karya jurnalistik, selain itu mereka juga memiliki perlindungan dari perusahaan tempatnya bekerja yakni perusahaan pers.

Kelebihan lainnya adalah jurnalis memiliki jenjang karier dan reputasi yang akan melekat kepadanya sepanjang namanya tercantum di sektor pers dan media massa. Mereka adalah sejatinya influencer.

Kesemua kelebihan itu tidak dimiliki oleh pihak Platform Digital. Mereka hanya saluran atau koridor data dan informasi yang berlalu lalang tanpa suatu kelebihan yang akan melekat kepada mereka.

Privilese kemerdekaan pers sejatinya harus memberikan keuntungan komersial bagi orang per orang yang menjadi jurnalis mau pun bagi perusahaan pers yang selama ini telah menaungi dan mengayomi para jurnalis tersebut.

Namun, ada suatu hal yang secara tak terperi yang selama ini tak disadari oleh pihak pembuat konten atau jurnalis tersebut. Yakni pembagian keuntungan komersial.

Platform Digital memiliki hak mengantungi keuntungan komersial yang didapatnya dari berbagai perjanjiannya dengan penyedia jasa internet dan telekomunikasi, dan perjanjian lainnya dengan para sponsor atau pun pemasang iklan yang ingin memiliki keuntungan besarnya kemungkinan mereka akan ditemukan oleh orang awam yang tidak mengetahui adanya keberadaan mereka.

Keuntungan komersial itu berupa tingginya lalu lintas periklanan mau pun hits yang muncul terhadap layanan yang dipersembahkannya bagi para pengguna jasanya.

Platform Digital juga memiliki dan menyediakan algoritma atau formula personalisasi bagi penggunanya. Rumusan allgoritmanya tentu bersifat rahasia dan tertutup dari kepentingan umum; formulanya hanya bisa diketahui oleh penggunanya (yang bersifat pribadi) dengan Platform Digital itu sendiri.

Dengan kata lain, formula tersebut perlu dirahasiakan karena mengandung kepentingan dan kerahasiaan penggunanya.

Untuk masalah kerahasiaan dan preferensi penggunanya, sudah tentu tidak terjadi masalah, dan tidak akan ada yang mempersoalkannya.

Pertanyaan selanjutnya adalah adakah keadilan bagi para pembuat konten dan perusahaan yang melindunginya? .

Di sinilah alasannya peraturan presiden ini dibuat, yakni untuk membuat kerangka kerja sama antara perusahaan pers yang menaungi para content creator (yakni jurnalis) dengan Platform Digital.

Belum lagi amanat di dalam Peraturan Presiden ini bahwa Pemerintah akan menetapkan ekosistem perusahaan platform digital.

Ekosistem perusahaan platform digital ini sudah tentu berkaitan dengan semua sistem yang terkait di dalam dunia digital.

Patut untuk dicatat bahwa untuk mengatur ekosistem perlu memahami karakteristik perusahaan digital besar dunia yang beroperasi di Indonesia. Terutama karakteristik ekonominya.

Karakteristik Platform Digital sudah tentu memiliki beberapa hal penting di dalam eksistensi perusahaan tersebut.

Segala keuntungan komersial yang terjadi dari ramainya lalu lintas yang selama ini mereka miliki dengan semangat kemerdekaan digital dimana dunia tanpa batas tanpa takaran, akan segera diwajibkan untuk berbagi dengan adil.

Keuntungan finansial mereka akan berkurang dan diharapkan pihak mereka akan merasa senang.

Apakah Platform Digital akan dengan suka rela melepaskan keuntungan komersial mereka begitu saja?.

Sudah bisa ditarik kesimpulan, entitas seperti itu tidak memiliki konsiderans di dalam akta pendiriannya untuk memastikan bahwa “jurnalisme berkualitas sebagai salah satu unsur penting dalam mewujudkan kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat yang demokratis.”

Platform Digital adalah suatu entitas hukum komersial yang memiliki cakupan menjangkau orang sebanyak mungkin yang dapat terjangkau oleh internet di mana pun manusia itu berada selama yang bersangkutan memiliki akses internet.

Layanan yang diminta oleh pengguna Platform Digital sudah tentu sesuai preferensinya yakni akses saluran untuk menghubungkan pengguna itu kepada apa pun yang dia inginkan.

Platform Digital tidak memiliki Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga untuk memfasilitasi Pasal 5 Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2024 Tentang Definisi Perusahaan Platform Digital dimana pada huruf (a) diatur “tidak memfasilitasi penyebaran dan/atau tidak melakukan komersialisasi konten Berita yang tidak sesuai dengan Undang-undang mengenai pers”.

Mereka juga tidak memiliki konsep yang diatur dalam Pasal 5 huruf (d) yakni “memberikan upaya melaksanakan pelatihan dan program yang ditujukan untuk mendukung jurnalisme yang berkualitas dan bertanggung jawab.”

Mereka adalah binatang ekonomi sejak saat mereka dilahirkan, dicatatkan, dan disahkan memiliki karakteristik cari untung.

Selain itu, mayoritas Platform Digital yang paling terkenal digunakan oleh warga Indonesia adalah entitas hukum asing. Entitas Platform Digital memiliki legalisme bahwa mereka hanya akan tunduk pada peraturan perundang-undangan tempat entitas mereka dicatatkan.

Belum lagi fakta legal bahwa Platform Digital internasional itu rata-rata membuka kantor cabang perwakilan korporasi mereka di Indonesia.

Cabang. Benar, korporasi itu menggunakan nama Indonesia di belakang nama jenama mereka. Tetapi apakah kantor perwakilan itu berwenang melakukan tindakan hukum yang memiliki kekuatan untuk mengikat kerja sama dengan pihak lain dalam kaitannya dengan komersialisasi, utamanya dengan pihak perusahaan pers Indonesia?.

Ada lagi kewenangan yang berkaitan dengan perpajakan, pelaporan perpajakan dan semua kaitan perpajakan yang akan terimplikasi dari perjanjian dengan pihak perusahaan Indonesia.

Di dalam Pasal 7 dari Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2024 disebutkan bahwa Platform Digital bekerja sama dengan Perusahaan Pers di dalam perjanjian. Kerja sama dimaksud adalah lisensi berbayar, bagi hasil, berbagi data agregat pengguna Berita, dan bentuk lain yang disepakati. Disebutkan pula bagi hasil yang diamanatkan tersebut merupakan pembagian pendapatan atas pemanfaatan Berita oleh Platform Digital berdasarkan perhitungan nilai keekonomian.

Setiap Platform Digital memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lainnya dan memiliki niche (ceruk) target pasar yang berbeda-beda dan features yang bervariasi pula.

Untuk membentuk ekosistem yang kuat, sudah tentu Kementerian teknis kita memerlukan data, informasi, konsep, pemahaman mengenai pasar dan perkara teknis yang membuat berjalannya Platform Digital tersebut, riset yang mendalam serta penguasaan permasalahan legalisme yang membalut kepentingan masing-masing entitas.

Mari kita lihat jurus jitu dari Kementerian teknis yakni Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk melaksanakan amanatnya dalam membangun ekosistem platform digital. Dan apakah mereka akan mampu membentuk suatu ekosistem yang akan diterima oleh semua Platform Digital.

Suka atau tidak suka, perwakilan korporasi Platform Digital pasti akan menunjukkan langkah-langkahnya dalam jangka waktu 6 bulan ke depan.

Dan mari kita semua berdoa agar niat baik dari semua pihak dalam menggagas pengaturan ini dapat terlaksana dengan lancar.