Sejumlah aktivis perempuan dan tujuh orang pemuka agama menyerukan agar DPR dan Pemerintah segera mengesahkan Rancangan Undang-undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) yang telah terkatung-katung selama 18 tahun.
- Pemkot Semarang Serahkan Bantuan untuk Partai Politik Senilai Rp4,3 Miliar
- Ganjar: Ara Memang Dekat dengan Pak Jokowi
- Ulama Di Banten Nilai Tagar Ganti Presiden Bernada Makar
Baca Juga
Ketua Komnas Perempuan Andy Yetriyani mengungkapkan, berdasarkan catatan tahunan yang dihimpun terdapat lebih dari 2.300 kasus kekerasan terhadap PRT sepanjang 2005 sampai 2020.
‘’Selama periode ini saja sudah tertunda 1,5 tahun di Baleg DPR. Ada pula RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang terkatung-katung selama 8 tahun. Membahas RUU memang tak boleh terburu-buru, tapi jangan berlarut-larut seperti ini. Terkesan dorman atau hibernating dalam istilah komputer. Hal ini sudah sangat mendesak untuk disahkan, karena PRT bekerja dalam berbagai kerentanan, karena mereka belum diakui dan belum dilindungi oleh UU,’’ tegasnya.
Hal ini, kata dia, jelas sangat merugikan bagi para PRT yang sebagian besar adalah perempuan, dan mereka menjadi tulang punggung bagi keluarganya.
‘’Lapis kerentanan itu makin bertambah, saat pandemi Covid-19, mereka bekerja tanpa digaji dan di-PHK tanpa pesangon. Mereka bahkan juga dikesampingkan dari jaring pengaman sosial,’’ papar Andy Yetriyani, dalam webinar dan launching Gerakan Pukul Panci, untuk mengetuk nurani DPR dan Presiden, Minggu (9/1).
Lebih dari 190 orang yang hadir dalam ruang virtual itu mengetuk panci sebanyak 18 kali setiap orangnya. Perwakilan lintas agama yang hadir dalam gerakan itu antara lain Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Muhammadiyah, Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia (MLKI), dan MTAKI.
Direktur Sarinah Institut Eva Kusuma Sundari mengatakan keterlibatan para pemuka agama ini menunjukkan bahwa upaya mendesak pengesahan RUU yang terkatung-katung selama 18 tahun itu sudah mentok. Sehingga perlu adanya keterlibatan dari para pemuka agama di negeri ini, untuk mengetuk nurani para pimpinan DPR dan Presiden agar segera mengesahkan RUU PRT.
‘’Mereka (para PRT) bertanggung jawab pada perut kita di rumah, perintah agama bahwa kita harus memperlakukan para PRT sebagai keluarga. Martabat mereka sebagai manusia harus terjaga. Panci melambangkan peran para PRT yang sangat signifikan dalam rumah tangga. Kami berhasil mengumpulkan 1000 video pendek berisi seruan PRT, anak PRT, akademisi, dll yang berisi seruan agar segera mengesahkan RUU PRT. Jerit tangis PRT bahkan naik 5 persen selama pandemi itu sangat luar biasa. Jangan diabaikan,’’ tandas Eva.
Khatib Syuriah PBNU KH Zulfa Mustofa mengatakan, PBNU sangat mendukung agar RUU PRT segera disahkan. Dalam Muktamar ke-34 di Lampung, kata Gus Zulfa, isu ini bahkan kembali disuarakan. RUU PRT ini bagi NU sangat penting sehingga dibahas oleh dua komisi, yakni komisi undang-undang dan komisi rekomendasi.
‘’PBNU menganggap isu ini sangat penting. NU berkomitmen mendukung para PRT perempuan. Sebab, kondisi PRT atau asisten rumah tangga, yang mayoritas perempuan sangat terdiskriminasi. NU punya tanggung jawab agar RUU ini segera disahkan. Puncak kesolehan manusia adalah bagaimana memuliakan sesama manusia. Maka kami mendesak agar DPR dan Pemerintah segera mengesahkan RUU ini,’’ tandasnya.